Jumlah Jurnalis yang Dibunuh Israel di Gaza Lebih Banyak dari Perang Dunia dan Perang Vietnam
Sejak 7 Oktober, Israel membunuh sedikitnya 70 jurnalis dan pekerja media.
Israel juga menargetkan para keluarga jurnalis di Gaza, Palestina.
Jumlah Jurnalis yang Dibunuh Israel di Gaza Lebih Banyak dari Perang Dunia dan Perang Vietnam
Selama agresinya di Jalur Gaza, Palestina, Israel tidak hanya membunuh warga sipil, tetapi juga para jurnalis. Sejak 7 Oktober, Israel membunuh sedikitnya 70 jurnalis dan pekerja media. Beberapa jurnalis juga hilang menurut data Sindikat Jurnalis Palestina.
Menurut Reporters Without Borders (RSF), jurnalisme di Jalur Gaza sedang dalam proses 'diberantas' karena Israel menolak untuk melindungi personel media.
RSF menyatakan, situasi sangat buruk dihadap jurnalis Palestina di Gaza, di mana 10 orang tewas dalam tiga hari terakhir. Sampai 22 November, total jurnalis yang tewas di Gaza mencapai 48, demikian unggahan RSF di platform X.
Sumber: Al Jazeera dan Indian Express
Kepala kanal Timur Tengah RSF, Jonathan Dagher mengatakan pasukan Israel telah membunuh hampir 50 wartawan di Jalur Gaza dalam 45 hari terakhir, termasuk 11 yang terbunuh saat sedang bekerja. Wartawan internasional dilarang masuk ke Gaza, dan wartawan di sana tidak memiliki perlindungan atau cara untuk keluar.
"Mereka dibunuh satu demi satu. Sejak 7 Oktober, Palestina mengalami pemberantasan jurnalisme yang sesungguhnya. Kami mendesak masyarakat internasional untuk turut turun tangan untuk melindungi jurnalis di Gaza, membuka pintu penyeberangan perbatasan Rafah, dan untuk memungkinkan jurnalis internasional masuk," ujar Dagher.
Salah satu wartawan terkenal, Bilal Jadallah, tewas dalam serangan Israel yang menghantam mobilnya secara langsung saat ia mencoba meninggalkan Kota Gaza melalui Zeitoun pada 19 November. Jadallah dikenal sebagai tokoh terkemuka dalam komunitas media Palestina. Ia adalah ketua dewan Press House-Palestine, organisasi yang mendukung media independen dan wartawan di Gaza.
Meskipun serangan terhadap jurnalis terpusat di utara Gaza, setidaknya lima jurnalis juga tewas di selatan, terutama di Rafah dan Khan Younis. Sebagian besar jurnalis tewas bersama keluarga mereka saat rumah mereka dihantam serangan Israel.
Menurut Federasi Jurnalis Internasional (IFJ), hingga 23 November 2023, jumlah jurnalis yang tewas mencapai 56. IFJ bekerja sama dengan Sindikat Jurnalis Palestina (PJS) untuk memverifikasi informasi secara langsung.
Foto: Pemakaman koresponden TV Mohammed Abu Hatab (Abed Zagout/Anadol)
Mirisnya, banyak jurnalis Palestina juga kehilangan anggota keluarganya dalam serangan udara Israel. Seperti Wael al-Dahdouh, seorang jurnalis yang kehilangan istri, putra, putri, dan cucunya sekaligus dalam serangan udara Israel.
"Mereka membalas dendam pada kami melalui anak-anak kami," katanya setelah menemukan jasad putranya.
Mohamed Abu Hasira, jurnalis kantor berita Wafa yang dijalankan Otoritas Palestina, tewas dalam serangan udara di rumahnya di Gaza bersama 42 anggota keluarganya; dan Mohamed Al Jaja, seorang konsultan di Press-House Palestine, tewas dalam serangan udara di rumahnya bersama istri dan dua putrinya di lingkungan Nasr di utara Gaza.
"Ini adalah kejutan bahwa kami, jurnalis, yang melaporkan kepada dunia apa yang terjadi di sekitar kami, harus melaporkan kisah rekan-rekan kami atau keluarga kami sendiri," kata koresponden Al Jazeera di Gaza, Youmna El Sayed.
Foto: Youmna El Sayed (X/@DaliaHatuqa)
Menurut Al Jazeera, perbandingan jumlah kematian jurnalis di Gaza dengan konflik lain cukup mengejutkan. Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak 2022 menewaskan 17 jurnalis.
Invasi yang dipimpin AS ke Irak juga memicu perang yang sangat mematikan bagi jurnalis. Menurut CPJ, 283 wartawan tewas di Irak sejak 2003, termasuk 11 yang tewas dalam sebulan pertama perang. Perang di Suriah bahkan tidak menyebabkan korban jurnalis dalam sebulan pertama konflik pada tahun 2011, meskipun jumlah tersebut meningkat dramatis menjadi antara 270 dan 715, menurut Syrian Network for Human Rights.
Sementara itu, surat kabar bulanan Prancis Le Monde diplomatique mengkritik kesenjangan perhatian dunia terhadap agresi Israel di Gaza.
"Pembunuhan seorang reporter di Moskow mendorong mereka - dengan benar - untuk menantang rezim otoriter; pembunuhan sepuluh wartawan Palestina hanya membuat mereka mengangkat bahu yang menyedihkan. Pada 14 Oktober, Israel bertanggung jawab atas kematian hampir sepertiga wartawan yang tewas di seluruh dunia pada tahun 2023."
Jadi, untuk perbandingan, 63 jurnalis tewas dalam Perang Vietnam yang berlangsung selama dua dekade, dan 69 jurnalis tewas dalam Perang Dunia II (1939-1945), di mana itu adalah perang paling berdarah yang pernah terjadi dalam sejarah modern.
Dalam zona perang, jurnalis termasuk dalam daftar yang seharusnya dilindungi. Berdasarkan hukum kemanusiaan internasional, menargetkan jurnalis dan warga sipil dengan sengaja dianggap sebagai kejahatan perang. Jurnalis seharusnya memiliki kebebasan dan perlindungan untuk menunaikan pekerjaan mereka tanpa gangguan.
Namun, dalam beberapa minggu pertama perang, tentara Israel mengeluarkan pernyataan kepada agensi berita internasional, yang menyatakan mereka tidak menjamin keselamatan jurnalis yang bertugas di Jalur Gaza.