Dampak Krisis Politik, Wisatawan Batal Liburan ke Korea Selatan
Organisasi Pariwisata Korea Selatan melaporkan dalam enam bulan pertama tahun 2024, jumlah pengunjung yang datang mencapai 7,7 juta.
Industri pariwisata di Korea Selatan tengah bersiap menghadapi tantangan akibat krisis politik yang sedang berlangsung. Pada 3 Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan keadaan darurat militer, yang berdampak pada sektor pariwisata. Pihak berwenang memperkirakan bahwa target kedatangan pengunjung tahun ini tidak akan tercapai. Beberapa hotel dan agen perjalanan di ibu kota melaporkan adanya pembatalan kunjungan akibat masalah terkait keselamatan dalam seminggu terakhir. Meskipun demikian, Korea Selatan tetap optimis untuk menarik jutaan wisatawan pada sisa bulan ini, karena bulan Desember biasanya menjadi periode puncak bagi wisatawan, terutama dari Asia Tenggara. Namun, para pejabat tidak berharap dapat mencapai target 20 juta wisatawan asing tahun ini, sebagaimana yang dikutip dari Channel News Asia, pada Selasa (17/12/2024).
Angka Pariwisata
Peristiwa terbaru ini menjadi hambatan dalam mencapai tujuan pariwisata, ungkap Kim Young-hwan, direktur jenderal Biro Pariwisata dan Olahraga Pemerintah Metropolitan Seoul. Ia menambahkan bahwa masih ada kemungkinan untuk mencapai angka 17 juta wisatawan tahun ini. Menurut Organisasi Pariwisata Korea, jumlah pengunjung yang datang mencapai 7,7 juta dalam enam bulan pertama tahun 2024. Kim berharap industri pariwisata dapat pulih kembali. "Melalui pembaruan yang konsisten tentang perjalanan yang aman, kami berencana untuk melakukan segalanya guna mencapai tujuan kami untuk menarik lebih banyak pengunjung dan mencapai target 30 juta tahun depan," ujarnya.
Kekacauan dalam dunia politik
Yoon mengalami pemakzulan pada hari Sabtu, 14 Desember, dan dipecat dari jabatannya karena upayanya untuk menangguhkan pemerintahan sipil, yang mengakibatkan pasukan berusaha menutup Majelis Nasional Korea Selatan. Meskipun langkah Yoon untuk menerapkan pemerintahan militer hanya berlangsung selama enam jam, deklarasinya telah mengejutkan seluruh negara dan membawa Korea Selatan ke dalam kekacauan politik yang paling parah dalam beberapa tahun terakhir.
Pada hari Senin, 16 Desember, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memulai proses pemakzulan Yoon. Ia bersama sejumlah pejabat senior kini menghadapi penyelidikan kriminal terkait dengan dugaan pemberontakan, penyalahgunaan kekuasaan, dan penghalangan hak-hak individu. Situasi ini menciptakan ketidakpastian yang melanda masyarakat dan memicu berbagai reaksi dari kalangan politik dan publik.
Aksi protes masih berlanjut
Protes yang terjadi di berbagai jalan sejak diumumkannya status darurat militer diperkirakan akan terus berlanjut, menurut Asisten Profesor Myunghee Lee dari James Madison College di Universitas Negeri Michigan. "Para pengunjuk rasa merayakan kemenangan mereka dalam pemakzulan Yoon di Majelis Nasional," ungkap Asisten Profesor Lee yang memiliki fokus penelitian khusus pada kawasan Semenanjung Korea dan Tiongkok.
Beliau juga menambahkan, "Sangat mungkin mereka akan terus turun ke jalan, berjuang (untuk mendesak) Mahkamah Konstitusi untuk membuat keputusan lebih awal daripada nanti." Diperkirakan, pengadilan akan memerlukan waktu antara tiga hingga empat bulan untuk mencapai keputusan tersebut. Beberapa kedutaan besar di negara itu telah memberikan saran kepada warganya untuk menjauhi lokasi-lokasi yang menjadi pusat protes.
Korea Selatan pernah mengalami penurunan sekitar 23 persen dalam jumlah wisatawan yang datang ketika terjadi protes pada tahun 2016 dan 2017, saat masyarakatnya menyerukan pemakzulan mantan presiden Park Geun-hye. Kejadian serupa menunjukkan dampak signifikan terhadap sektor pariwisata, yang menjadi salah satu pilar ekonomi negara tersebut.