Pro Kontra Pemerintah Tetapkan Kenaikan UMP 2022 1,09 Persen
Pemerintah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 naik rata-rata sebesar 1,09 persen. Adapun kenaikan tersebut mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Pemerintah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 naik rata-rata sebesar 1,09 persen. Adapun kenaikan tersebut mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Simulasi ini dari data BPS, rata-rata kenaikan upah minimum itu 1,09 persen, ini rata-rata nasional," ujar Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah.
-
Apa yang dilakukan Uu Ruzhanul Ulum dalam acara botram bareng warga? Uu juga menyampaikan pesan khusus.Uu meminta maaf atas semua kekurangannya saat menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat, mendampingi Ridwan Kamil.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Kapan Uu Ruzhanul Ulum berpamitan dan melakukan botram bareng warga? Momen perpisahan usai menjabat selama lima tahun dibagikan Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum.
-
Di mana UMR berlaku? Kita ketahui bahwa upah minimum tidak berlaku secara tunggal untuk seluruh wilayah di Indonesia. Artinya, masing-masing daerah memiliki standar upah minimum yang berbeda-beda.
-
Apa usia Bumi? Dilaporkan ScienceFocus, Jumat (7/7), faktanya Bumi telah berusia 4,54 miliar tahun.
-
Kapan Hari Buruh Internasional diperingati? Hari Buruh Internasional rutin diperingati setiap 1 Mei sebagai bentuk solidaritas atas perjuangan kaum buruh.
Gubernur harus menetapkan UMP paling lambat 21 November 2021. Namun karena 21 November merupakan hari libur nasional, maka penetapan harus dilakukan paling lambat 1 hari sebelumnya, yaitu 20 November 2021.
Sementara itu penetapan Upah Minimum Kota (UMK), harus dilakukan paling lambat 30 November 2021 setelah penetapan UMP. Hal ini juga telah tegaskan kembali oleh Menteri Dalam Negeri melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri 561/6393/SJ Hal Penetapan Upah Minimum 2022 kepada seluruh gubernur.
"Semangat dari formula UM (Upah Minimum) berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 adalah untuk mengurangi kesenjangan UM, sehingga terwujud keadilan antar wilayah. Keadilan antar wilayah tersebut dicapai melalui pendekatan rata-rata Konsumsi Rumah Tangga di masing-masing wilayah," jelas Menteri Ida.
Penetapan inipun menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Berikut merdeka.com akan merangkumnya untuk pembaca.
1. Buruh Menilai Kenaikan UMP 2022 Setidaknya 7-10 Persen
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyebut para buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebesar 7-10 persen.
Dia menegaskan bahwa penentuan kenaikan upah tidak bisa menggunakan instrumen hukum PP 36 Tahun 2021. Sebab, aturan itu berada di bawah Undang-undang Cipta Kerja yang sedang digugat oleh buruh.
"Maka KSPI menggunakan UU nomor 13/2003 dan PP 78/2015, bahwa kenaikan upah minimum menggunakan perhitungan inflasi plus pertumbuhan ekonomi dan mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak," terangnya.
Said Iqbal juga menuntut jika perusahaan alami kerugian dan tidak bisa memberi kenaikan upah, dalam hal ini dalam lingkup Apindo, harus dibuktikan dengan catatan kerugian selama dua tahun berturut-turut. Hal itu sebagai bukti sah sebagai landasan untuk tidak menaikkan upah pekerja.
"kalau perusahaannya tutup, atau merugi akibat pandemi, KSPI setuju pengusaha dan serikat pekerja berunding, kalau gak naik (gaji) gak apa-apa, tapi syaratnya ditunjukkan pembukuan perusahaan dua tahun berturut-turut rugi, itu kan fair," tegasnya.
2. Pemerintah Diminta Tak Berat Sebelah
Anggota Fraksi Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, berpesan agar pemerintah memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi pekerja atau buruh terkait penetapan upah.
"Jangan hanya berpihak pada kalangan pengusaha, harus memperhatikan juga kesejahteraan dari para pekerja. Apalagi selama pandemi ini kebutuhan dan biaya hidup terus naik," kata politisi PKS ini.
Netty juga mempertanyakan metode atau formula yang digunakan pemerintah dalam menyusun UMP 2022. Dia bilang, meski pihaknya menolak UU Cipta Kerja, tetapi UU Cipta Kerja juga memuat banyak indikator lainnya dalam menentukan upah.
"Kami di Fraksi PKS sedari awal memang menolak pengesahan UU Cipta Kerja. Tapi katakanlah pemerintah memakai itu, seharusnya dalam PP 36/2021 juga ada indikator lain seperti tingkat daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah. Jadi bukan hanya soal inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja," tuturnya.
Netty berharap pemerintah mencarikan jalan keluar terbaik dan bersikap bijaksana menyikapi berbagai aspirasi yang disampaikan buruh dalam sejumlah aksi. Dia juga optimis, jika pemerintah berani menaikkan UMP yang berkeadilan, justru akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dia bilang, apabila UMP naik, maka membuat daya beli masyarakat meningkat.
"Dan itu akan membuat ekonomi nasional tumbuh dan bergerak. Tapi jika UMP tidak naik atau bahkan turun maka konsumsi produk masyarakat juga akan menurun, sehingga lapangan kerja baru sulit untuk dibuka," pungkasnya.
3. Besaran Kenaikan UMP 2021 Dinilai Cukup Memadai
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai besaran kenaikan UMP di kisaran 1 persen sudah cukup memadai. Sebab, saat ini terpenting adalah ekonomi bangkit kembali dan bisa menyerap banyak angkatan kerja.
"Dalam rangka pemulihan ekonomi tersebut menurut saya, dunia usaha jangan dibebani dulu dengan kenaikan UMP," kata dia saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (20/11).
Tahun 2022 diharapkan menjadi tahun pemulihan ekonomi pasca terpuruk akibat Pandemi Covid-19. Dengan pulihnya ekonomi, maka diharapkan pengangguran bisa kembali dikurangi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut angka pengangguran mengalami penurunan dari 7,07 persen di 2020 menjadi 6,49 persen per Agustus 2021. Per Agustus 2021, jumlah pengangguran sebanyak 9,10 juta orang, lebih rendah dari Agustus tahun lalu sebanyak 9,77 juta orang. Sementara pada tahun 2019 jumlah pengangguran tercatat 7,10 juta orang.
"Fokus kita adalah pemulihan dan membuka lapangan kerja sebanyak mungkin. Kenaikan UMP sebesar 1 persen menurut saya cukup memadai," ujarnya.
4. Berisiko Hambat Daya Beli
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira punya pendapat lain. Dia mengatakan, kenaikan UMP yang hanya sebesar 1 persen justru berisiko menghambat pertumbuhan sektor konsumsi. Sebab daya beli masyarakat tidak terlalu tinggi. Sekarang ini daya beli masyarakat tengah berlangsung pulih.
"Penjualan ritel pasti akan terpengaruh," kata Bima saat dihubungi terpisah.
Menurut Bima, kenaikan UMP 1 persen juga tidak menjamin pengurangan dan keterbukaan lapangan kerja itu semakin meningkat. Belum lagi kebijakan perpajakan pemerintah di tahun depan tidak berpihak kepada para pekerja.
"Tahun depan ada penyesuaian PPN naik dari 10 sampai 11 persen kebijakan perpajakan nya kan juga tidak mengakomodasi kepentingan daripada pekerja. Ini menurut saya cukup berisiko menghambat daya beli masyarakat," jelas Bima.
Di sisi lain, kenaikan UMP sebesar 1 persen juga dianggap tidak logis. Mengingat proyeksi inflasi pada 2022 berada di atas 3-4 persen. Akibatnya, para pekerja rentan bakal tergerus oleh inflasi, sehingga menyebabkan pemulihan daya beli dan konsumsi rumah tangga terhambat.
Dalam pandangannya, kenaikan UMP setidaknya masih di atas inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki uang lebih untuk dibelanjakan.
"Ujungnya yang akan diuntungkan adalah pelaku usaha juga kan begitu logikanya," tutupnya.
5. Tak Elok Meminta Kenaikan UMP Berlebihan di Kondisi Saat ini
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, dalam kondisi ketidakpastian ini sangat tidak tepat jika serikat buruh/pekerja meminta kenaikan UMP secara berlebihan. Terlebih pengusaha saat ini sedang memutar otak bagaimana agar tetap mampu bertahan sampai ekonomi kita dapat normal kembali.
"Dan teman-teman harus mengerti akan tekanan berat yang dihadapi dunia usaha saat ini," kata Sarman kepada merdeka.com.
Sarman mengatakan, ekonomi Indonesia baru mulai pulih ketika pemerintah menurunkan PPKM ke level 2 yang memungkinkan memperluas kelonggaran di berbagai sektor usaha yang sudah hampir 1,5 tahun tutup dapat buka kembali. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa ekonomi akan pulih dan semakin membaik ke depan.
"Sangat tidak elok jika serikat buruh atau pekerja meminta kenaikan UMP secara berlebihan," jelasnya.
(mdk/bim)