Skandal Memalukan Guncang Universitas Harvard, Kampus Nomor Satu Dunia
Universitas Harvard diguncang skandal terkait dugaan rasisme dan nepotisme yang telah berlangsung puluhan tahun.
Skandal Memalukan Guncang Universitas Harvard, Kampus Nomor Satu Dunia
Skandal Memalukan Guncang Universitas Harvard, Kampus Nomor Satu Dunia
Universitas Harvard di Boston, Amerika Serikat (AS) tengah diguncang skandal. Kampus ini diduga melakukan nepotisme, menerima mahasiswa yang memiliki ikatan keluarga dengan elit atau pejabat di perguruan tinggi nomor satu di dunia ini. Atas hal ini, Harvard mendapat gugatan. Kelompok advokasi mengajukan petisi kepada pemerintah agar tidak lagi mengakui Harvard sebagai bagian dari Ivy League.
Kampus Ivy League
Ada delapan universitas Ivy League di AS, memiliki reputasi tinggi atas berbagai pencapaiannya dan juga memiliki prestise sosial.
Skandal Memalukan Guncang Universitas Harvard, Kampus Nomor Satu DuniaRasisme dan Nepotisme
Kebijakan universitas ini sejak lama dinilai hanya menguntungkan orang-orang kulit putih dan kaya raya.
Dikutip dari BBC, Rabu (5/7), gugatan federal diajukan beberapa hari setelah Mahkamah Agung AS memutuskan Harvard dan kampus-kampus AS lainnya tidak boleh lagi mempertimbangkan ras calon mahasiswa sebagai faktor utama penerimaan.Dalam keputusan penting yang diketok pada Kamis pekan lalu, Mahkamah Agung memberikan suara 6-3 untuk mencabut tindakan afirmatif, tindakan yang telah berlangsung puluhan tahun tersebut. Tindakan afirmatif telah lama dipertahankan sebagai kebijakan yang berguna untuk meningkatkan keragaman di universitas, tetapi Ketua Mahkamah Agung John Roberts menulis dalam opini mayoritasnya bahwa proses yang digunakan oleh Harvard dan lainnya "memilih yang kalah dan yang kalah berdasarkan warna kulit mereka".
Didorong oleh keputusan itu, Lawyers for Civil Rights (LCR) - organisasi nirlaba yang berbasis di Boston - mengajukan gugatan hak sipil federal padaSenin terhadap Harvard karena memberikan "preferensi khusus dalam proses penerimaannya kepada ratusan mahasiswa yang kebanyakan berkulit putih - bukan karena apa pun yang telah mereka capai, melainkan semata-mata karena siapa kerabat mereka". Gugatan itu diajukan bersama Departemen Pendidikan Kantor Hak-Hak Sipil, menduga Harvard melanggar Judul VI Undang-Undang Hak Sipil.Gugatan ini mengutip sejumlah studi yang diterbitkan National Bureau of Economic Research, lembaga think tank, yang menunjukkan hampir 70 persen pendaftar yang ada kaitannya dengan keturunan dan pendonor adalah berkulit putih, dan mereka enam sampai tujuh kali lebih mungkin untuk diterima di Harvard daripada pelamar di luar kategori tersebut.
Foto: Kampus Harvard/AFP
Lebih jauh, laporan National Bureau of Economic Research menunjukkan di antara mahasiswa berkulit putih yang diterima, lebih dari 43 persen merupakan atlet, mereka yang ada dalam daftar dekan, anak-anak pejabat dan staf kampus.
Foto: harvard.edu
"Preferensi ini diberikan tanpa memperhatikan kredensial atau prestasi pendaftar. Ini secara sistematis merugikan mahasiswa kulit berwarna."
National Bureau of Economic Research.
Pihak Penggugat
Gugatan ini diajukan atas nama perwakilan komunitas kulit hitam dan Latina di kawasan New England. Gugatan ini menyerukan Departemen Pendidikan menyelidiki tindakan afirmasi ini, menetapkan hal tersebut ilegal dan memerintahkan Harvard untuk mengakhiri praktik tersebut jika tetap ingin menerima dana federal.
"Mari diperjelas: tindakan afirmasi ini masih ada bagi orang-orang kulit putih. Itu disebut penerimaan warisan."
Barbara Lee, anggota Kongres AS dari Demokrat
Tanggapan Harvard
Terkait gugatan ini, pihak Universitas Harvard menolak mengomentarinya. Namun sebelumnya universitas ini merilis pernyataan terkait keputusan Mahkamah Agung. Dalam pernyataannya, Harvard mengatakan pihaknya akan tetap menerima orang-orang dari berbagai latar belakang dan perspektif,