Pengusaha Soal Penundaan Pajak Hiburan: Hanya Sementara, Bukan Solusi
Pengusaha menyebut, penundaan pajak hiburan yang diserukan Luhut Panjaitan hanya sementara.
Pengusaha menyebut, penundaan pajak hiburan yang diserukan Luhut Panjaitan hanya sementara.
- Sebut Bakal Ada PHK, Pengusaha Minta Dilibatkan dalam Pembahasan Cukai Minuman Berpemanis
- Akhirnya, Begini Solusi dari Pemerintah Urai Kemacetan Panjang di Pelabuhan Merak
- PELATARAN, Solusi bagi Masyarakat untuk Urus Administrasi Pertanahan di Akhir Pekan
- Perusahaan yang Bantu Hijaukan IKN Bisa Dapat Pengurangan Pajak 200 Persen
Pengusaha Soal Penundaan Pajak Hiburan: Hanya Sementara, Bukan Solusi
Pengusaha Soal Penundaan Pajak Hiburan: Hanya Sementara, Bukan Solusi
Pengusaha spa menolak keras kenaikan tarif pajak hiburan tertentu mulai dari 40 persen hingga 75 persen. Meskipun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyerukan penundaan pungutan pajak hiburan bagi usaha karaoke hingga diskotek.
Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagalung mengatakan, upaya penundaan pungutan pajak bisnis spa hingga 75 persen tersebut bukanlah sebuah solusi.
"Terkait penundaan pajak 40 persen yang disampaikan oleh bapak Luhut itu bukan sebuah solusi," ujar Lourda dalam acara konferensi pers Kenaikan Pajak Hiburan di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/1).
Merdeka.com
Dia meyakini, bahwa seruan penundaan pajak hiburan usaha spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen yang disampaikan oleh Menko Luhut hanya bersifat sementara. Selain itu, sikap Menko Luhut juga tidak mewakili kementerian/lembaga teknis terkait yang masih belum memberikan sikap terkait kenaikan pajak hiburan tertentu hingga 75 persen.
"Penundaan ini tidak akan berdampak besar ya, memang pak Luhut itu siapa? dan tidak ada kaitannya dengan kementerian terkait yang mengurusi soal ini," bebernya.
Lourda menyebut, bahwa pelaku usaha spa di Indonesia tengah membutuhkan perhatian besar dari pemerintah agar bisa bersaing di kancah internasional layaknya Thailand. Dengan kata lain, tidak membebani pelaku usaha dengan menaikkan pungutan pajak hingga 75 persen.
"Seharusnya pemerintah ini mempunyai komitmen untuk memajukan industri spa Indonesia. Komitmen ini bisa dalam hal promosi lainnya dan mendukung pengembangan industri spa Indonesia yang memiliki potensi luar biasa," pungkas Lourda.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menentang kenaikan pajak hiburan 40 persen hingga 75 persen.
Dia pun meminta agar implementasi pajak hiburan dalam UU Nomor 21 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) ditunda.
"Kemarin kita putuskan ditunda, kita evaluasi, kemudian ada judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi) kan,"
kata Luhut dalam sebuah video yang diunggah lewat akun instagram @luhut.pandjaitan dikutip Rabu (17/1).
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu.
"Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan," ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).
Lanjutnya, pengenaan pajak hiburan khusus tersebut telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Dalam proses pembahasan UU HKPD bersama DPR RI disepakati bahwa besaran pungutan pajak hiburan karaoke hingga spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen.
"Jadi, dalam dinamika pembahasan bersama DPR maka ketemu lah angka segitu," ucap Lydia.