Untung Rugi Indonesia Gabung Jadi Anggota BRICS
Keputusan Indonesia untuk menjadi anggota penuh BRICS cukup mengejutkan.
Indonesia secara resmi menjadi anggota penuh BRICS pada hari Senin, 6 Januari 2025, sebagaimana diumumkan oleh Brasil. Sebelumnya, Indonesia hanya berstatus sebagai negara mitra BRICS.
Dengan keanggotaan ini, diharapkan Indonesia dapat memperluas pasar ekspor.
Analis Senior dari Indonesia Strategic and Economic, Ronny Sasmita mengungkapkan bahwa keputusan Indonesia untuk menjadi anggota penuh BRICS cukup mengejutkan.
Hal ini terutama karena Indonesia sebelumnya lebih aktif dalam upaya bergabung dengan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
“Bergabung ke BRICS kalau dikaitkan dengan historis agak mengagetkan, kaitkan dengan personal geopolitik preferensi Prabowo Subianto cenderung solider ke negara-negara berkembang dalam hubungan internasional, ini cukup dipahami,” katanya dalam wawancara dengan Liputan6.com pada Rabu (8/1).
Dia menambahkan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS akan membuka peluang ekonomi yang besar, terutama dalam konteks solidaritas antar negara. Selain itu, Indonesia dapat meningkatkan ekspor ke negara-negara berkembang lainnya.
“Indonesia berada di posisi intermediate. Masuk ke BRICS buka akses pasar lebih besar ke negara berkembang bagi Indonesia, terutama ke Rusia, India, Timur Tengah, Iran termasuk China,” jelasnya.
Ronny juga menyebutkan bahwa peluang ekonomi dengan China menjadi semakin signifikan, mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Namun, dia juga memperingatkan bahwa Indonesia berpotensi menjadi pasar bagi negara-negara BRICS, terutama China.
“Indonesia akan makin dibanjiri produk, teknologi dari China. Teknologi cutting edge, teknologi tingkat tinggi dibanjiri dari China, India, dan Rusia. Kita bisa belajar dari mereka. Namun, ada potensi kita juga jadi pasar bagi mereka,” tambah Ronny.
Di sisi lain, dia menekankan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS juga akan mempermudah akses terhadap transfer teknologi dari China, India, dan Rusia dengan biaya yang lebih terjangkau.
"Teknologi didapatkan kecanggihan kelas dua, tapi dari sisi efisiensi dan harga lebih murah ketimbang teknologi dari Amerika Serikat, Prancis dan Inggris yang mahal,” ujarnya.
Namun, Ronny juga mengingatkan adanya risiko geopolitik yang mungkin muncul akibat keanggotaan Indonesia di BRICS.
Indonesia Perlu Dorong keanggotaan dalam OECD
Ekonom BCA, David Sumual, mengungkapkan bahwa keanggotaan Indonesia dalam BRICS dapat memperkuat negosiasi serta kerja sama di bidang perdagangan dan investasi, baik dengan negara-negara Barat maupun negara-negara Selatan.
Namun, dia juga berpendapat bahwa bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS tidak memberikan keuntungan signifikan dalam hal daya saing produk. Sebaliknya, kondisi ini justru memberikan keuntungan bagi China dalam posisi tawar menawarnya.
"Karena produk yang dijual hampir mirip di antara negara-negara Selatan anggota BRICS. China justru lebih diuntungkan dalam hal bargaining karena negara tersebut ekspor komoditasnya kebanyakan ke China," tuturnya saat dihubungi terpisah.
David juga menekankan pentingnya Indonesia untuk mempercepat proses keanggotaannya di OECD. Hal ini penting karena anggota OECD memiliki standar yang dapat mendorong Indonesia untuk menerapkan praktik-praktik terbaik, seperti good corporate governance (GCG).
"Dengan jadi anggota OECD yang memiliki benchmark dan best practice, akan memaksa RI untuk memiliki standar tinggi, misalnya dalam GCG dan kebijakan ekonomi lainnya. Knowledge sharing dan benchmarking bisa dilakukan dengan negara-negara OECD yang sudah lebih maju," jelasnya.
Apa Itu BRICS?
BRICS dibentuk pada tahun 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan China, dan kemudian menambahkan Afrika Selatan pada tahun 2010.
Pada tahun lalu, kelompok ini kembali berkembang dengan masuknya Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Arab Saudi telah menerima undangan untuk bergabung, tetapi hingga kini belum mengambil langkah tersebut. Selain itu, Turki, Azerbaijan, dan Malaysia telah mendaftar secara resmi, sementara beberapa negara lain juga menunjukkan minat untuk bergabung.
Nama "BRICS" sendiri berasal dari istilah ekonomi yang muncul pada awal 2000-an, yang digunakan untuk merujuk pada negara-negara yang diprediksi akan menjadi kekuatan dominan dalam perekonomian global pada tahun 2050.
Sebelum Indonesia bergabung, BRICS telah mencakup hampir 45 persen dari total populasi dunia dan 35 persen dari produk domestik bruto global berdasarkan paritas daya beli.
Dikutip dari Kanal Cek Fakta Liputan6.com, empat negara di Asia Tenggara yaitu Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia telah menjadi mitra BRICS, yang merupakan kelompok ekonomi negara berkembang yang baru saja mengadakan KTT di Kazan, Rusia.
Selain itu, menurut as-coa.org, BRICS adalah akronim yang merujuk pada kumpulan negara seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Usulan pembentukan BRICS pertama kali disampaikan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam Sidang Umum PBB di New York pada tahun 2006.