Ketika Sukarno Marah kepada Ibrahim Adjie
Merdeka.com - Dia disebut-sebut sebagai salah satu 'jenderal kesayangan' Bung Karno. Namun soal PKI, dia tak ragu bersilang pendapat dengan sang presiden hingga membuatnya 'didubeskan'.
Penulis: Hendi Jo
SELASA, 5 Oktober 1965. Di tengah situasi panas yang tengah melanda Jakarta pasca meletusnya Insiden 30 September 1965, sepucuk surat dari Istana Bogor tiba Wisma Yaso. Surat itu dari Presiden Sukarno untuk salah satu istrinya Ratna Sari Dewi. Selain mengabarkan kondisi dirinya, Sukarno pun memberitahu jika hari itu dia akan memanggil sejumlah jenderal yang berpengaruh di Angkatan Darat. Salah satunya adalah Mayor Jenderal Ibrahim Adjie, Panglima Kodam VI Siliwangi.
-
Kenapa Kue Pelite disukai Bung Karno? Menurut masyarakat setempat, dulunya Bung Karno sering dibawakan makanan oleh masyarakat setempat. Dari semua makanan yang dibawakan kepadanya, Kue Pelite ini adalah favoritnya.
-
Siapa pemilik rumah pengasingan Bung Karno? Ternyata, rumah megah bercat putih itu milik seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang bernama Tjang Tjeng Kwat.
-
Bagaimana patung Bung Karno diresmikan? Pada Rabu (23/8) patung Bung Karno diresmikan di Omah Petroek. Peresmiannya dihadiri tokoh-tokoh penting di antaranya Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo.Di sela-sela mereka, juga tampak budayawan Romo Shindu selaku pemilik tempat.
-
Kapan Bung Karno diasingkan ke Bengkulu? Provinsi Bengkulu pernah menjadi tempat pengasingan Presiden Soekarno selama era sebelum kemerdekaan dalam rentang tahun 1938-1942.
-
Siapa ibu dari Bung Karno? Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, menjadi orang hebat salah satunya berkat peran besar sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai.
-
Mengapa Bung Karno sungkem pada ibunya? Sadar betapa besarnya jasa sang ibu, Bung Karno selalu menghomati perempuan yang melahirkan dan membesarkannya itu.
"Surat itu kemudian diberikan oleh Ibu Dewi kepada Papi saat mereka bertemu di Inggris beberapa tahun kemudian," ungkap Kiki Adjie (71), putra kedua Ibrahim Adjie.
Bukan rahasia lagi saat itu jika Ibrahim Adjie adalah salah satu 'jenderal kesayangan' Bung Karno. Menurut Kiki, saat Si Bung Besar “terjebak” di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusumah pada 1 Oktober 1965, secara diam-diam ayahnya mengirimkan 'pesan' ke Halim untuk secepatnya memindahkan Presiden Sukarno ke Istana Bogor, yang merupakan wilayah kewenangannya.
"Papi bilang jika tak juga diberangkatkan ke Bogor, dia dan jajarannya akan menyerbu Jakarta," ujar Kiki.
Singkat cerita, Bung Karno pun diterbangkan ke Istana Bogor. Sehari kemudian, dia mengirimkan surat singkat kepada Adjie. Isinya: permintaan untuk menyelamatkan Angkatan Darat Republik Indonesia dari ancaman neo kolonialisme (nekolim). Bersama surat itu, Sukarno pun menyelipkan foto dirinya dan selembar uang berjumlah seratus rupiah. Ketiga benda bersejarah itu kini masih dirawat baik oleh Kiki Adjie.
Usai meletusnya Insiden 30 September 1965, di Jakarta sendiri mulai marak aksi-aksi pengganyangan terhadap PKI. Pada 10 Oktober 1965, kantor CC PKI yang beralamat di Jalan Kramat Raya no.81 dibakar massa antikomunis. Orang-orangnya diburu, disiksa dan bahkan dibunuhi.
Hal yang sama terjadi pula di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Dalam waktu yang sangat singkat, tiba-tiba saja jutaan pengikut komunis di Indonesia menjadi musuh masyarakat nomor satu.
Situasi tersebut tentu saja membuat Ibrahim Adjie dan Gubernur Mashudi waswas. Baru saja tiga tahun masyarakat Jawa Barat lepas dari perang saudara dengan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII), apakah harus lagi berhadapan dengan kekerasan? Demikian pikir Adjie dan Mashudi saat itu.
Merasa tidak tega lagi memberikan situasi yang berdarah-darah kepada masyarakat Jawa Barat, Adjie dan Mashudi lantas membuat keputusan yang sangat krusial: membubarkan PKI di Jawa Barat.
"Melalui briefing di Aula Kodam VI pada 17 November 1965, Pangdam VI/Siliwangi Mayjen Ibrahim Adjie di hadapan para wakil partai politik dan organisasiorganisasi massa mengumumkan pembubaran PKI dan ormas-ormasnya," tulis buku 'Komunisme di Indonesia Jilid IV: Pemberontakan G30S/PKI dan Penumpasannya' (disusun oleh Pusat Sejarah TNI).
Akibat keputusan itu, Adjie kemudian dipanggil Presiden Sukarno ke Istana Bogor. Di hadapan 'anak kesayangannya' itu, Si Bung Besar menumpahkan rasa kecewa dan marahnya.
"Itu hak prerogatif presiden, bukan wewenangmu,Djie!" ujar Sukarno.
"Tapi saya bertanggungjawab terhadap rakyat Jawa Barat, Pak. Dengan membubarkan PKI, maka saya dapat melindungi para anggotanya dari amukan masyarakat," jawab Adjie.
Bung Karno tetap tak terima. Dia kembali menyatakan bahwa 'kesalahan segelintir pimpinan PKI, tidak berarti menjadikan partai-nya menjadi salah'. Sebaliknya, Adjie pun ngotot merasa telah berbuat benar. Perdebatan pun tak menemui ujung. Mereka berdua akhirnya berpisah dalam situasi yang tidak mengenakan.
Hal yang sama kemudian terulang kembali pada 13 Maret 1966. Kepada Wakil Perdana Menteri II J. Leimena, Adjie 'membenarkan' apa yang dilakukan Letnan Jenderal Soeharto ketika membubarkan PKI secara nasional menyusul turunnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Leimena mengatakan tindakan Soeharto itu membuat Sukarno sangat murka.
"Kenapa harus marah? Siapa yang membubarkan PKI," tanya Adjie seperti dikisahkan dalam Pikiran Rakyat, 7 Oktober 1989.
"Ya Jenderal Soeharto," jawab Leimena.
"Lha bagaimana? Betul Soeharto yang membubarkan PKI, tapi kan dia melakukannya berdasarkan Surat Perintah Sebelas Maret," kata Adjie.
Beberapa bulan setelah kejadian itu, Adjie kemudian naik pangkat menjadi letnan jenderal. Namun kenaikan itu dibarengi penugasan dari presiden untuk menjadi duta besar di Inggris. Sebagai tentara, tanpa banyak pertimbangan, Adjie menerima tugas itu dengan lapang dada. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejumlah tokoh militer senior dan sipil kecewa. Mereka mempertanyakan sikap Soeharto yang menyeret ABRI sebagai alat kekuasaan.
Baca SelengkapnyaAncaman hingga percobaan pembunuhan datang dari kawan dekatnya semasa indekos di Surabaya
Baca SelengkapnyaPeristiwa Maukar terjadi di tengah kondisi politik yang penuh gejolak. Ketika berbagai pemberontakan muncul di daerah-daerah yang menginginkan otonomi daerah.
Baca SelengkapnyaJenderal yang paling dipercaya ini tiba-tiba berani mengkritik sepak terjang anak presiden. Jabatan taruhannya.
Baca SelengkapnyaSoekarno yang mendengar isu Dewan Jenderal ini lantas berniat untuk menghadirkan para jenderal ke Istana.
Baca SelengkapnyaPresiden Sukarno segera mencari sosok pengganti sementara panglima Angkatan Darat karena Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani diculik.
Baca SelengkapnyaGubernur Jenderal Van Mook menggambarkan bahwa Amir merupakan orang yang tak mengenal kata takut.
Baca SelengkapnyaTNI versus Tokoh PKI Kebal Peluru, apa yang dilakukan untuk melawan PKI?
Baca SelengkapnyaDikenal sebagai antitesis Soeharto, sosok Benny Moerdani ternyata memiliki kisah tak terungkap antara dirinya dan sang Presiden kedua RI. Simak ulasan berikut.
Baca SelengkapnyaPerayaan ulang tahun ke-66 itu dihadiri keluarga dan teman-teman terdekat secara sederhana di salah satu ruangan di Istana Bogor.
Baca SelengkapnyaIa pernah menolak perintah Presiden Soeharto dan menjelaskan kesalahan sang kepala negara memberi perintah tersebut
Baca SelengkapnyaPejuang asal Padang ini pencetus lahirnya pemberontakan untuk mengkritik pemerintahan rezim Soekarno yang dianggap inkonstitusional.
Baca Selengkapnya