Netizen Serukan Boikot Film Captain America Terbaru karena Promosikan Israel dan Normalisasi Kekerasan terhadap Rakyat Palestina
Seruan boikot muncul setelah Marvel merilis trailer film tersebut.
Seruan boikot muncul setelah Marvel merilis trailer film tersebut.
Netizen Serukan Boikot Film Captain America Terbaru karena Promosikan Israel dan Normalisasi Kekerasan terhadap Rakyat Palestina
Warganet ramai-ramai kembali menyerukan boikot film "Captain America" yang bakal dirilis tahun depan, setelah trailernya keluar pada Jumat. Marvel, produsen fim tersebut, dituding mempromosikan Israel di tengah perang genosida yang sedang berlangsung di Gaza, Palestina.
Teaser untuk Captain America: Brave New World menggambarkan Presiden AS yang baru terpilih Thaddeus 'Thunderbolt' Ross yang diperankan oleh Harrison Ford, menawarkan posisi militer resmi kepada Captain America yang diperankan Anthony Mackie.
Trailer tersebut menampilkan beberapa adegan aksi, termasuk klip singkat yang menampilkan aktor Israel Shira Haas, yang awalnya dijadwalkan untuk memerankan Sabra, seorang mutan yang bertugas sebagai agen badan intelijen Israel Mossad.
Namun dalam pernyataannya, Marvel mengatakan Sabra tidak lagi menggunakan alter egonya, dan sebagai gantinya akan tetap menjadi Ruth Bat-Seraph - mantan Black Widow dan saat ini merupakan "pejabat tinggi pemerintah AS yang memiliki kepercayaan Presiden Ross", seperti dikutip dari Middle East Eye, Kamis (18/7).
Perubahan ini terjadi setelah seruan selama bertahun-tahun untuk memboikot Marvel atas keputusan studio tersebut memasukkan karakter dari Mossad ke dalam franchise filmnya, yang menurut banyak orang menormalisasi kekerasan Israel terhadap warga Palestina.
Meskipun sejumlah kecil warganet menerima perubahan latar belakang Sabra sebagai tanda bahwa “boikot berhasil”, banyak pengguna media sosial yang masih tidak yakin.
"Mereka mungkin telah mengganti namanya menjadi Black Widow, berdasarkan pengumuman trailer mereka," kata salah satu pengguna. "Tapi dia masih memiliki nama sipil yang sama, dan dia masih didasarkan pada karakter rasis dan bermasalah."
Karakter Sabra, yang memulai debutnya dalam komik pada tahun 1980-an, mengenakan kostum biru-putih yang menampilkan jepitan jubah Bintang Daud dan secara luas dipandang sebagai personifikasi negara Israel.
Bahkan nama tokohnya sudah lama menjadi bahan perdebatan.
Sabra adalah istilah slang yang digunakan oleh sebagian orang Israel untuk menggambarkan orang Yahudi yang lahir di Israel. Namun yang lebih simbolis bagi banyak pendukung pro-Palestina adalah bahwa nama Sabra identik dengan pembantaian Sabra dan Shatila pada tahun 1982, di mana hingga 3.000 warga sipil – sebagian besar warga Palestina dan Lebanon – dibunuh oleh milisi sayap kanan Lebanon yang didukung Israel.
“Salah satu karakter paling rasis yang pernah diciptakan dalam komik dan mereka bahkan tidak berusaha menyembunyikannya. Bentuk propaganda Zionis yang paling mencolok,” tulis seorang pengguna.
Pengguna lain menuduh film tersebut “whitewashing/menutupi” Israel, yang menghadapi tuduhan kejahatan perang dan genosida di Mahkamah Internasional,
di tengah serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Sedikitnya 38.664 warga Palestina, sebagian besar warga sipil, terbunuh sejak dimulainya perang genosida Israel pada Oktober 2023 dan hampir 90.000 orang terluka.
Warganet pro-Palestina juga mengkritik film tersebut karena menampilkan aktor Israel. Pada akhir 2022, sebuah petisi yang menyerukan pemecatan aktor tersebut mengumpulkan lebih dari 8.000 tanda tangan.
Middle East Eye telah menghubungi studio Haas dan Marvel untuk memberikan komentar.
Kontroversi muncul pada tahun 2022 ketika Marvel mengumumkan akan menampilkan Haas sebagai Sabra. Banyak pengguna media sosial mempertanyakan keputusan untuk memasukkan karakter tersebut, yang tidak tampil menonjol dalam komik atau film, ke dalam film, dan beberapa orang mengecam karakter tersebut sebagai "Kapten Apartheid".
Pada November, gerakan Boikot, Divestasi dan Sanksi (BDS) menyerukan boikot terhadap "film superhero apartheid Israel Marvel".
Seruan serupa disampaikan organisasi lain selama bertahun-tahun, seperti Institute for Middle East Understanding, yang merilis pernyataan yang mengkritik penggambaran karakter tersebut karena “mengglorifikasi tentara dan polisi Israel” pada tahun 2022.
“Dengan mengagungkan tentara dan polisi Israel, Marvel mempromosikan kekerasan Israel terhadap warga Palestina dan memungkinkan penindasan berkelanjutan terhadap jutaan warga Palestina yang hidup di bawah pemerintahan militer otoriter Israel,” bunyi pernyataan tersebut.