Ramai-Ramai Pengusaha Protes Pemerintah, Pertanyakan Urgensi Wacana Kenaikan Cukai Minuman Berpemanis
Minuman berpemanis dianggap sebagai pemicu penyakit diabetes, pengusaha berikan data lain.
Penyebab penyakit seperti obesitas dan diabetes tidak hanya disebabkan dari MBDK.
- Ketua DPR: Pemerintah Segera Ambil Langkah Turunkan Angka Diabetes Anak
- Marak Kasus Diabetes, Ketua DPR Ajak Masyarakat Jaga Pola Makan Sehat Anak
- Kaki Menghitam Jadi Salah Satu Gejala Diabetes, Intip Gejala Lainnya yang Wajib Diwaspadai
- Segera Diterapkan di 2024, Ketahui Pentingnya Penerapan Cukai Minuman Berpemanis
Ramai-Ramai Pengusaha Protes Pemerintah, Pertanyakan Urgensi Wacana Kenaikan Cukai Minuman Berpemanis
Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo, menilai rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini, dapat membuat harga minuman ringan naik.
"Kalau ini diterapkan, konsekuensinya ujung-ujungnya beban tambahan bagi industri, sehingga industri terpaksa menaikkan harga produk. Dan kemudian kalau menaikkan harga apakah menjadi terjangkau oleh konsumen. Mau enggak konsumen membeli?" kata Triyono saat ditemui di Jakarta, Kamis (14/3).
Triyono mempertanyakan tujuan pemerintah atas rencana penerapan cukai MBDK. Sebab menurutnya, rencana ini belum layak untuk diterapkan dalam waktu dekat.
Dia berujar, jika alasan penerapan cukai MBDK berkaitan dengan isu kesehatan, maka pelaku usaha meminta pemerintah untuk meninjau kembali secara komprehensif.
Menurutnya penyebab penyakit seperti obesitas dan diabetes tidak hanya disebabkan dari MBDK.
"Tapi apakah tujuan besarnya bisa tercapai, kalau ternyata asupan gula itu datangnya dari mana-mana, bukan hanya dari minuman siap saji," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal juga mempertanyakan efektivitas dan esensi dari kebijakan cukai MBDK ini.
"Nah tapi sekali lagi tujuannya adalah mengendalikan. Jadi mestinya tolok ukurnya mestinya seberapa efektif kebijakan cukai dalam mengendalikan efek negatif yang dikatakan tadi, kalau yang berpemanis ya terhadap kalori, kesehatan. Ini serang kali dari sisi efektifitasnya sebetulnya rendah,"
ucap Faisal.
Tarik ulur penerapan cukai MBDK sebenarnya telah bergulir sejak tahun 2015. Saat itu, Triyono yang sudah menjabat sebagai Ketua Umum Asrim menentang kebijakan itu.
Dia merujuk studi dari SEAMEO Regional Center for Food and Nutrition, yang menunjukan minuman hanya berkontribusi sebesar 6,5 persen dari total asupan kalori penduduk perkotaan Indonesia.
Tarik ulur penerapan cukai MBDK sebenarnya telah bergulir sejak tahun 2015. Saat itu, Triyono yang sudah menjabat sebagai Ketua Umum Asrim menentang kebijakan itu.
Dia merujuk studi dari SEAMEO Regional Center for Food and Nutrition, yang menunjukan minuman hanya berkontribusi sebesar 6,5 persen dari total asupan kalori penduduk perkotaan Indonesia.
"Sebesar 33 persen sumber kalori masyarakat Indonesia masih berasal dari karbohidrat, seperti nasi, mi, roti dan sebagainya. Bahkan, konsumsi minuman berkabonasi Indonesia paling rendah di ASEAN. Data dari Kementerian Kesehatan, minuman berkarbonasi dikonsumsi oleh 1,1 persen populasi dengan konsumsi rata-rata 2,4 mililiter per hari,"
ujar Triyono.
merdeka.com
Selain itu, Triyono juga menilai distribusi produk minuman berkarbonasi dan berpemanis tidak perlu diawasi karena peredarannya sudah melalui pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Setiap produk makanan dan minuman siap saji yang dipasarkan di Indonesia harus melalui proses kajian dan persetujuan dari BPOM, ini terkait aspek keamanan pangan," pungkasnya.