Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kemlu: Vonis sidang IPT 1965 di luar kerangka hukum internasional

Kemlu: Vonis sidang IPT 1965 di luar kerangka hukum internasional Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir. ©2016 Merdeka.com/Marcheilla Ariesta

Merdeka.com - Majelis Hakim International People Tribunal (Pengadilan Rakyat Internasional) 1965 pada Rabu (20/7) lalu, menyatakan pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas 10 kejahatan kemanusiaan berat pada kurun 1965-1966. Keputusan majelis didasarkan atas proses pengadilan selama 10-13 November 2015 di Kota Den Haag, Belanda.

Kementerian Luar Negeri Indonesia memandang putusan IPT 1965 sekadar perhatian para pegiat terhadap kasus di masa lalu, serta wujud kebebasan berdemokrasi.

"Kegiatan itu di luar kerangka hukum nasional dan internasional," menurut Juru Bicara Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir, di kantornya, Jakarta, Kamis (21/7).

Orang lain juga bertanya?

Menurut putusan IPT 1965, salah satu fakta adanya pelanggaran HAM adalah terbunuhnya lebih dari 500 ribu orang di seluruh Indonesia atas tuduhan terlibat Partai Komunis Indonesia.

Pemerintah dinyatakan bersalah memafasilitasi pembantaian tersebut, yang melibatkan organisasi paramiliter, ormas keagamaan, serta warga sipil. Hasil sidang akan disosialisasikan anggota IPT ke PBB dan lembaga internasional lainnya

suasana sidang rakyat internasional 1965

Suasana Sidang Rakyat Internasional 1965 di Den Haag

Menyinggung vonis tersebut, pria akrab disapa Tata ini yakin tak ada dampak apapun dari hasil sidang IPT terhadap citra pemerintah RI. "Komitmen indonesia soal HAM sudah kritis"," kata Tata.

Sebelumnya diberitakan Majelis Hakim IPT 1965 lewat siaran streaming dari Amsterdam menyatakan pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas 10 kejahatan kemanusiaan berat pada kurun 1965-1966. Selain itu, pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia turut terlibat membantu pelanggaran hak asasi manusia tersebut.

Keputusan majelis didasarkan atas proses pengadilan selama 10-13 November 2015 di Kota Den Haag, Belanda.

"Genosida di Indonesia harus dimasukkan dalam genosida-genosida utama di dunia pada abad ke 20," kata Ketua Majelis Hakim Zak Yacoob.

Selain itu, pemerintah Indonesia menahan lebih dari 600 ribu orang di kamp konsentrasi Pulau Buru tanpa peradilan yang layak. Tuduhan ini mencakup pula penyiksaan tahanan diduga komunis, penghilangan paksa, serta kekerasan seksual yang dialami tahanan politik perempuan oleh aparat keamanan selama Gestok.

"Panel hakim merekomendasikan agar pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas dan keluarga mereka," kata majelis hakim.

(mdk/ard)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Reaksi Keras PDIP Usai MK Tolak Gugatan Ganjar-Mahfud, Singgung Indonesia Masuk Kegelapan Demokrasi
Reaksi Keras PDIP Usai MK Tolak Gugatan Ganjar-Mahfud, Singgung Indonesia Masuk Kegelapan Demokrasi

PDI Perjuangan menilai demokrasi di Indonesia terbatas pada demokrasi prosedural.

Baca Selengkapnya
PDIP: Tidak Masuk Akal Putusan MK Dikoreksi Lembaga Lain
PDIP: Tidak Masuk Akal Putusan MK Dikoreksi Lembaga Lain

Chico menegaskan, posisi dari Mahkamah Konstitusi (MK) adalah mengoreksi dari undang-undang yang dihasilkan DPR.

Baca Selengkapnya
Iluni FH UI Tolak RUU Pilkada Anulir Putusan MK: Pembegalan Demokrasi Nyata Dipertontonkan
Iluni FH UI Tolak RUU Pilkada Anulir Putusan MK: Pembegalan Demokrasi Nyata Dipertontonkan

Revisi ini dinilai sebagai praktik pembegalan demokrasi yang secara nyata dipertontonkan kepada publik.

Baca Selengkapnya
Sekjen PDIP Nilai Tragedi Kudatuli Harusnya Pelanggaran HAM Berat
Sekjen PDIP Nilai Tragedi Kudatuli Harusnya Pelanggaran HAM Berat

Menurut Hasto, pengungkapan tragedi Kudatuli diharapkan mampu menghilangkan kekuasaan yang menindas.

Baca Selengkapnya
Moeldoko Ogah Tanggapi Desakan Anwar Usman Dipecat dari MK: Banyak Urusan Negara yang Lebih Penting
Moeldoko Ogah Tanggapi Desakan Anwar Usman Dipecat dari MK: Banyak Urusan Negara yang Lebih Penting

Moeldoko pun mengingatkan masyarakat untuk tetap menjaga suasana politik agar tetap damai, dengan tidak mencampuri urusan hukum.

Baca Selengkapnya
Hasto Sengketa Pilpres di Momen Hari Kartini: Semoga MK Ketuk Palu Emas, Bukan Palu Godam
Hasto Sengketa Pilpres di Momen Hari Kartini: Semoga MK Ketuk Palu Emas, Bukan Palu Godam

Hasto Sengketa Pilpres di Momen Hari Kartini: Semoga MK Ketuk Palu Emas, Bukan Palu Godam

Baca Selengkapnya
MK Tolak Sengketa Pileg PDIP untuk DPRD Kalimantan Selatan
MK Tolak Sengketa Pileg PDIP untuk DPRD Kalimantan Selatan

MK mencatat hal disoal pemohon terhadap hasil penghitungan perolehan suara seharusnya disampaikan saat proses rekapitulasi.

Baca Selengkapnya
Wiranto Heran Isu Pelanggaran HAM Kerap Dimunculkan Jelang Pilpres
Wiranto Heran Isu Pelanggaran HAM Kerap Dimunculkan Jelang Pilpres

Wiranto Heran dengan Isu Pelanggaran HAM yang Kerap Dimunculkan Jelang Pilpers

Baca Selengkapnya
FOTO: Momen Hasto Blak-blakan Jokowi Tak Diundang di Rakernas V PDIP, Ini Alasannya
FOTO: Momen Hasto Blak-blakan Jokowi Tak Diundang di Rakernas V PDIP, Ini Alasannya

Hasto menegaskan, yang diundang adalah mereka yang menjaga demokrasi hukum dan mau menegakkan hukum.

Baca Selengkapnya
Menko Luhut Tanggapi Heboh Putusan MK Ubah Syarat Pilkada: Ada Pihak yang Diuntungkan
Menko Luhut Tanggapi Heboh Putusan MK Ubah Syarat Pilkada: Ada Pihak yang Diuntungkan

Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD, dengan syarat tertentu.

Baca Selengkapnya
Megawati Singgung Kondisi Hukum Kekinian: Berkeadilan Vs Manipulasi
Megawati Singgung Kondisi Hukum Kekinian: Berkeadilan Vs Manipulasi

Megawati mencontohkan, hukum dimanipulasi adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Hakim MK Ungkap Pertimbangan Soal Intervensi Jokowi dan Prabowo-Gibran Didiskualifikasi
VIDEO: Hakim MK Ungkap Pertimbangan Soal Intervensi Jokowi dan Prabowo-Gibran Didiskualifikasi

Mahkamah Konstitusi menyatakan tuduhan adanya intervensi Presiden Jokowi dalam meloloskan pasangan capres dan cawapres tidak beralasan hukum

Baca Selengkapnya