Potret PLTA Berusia Satu Abad Lebih di Bandung
Suplai listrik tersebut berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air, atau PLTA Bengkok yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1923.
Isu energi baru terbarukan (EBT) termasuk penggunaan listrik hijau kian gencar didengungkan berbagai kalangan. Ternyata, satu wilayah di utara Kota Bandung telah memakai listrik hijau sejak 1 abad lebih.
Suplai listrik tersebut berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air, atau PLTA Bengkok yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1923. Pembangkit listrik hidroelektrik yang terletak di kawasan Dago Atas, Kabupaten Bandung ini memiliki total kapasitas 3 x 1,05 MW (3,15 MW).
- Melihat Lebih Dekat PLTA Peninggalan Penjajah Belanda di Semarang, Masih Banyak Bangunan Tua Kolonial yang Berdiri Kokoh
- Potret Pom Bensin di Indonesia pada Masa Kolonial, Ada di Purwodadi hingga Lampung
- Potret Rumah Mewah Arsitektur Kolonial Belanda Terbengkalai, Ruang Tamunya Luas 'Subhanallah Bagus Banget'
- Potret Pasar Induk Among Tani Kota Batu, Pasar Terbesar di Indonesia Punya Pengolahan Air Limbah Ramah Lingkungan
Senior Manager PLN IP Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling, Doni Bakar menjelaskan, tenaga listrik air PLTA Bengkok dibendung dari Sungai Cikapundung yang berlokasi di Taman Hutan Raya, sekitar 4 Km dari lokasi pembangkit.
"Di atas situ ada kolam tandu harian (KTH). Dari KTH itu mengalir melalui penstock. Ada pipa penstock lama yang sudah tidak kita operasikan, jadi kita menggunakan pipa yang di bawah tanah (underground). Terus mengalir ke bawah sini, ada tiga aliran. Nanti ke masing-masing unit melalui katup utama, nanti baru masuk ke turbin," terangnya dalam kunjungan kerja bersama tim PT PLN (Persero) di PLTA Bengkok, Kabupaten Bandung, Selasa (3/9).
Dengan suplai air tersebut, PLN IP menggunakan air sekitar 1 meter kubik per detik untuk menghasilkan beban sekitar 1 MW.
"Listriknya dialirkan ke kawasan sekitar ini, Bandung, dari generator itu hanya 6 kV kemudian dinaikan melalui trafo menjadi 20 kV. Nanti dari 20 kV dialirkan ke PLN untuk ke masyarakat," imbuhnya.
Dengan total kapasitas sekitar 3,15 MW, Doni mengatakan, itu bisa melayani suplai listrik sekitar 3.000 kW. PLN IP kemudian melakukan interkoneksi pipa guna menyokong suplai listrik ke pelanggan.
"Jadi kalau satu rumah 1 kW, berarti ada sekitar 2-3 ribu rumah. Sekitar Bandung sini, karena kalau PLN itu banyak yang melayani pelanggan, ada yang menggunakan interkoneksi, jaringan 500 kV Jawa-Bali. Kemudian di bawahnya ada 150 kV, ada lagi 70 kV dan 20 kV," terangnya.
"Kami di PLTA Bengkok langsung masuk ke 20 kV. Jadi UBP Saguling total kapasitas kita 800 MW. 700 (MW) itu dari PLTA Saguling, itu masuk ke 500 kV, dan 100 MW-nya tersebar, salah satunya di Bengkok ini. Pola operasinya ada yang masuk ke 70 kV atau ada yang ke 20 kV tadi," sambungnya.
Operasi Cara Baru
Meskipun tergolong PLTA lawas berusia 100 tahun lebih, PLN IP mengoperasikan PLTA Bengkok dengan cara-cara baru. Dengan menerapkan pola asset management guna memetakan dan memelihara aset tua tersebut.
PLN IP memeliharanya secara periodik maintenance atau berbasis waktu. Proses pemeliharaan juga dilakukan dengan menggunakan preventive maintenance, dengan melakukan inspeksi rutin setiap hari.
"Ataupun juga kita menggunakan teknologi terbaru melalui predictive maintenance, bisa kita menggunakan termografi. Jadi kita foto, dari foto kelihatan mana spot yang panas, mana yang masih aman, itu kita olah dan kita lakukan pemeliharaan," jelas Doni.
"Kemudian kita juga punya feature tribologi terkait pelumasnya. Kemudian kita juga punya feature untuk memastikan vibrasi di turbin kita. Jadi kita ukur, kalau vibrasinya melebihi (batas) toleransi, kita perlu melakukan langkah perbaikan," ungkapnya.
Menurut dia, ongkos perawatan PLTA Bengkok relatif murah lantaran berbeda dengan pembangkit termal yang memiliki temperatur dan putaran tinggi hingga 3.000 RPM.
"Kalau di PLTA tuh di sini kita putarannya rendah, hanya 750 RPM, temperaturnya dingin. Otomatis untuk biaya operasi lebih murah. Kalau di sini mungkin sekitar Rp 200-300 per kWh untuk kita biaya produksi," pungkasnya.