Tragedi Peter Erberveld: Kebencian Seorang Indo Terhadap VOC
Merdeka.com - Merasa hak-nya diganggu, seorang tuan tanah peranakan Jerman diam-diam menyusun kekuatan untuk melawan VOC.
Penulis: Hendi Jo
Monumen tua itu masih berdiri kokoh. Tingginya sekitar dua meter. Warna putih pucat dimakan zaman. Tepat di puncaknya, sebongkah tengkorak terpancang lembing berdiri angker menantang langit. Persis di badan tengah tembok itu, bait-bait tulisan kuno berderet kaku.
-
Apa yang dilakukan tentara Jerman di Indonesia? Mereka sendiri tak beniat bertempur dengan pihak Indonesia. Namun Inggris menjadikan mereka 'tameng' untuk menjaga orang-orang Belanda yang ditahan Jepang.
-
Bagaimana Jahja melawan Belanda? Ia mendeklarasikan bahwa dengan menggunakan Bahasa Indonesia karena merasa seorang Indosioner. Momen puncaknya ketika Jahja sedang berpidato dengan berapi-api menggunakan Bahasa Indonesia. Hal memicu pihak Belanda geram dan dirinya pun mendapat gelar “Jago Bahasa Indonesia di Volksraad“ dalam koran-koran Pribumi.
-
Kenapa Cornelisz ingin merebut harta VOC? Dia ingin merebut harta benda VOC dan mendirikan kerajaan sendiri di pulau terpencil.
-
Dimana letak benteng VOC di Jepara? Di atas bukit ini terdapat sebuah benteng peninggalan Belanda.
-
Siapa yang memimpin VOC di Pariaman? Kapal-kapal tersebut dipimpin oleh Paulus van Cardeen yang melakukan pelayaran ke arah Utara.
-
Bagaimana VOC menguasai Banten? Lambat laun, pemerintahan Belanda melalui kongsi dagangnya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berhasil menguasai Bantam secara keseluruhan.
"Sebagai kenang-kenangan yang menjijikan atas dihukumnya sang pengkhianat Pieter Erberveld. Karena itu dipermaklumkan kepada siapapun, mulai sekarang tidak diperkenankan untuk membangun dengan kayu, meletakan batu bata dan menanam apapun di tempat ini dan sekitarnya. Batavia, 14 April 1722," demikian kira-kira terjemahan bebas dari bunyi huruf-huruf berbahasa Belanda dan Jawa itu.
Bersama ratusan prasasti lainnya, monumen itu merupakan bagian dari Museum Prasasti, Jakarta Pusat. Aslinya benda tersebut berasal dari Kampung Pecah Kulit (sekarang Jalan Pangeran Jayakarta di Jakarta Utara).
Namun sejak dijalankannya proyek relokasi oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1977, tembok berpenampilan angker itu dipindahkan ke sana. Lantas siapa Peter Erberveld yang disebut dalam prasasti itu?
"Saya tidak tahu pasti. Katanya sih dia itu dulu salah satu pemberontak yang paling dibenci kompeni," ujar Asim, salah seorang penjaga di Museum Prasasti.
Tanah Disita VOC
Keterangan Asim memang benar adanya. Adolf Heukeun dalam Historical Sites of Jakarta menyatakan pemberontakan Peter Erberveld memang tercatat dalam dokumentasi pemerintah Hindia Belanda. Cerita bermula dari sebuah peristiwa yang terjadi pada 1708.
Syahdan, pemerintah VOC (Maskapai Perdagangan Hindia Timur) lewat Dewan Hemradeen (Collage van Heemraden) menyita ratusan hektar tanah di Pondok Bambu atas nama kepemilikan Peter Erberverld. Alasannya, tanah itu tak memiliki akte yang disahkan oleh VOC.
Pieter Erberveld adalah seorang peranakan indo. Ayahnya bernama Peter Erberveld Senior, seorang pengusaha kulit binatang yang berasal dari kota Elberfeld (kini merupakan bagian kota Wuppertal di negara bagian Nordrhein-Westphalen, Jerman). Ibu Pieter sendiri berasal dari Siam (Thailand). Namun berbeda dengan Heukeun, jurnalis sejarah Alwi Sahab menyebut sang ibu justru berasal dari Jawa.
Bisa jadi karena memiliki darah pribumi, Pieter jadi memiliki hubungan baik dengan orang-orang lokal. Itu dibuktikan saat terjadi penyitaan tanah oleh VOC, rakyat kebanyakan berdiri di belakangnya.
Kendati Pieter didukung masyarakat, VOC tetap bersikeras menyita tanah juragan Jerman itu. Alih-alih membebaskannya, Gubernur Joan van Hoorn malah menambah hukuman dengan mewajibkan Pieter menyerahkan denda 3.330 ikat padi kepada VOC.
Kebencian yang Mendalam pada VOC
Pieter tak kuasa melawan keinginan VOC. Namun sejak peristiwa tersebut, diam-diam dia memendam rasa benci kepada perusahaan multinasional tersebut.
Pieter pun tahu jika dalam menjalankan bisnisnya, VOC berlaku licik, kejam dan korup. Semua praktik hitam itu kelak yang menurut Thomas B Ataladjar dalam buku Toko Merah Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung, akan menjadi biang keladi kebangkrutan VOC pada 1799.
Penyitaan tanah di Pondok Bambu menjadikan hubungan antara Pieter dengan VOC menjadi tegang dan penuh kecurigaan. Namun sebaliknya, dengan kalangan masyarakat pribumi, kejadian yang menimpa Pieter itu justru memunculkan sikap simpati yang lebih besar.
Sebagai tanda hubungan baik itu berlangsung, Pieter sering berkunjung ke rumah para tokoh masyarakat pribumi. Bahkan tak jarang dia mengadakan pertemuan dengan orang-orang local di rumahnya yang terletak di kawasan yang sekarang bernama Kampung Pecah Kulit. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Seorang perwira berdarah Belanda totok ini diangkat menjadi Gubernur Hindia Belanda karena keterlibatannya dalam menyudahi Perang Aceh yang berkepanjangan.
Baca SelengkapnyaUntuk memperkuat pertahanan di Solor, VOC membangun ulang dan memperkuat benteng yang sebelumnya sudah dibangun Portugis.
Baca SelengkapnyaMeski namanya sangat kental dengan Belanda, namun sosoknya menjadi pionir dalam menciptakan ejaan Bahasa Indonesia yang kita sekarang gunakan ini.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Kecintaannya dalam mengkaji hukum adat hingga hukum tata negara di Hindia Belanda membuat dirinya dijuluki sebagai "Bapak Hukum Adat".
Baca SelengkapnyaVan Mook menganggap bahwa koloni Hindia Timur Belanda, khususnya Pulau Jawa, sebagai bagian terpisah dari negeri Belanda
Baca SelengkapnyaSuropati jadi incaran pihak kolonial Belanda setelah terbunuhnya seorang opsir VOC
Baca SelengkapnyaDahulu meriam ini kabarnya terlambat datang ke Pulau Jawa sehingga Inggris berhasil menguasai Batavia.
Baca SelengkapnyaKondisi rumah tangga Baim Wong dan Paula Verhoeven kini tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Baca SelengkapnyaRamai diisukan cerai, Baim Wong dan Paula Verhoeven jarang terlihat bersama.
Baca Selengkapnya