Begini Cara Menghitung Pajak Opsen yang Mulai Berlaku Januari 2025
Pajak opsen kendaraan bermotor memicu polemik di masyarakat, namun pengamat pajak menjelaskan manfaatnya.
Pajak Opsi Memicu Polemik di Masyarakat
Penerapan skema pemungutan pajak baru untuk kendaraan bermotor, yang dikenal sebagai pajak opsen, memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Banyak yang menganggap pajak ini sebagai beban tambahan yang harus ditanggung oleh pengguna kendaraan. Namun, pengamat pajak Prianto Budi Saptono menyebutkan bahwa pemahaman tersebut tidak tepat dan perlu diluruskan.
Prianto menjelaskan bahwa pajak opsen sebenarnya bertujuan untuk memudahkan alokasi anggaran dari pemerintah provinsi ke kabupaten atau kota. Dengan adanya skema ini, diharapkan proses pengalihan dana menjadi lebih cepat dan transparan, sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.
Dasar Hukum dan Tujuan Pajak Opsi
Pajak opsen kendaraan bermotor merupakan amanat dari UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Salah satu tujuan dari pajak opsen adalah untuk memperluas basis pajak. Dalam hal ini, pemerintah provinsi berhak memungut pajak dari Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) sebesar 22 persen.
Sementara itu, pemerintah kabupaten atau kota dapat memungut pajak dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Untuk pajak kendaraan bermotor, baik PKB maupun BBNKB, pemkab atau pemkot berhak mengenakan opsen sebesar 66 persen dari total pajak yang diterima oleh pemerintah provinsi.
Prianto Budi Saptono menjelaskan bahwa skema baru ini diharapkan dapat mengatasi masalah keterlambatan penerimaan anggaran yang selama ini terjadi.
Apakah Pajak Opsi Menjadi Beban Baru?
Penerapan skema baru ini akan menambah komponen pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor.
Pada tahun 2025, total ada tujuh komponen pajak yang harus dibayar, di antaranya BBNKB, opsen BBNKB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, biaya Administrasi STNK, dan biaya administrasi TNKB.
Meski demikian, Prianto Budi Saptono menegaskan bahwa beban total pajak yang dibayar tidak akan jauh berbeda dengan yang berlaku saat ini.
Hal ini dikarenakan penerapan pajak opsen juga disertai dengan penurunan tarif PKB dan BBNKB. Misalnya, tarif PKB untuk kendaraan bermotor pertama ditetapkan maksimal 1,2 persen, sedangkan tarif BBNKB turun dari 20 persen menjadi 12 persen. Dengan demikian, besaran pungutan pajak tetap berada dalam kisaran yang sama dengan sebelumnya.
Sikap Masyarakat Terhadap Pajak Opsi
Meski terdapat penjelasan dari pengamat pajak, banyak masyarakat yang masih merasa keberatan dengan penerapan pajak opsen.
Mansyurul Khoir, seorang warga Kota Pamekasan, Jawa Timur, mengaku hanya mengetahui tentang pajak opsen melalui media massa dan merasa khawatir akan beban tambahan yang harus ditanggung oleh masyarakat kelas bawah. Ia menyatakan,
"Nanti mungkin banyak protes juga dari kalangan masyarakat, apalagi yang kalangan menengah ke bawah."
Fajar Siswanto, warga lainnya, juga mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap kebijakan ini. Ia menilai bahwa tidak ada urgensi untuk pemerintah menaikkan pajak kendaraan bermotor, terutama di tengah banyaknya pungutan lain yang diterapkan pemerintah.
Sosialisasi yang Lemah Menyebabkan Kebingungan
Penerapan pajak opsen ini juga menunjukkan adanya kelemahan dalam sosialisasi kepada masyarakat. Prianto Budi Saptono menyatakan bahwa lemahnya sosialisasi berkontribusi pada ketidakpahaman masyarakat mengenai kebijakan ini. Ia menyarankan agar pemerintah daerah lebih aktif dalam menjelaskan manfaat dan mekanisme pajak opsen kepada publik.
Sosialisasi yang lebih baik akan membantu masyarakat memahami bahwa pajak opsen tidak menambah beban administrasi bagi wajib pajak. Hal ini penting agar masyarakat tidak salah paham dan dapat menerima kebijakan dengan lebih baik.
Cara Menghitung Pajak Opsi Kendaraan Bermotor
Pemerintah juga telah merilis video ilustrasi mengenai cara menghitung pajak opsen. Sebagai contoh, jika sebuah mobil memiliki Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) sebesar Rp200 juta dan merupakan kepemilikan pertama, maka tarif PKB yang berlaku adalah 1,1 persen. Dengan demikian, PKB terutang adalah 1,1 persen dari Rp200 juta, yaitu Rp2,2 juta.
Selanjutnya, pemilik mobil juga harus membayar pajak opsen PKB sebesar 66 persen dari PKB terutang, yang berarti 66 persen dari Rp2,2 juta adalah Rp1,45 juta. Total pajak yang harus dibayarkan pemilik mobil menjadi Rp3,65 juta, yang dianggap tidak jauh berbeda dengan pajak di skema lama.