Rumah panggung Sumatera Selatan diekspor sampai Spanyol
Orang asing tertarik dengan rumah ini karena desain dan kualitas kayunya yang kuat.
Di tengah terik matahari, bangunan kayu kecoklatan tegak berdiri di pelataran seberang pintu Hall D, JIExpo, Kemayoran Jakarta.
Ketika pengunjung selesai mendaki 8 anak tangga di pintu depan, kita sampai di ruang tamu yang terhubung dengan ruang tengah. Di dalamnya, kita disambut pria paruh baya yang tak lelah mengumbar senyum sumringah. Dengan sabar dia menjelaskan soal bangunan itu, sembari sesekali mengipasi wajahnya untuk mengusir gerah.
-
Di mana cecak diburu untuk ekspor? Mereka bisa ditangkap untuk dijadikan hewan peliharaan atau konsumsi, kata Dr Satyawan Pudyatmoko, direktur jenderal konservasi sumber daya alam dan ekosistem di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
-
Bagaimana cara warga kampung memproses cecak untuk ekspor? "Warga kampung membantu menangkap, mengumpulkan, memilah berdasarkan ukuran, mengeringkan dan akhirnya dikemas," kata Satyawan.
-
Apa yang membuat sepak bola menjadi mimpi yang diwujudkan? Sepak bola adalah mimpi yang dibuat nyata melalui kerja keras dan semangat.
-
Apa yang menjadi komoditi utama ekspor Kerajaan Demak? Ia menulis komoditi utama yang menjadi ekspor Kerajaan Demak adalah beras dan bahan-bahan makanan lainnya.
-
Ke mana tembakau dari Jember diekspor? Tembakau-tembakau dari Jember serta beberapa daerah lain di Hindia Belanda diekspor ke luar negeri.
-
Apa yang dimaksud dengan empon-empon? Empon-empon adalah istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada akar dari berbagai jenis tanaman obat. Istilah ini juga biasanya digunakan untuk menyebut ramuan seduhan dari minuman hangat dengan bahan akar dan tanaman herbal.
Dadang (42 tahun) pria yang terus mengembangkan senyum itu adalah perajin rumah panggung Bari, khas Kabupaten Ogan Hilir, Kecamatan Tanjung Sebrang, Sumatera Selatan. Wajar bila wajahnya sumringah. Sebab, produknya menjadi salah satu unggulan dalam pameran Trade Expo Indonesia ke-28, yang digelar Kementerian Perdagangan di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, hari ini, Rabu (16/10).
Dadang menyatakan produk buatan mereka sudah melalang buana ke banyak negara. Padahal sebetulnya, hunian didominasi kayu ini didesain turun-temurun buat kondisi tropis di Sumsel.
"Kami kerja bikin rumah turun-temurun saja. Ilmunya diwariskan orang tua, dari nenek moyang kita. Alhamdulillah, sejak 2000 kami bisa ekspor," ujarnya kepada merdeka.com, Rabu (16/10).
Karena ada permintaan dari orang asing, Dadang dan perajin lain merancang rumah Bari yang bisa dibongkar pasang (knock-down) agar mudah dikapalkan. Untuk memasangnya kembali, pembeli dibekali CD berisi panduan menyusunnya.
Inovasinya tak sia-sia. Rumah berbahan kayu meranti ini sudah dipesan pembeli dari India, Malaysia, Iran, Libanon, hingga Spanyol.
Untuk Rumah Bari tipe 80, Dadang membanderolnya seharga Rp 160 juta. Sementara tipe 46 diberi label harga Rp 45 juta. Rata-rata pembeli mencari tipe 80. Jika diekspor, biaya pengapalan ditanggung pembeli, sehingga, orang asing mengeluarkan duit lebih dari Rp 200 juta untuk 1 unit rumah panggung.
Dadang memperkirakan, orang asing tertarik dengan rumah bari karena desain dan kualitas kayunya yang prima. Kayu meranti menurutnya bebas rayap.
"Pembeli asing itu datang sendiri ke tempat kami di Ogan Hilir. Barangkali modelnya bagus, menarik mereka, dan kayunya kuat. Rumah ini bisa tahan ratusan tahun asal dirawat sama pemiliknya," ungkap Dadang.
Diakuinya, selama dua tahun ini pesanan dari luar negeri memang sedikit berkurang akibat dampak perekonomian global. Sekarang minimal saban bulan ada 5 unit dipesan dari dalam maupun luar negeri. Padahal pernah, di masa jaya, pesanan sampai puluhan unit dalam sebulan.
Dia berharap, keikutsertaan dalam TEI bisa menggenjot pemasukan mereka.
"Terasa kurang lancar sekarang, dulu setiap bulan ada yang diekspor. Kita berharap bisa meningkat penjualan," tutupnya.
(mdk/noe)