Indonesia Jadi Anggota BRICS, Luhut Soroti Kondisi Ekonomi China dan Krisis Energi di Eropa
Bergabungnya Indonesia dalam keanggotaan BRICS bukanlah keputusan yang diambil sembarangan.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan buka suara terkait keanggotaan penuh Indonesia dalam BRICS. Menurutnya, bergabungnya Indonesia dengan blok tersebut akan memperluas pasar nasional dan memberikan peluang ekonomi yang lebih besar.
Namun demikian, bergabungnya Indonesia dalam keanggotaan BRICS bukanlah keputusan yang diambil sembarangan. Luhut menekankan pentingnya kehati-hatian mengingat persoalan yang tengah dihadapi China saat ini, serta situasi di Eropa terkait pasokan gas yang sebagian besar berasal dari Rusia dan kondisi stoknya.
"Ya market kita lebih besar. Ya market kita lebih besar. Karena ini masalah kalau kita enggak hati-hati dengan persoalan yang ada di China sekarang, dan juga persoalan di mana di Eropa, di mana gas sekarang dari mana dari Rusia di stok mereka," kata Luhut dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis (9/1).
Menurutnya hal tersebut dapat menyebabkan krisis energi di Eropa, yang kemudian berdampak pada China. Selain itu, ekonomi China saat ini sedang kurang baik, sementara di Amerika tingkat ketidakpastian tinggi karena tarif yang belum jelas berapa persen akan dinaikkan oleh Presiden Trump.
"Itu akan terjadi nanti masalah krisis energi di mana? Di Eropa. Dan dia turunkan ke Cina. Dan Cina masalah ekonominya juga sekarang lagi kurang baik. Dan Amerika kita uncertainty-nya tinggi karena tarif itu yang baru jelas mau berapa persen dinaikkan oleh Presiden Trump," tegas Luhut.
Pemerintah Menimbang dengan Cermat
Dia menyatakan bahwa pemerintah telah menimbang dengan cermat terkait masalah-masalah yang hingga saat ini terjadi.
"Jadi kombinasi masalah ini memang betul-betul kami cermatin dengan baik," imbuh Luhut.
Sebagaimana diketahui, Direktur China-Indonesia Desk, Celios, Muhammad Zulfikar Rakhmat, berpandangan bahwa ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara China dan AS saat Trump akan mengacak stabilitas ekonomi di beberapa negara, dan ini tentunya akan berimbas pada Indonesia. Ditambah lagi ancaman Trump pada negara anggota BRICS jika melakukan dedolarisasi.
"Reaksi Trump perlu untuk diwaspadai, karena dia merupakan salah satu pemimpin yang membuktikan ucapannya," ucap Zulfikar.
Apabila Amerika memberlakukan tarif 100 persen pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut, sehingga tidak bisa dipungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah.
"Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS," tegas dia.