Mengenal Hadits Shahih, Hasan, dan Dhaif, Pahami Syarat-Syaratnya
Hadis adalah salah satu sumber hukum Islam yang disepakati oleh para ulama. Didalamnya berisi perkataan, perbuatan, dan sikap Nabi yang telah dicatat.
Sebagai umat Islam, kita wajib mengetahui status suatu hadis.
Mengenal Hadits Shahih, Hasan, dan Dhaif, Pahami Syarat-Syaratnya
Selain kitab suci Al-Qur'an, terdapat hadis yang menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan di dunia.
“Hadis” atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru). Kata hadis juga memiliki arti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
Hadis adalah salah satu sumber hukum Islam yang disepakati oleh para ulama. Hadis berisi perkataan, perbuatan, dan sikap Nabi Muhammad SAW yang dicatat dan disebarkan oleh para sahabat, tabiin, dan ulama.
-
Bagaimana cara menilai kebenaran Hadis? Mengutip NU Online, hadis sahih ialah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang berkualitas dan tidak lemah hafalannya, di dalam sanad dan matannya tidak ada syadz dan illat.
-
Bagaimana cara menentukan kualitas hadis? Kelima unsur tersebut sebagai pertimbangan penilaian sebuah riwayat, masuk dalam kategori shahih, hasan, atau dhaif.
-
Kenapa penting memahami hadis dalam Islam? Hadis merupakan sumber kedua dalam rujukan pengambilan hukum, maka sangat penting bagi umat Muslim untuk mempelajari dan menggali hadis-hadis.
-
Kenapa penting mempelajari unsur hadis? Pengertian hadis bisa dianggap sempurna manakala memenuhi lima unsur penting, yakni rawi, sanad, mukharrij, shiyaghul ada' dan matan hadis.
-
Apa fungsi utama hadis terhadap Alquran? Hadis sebagai sumber Islam tentunya untuk menjelaskan lebih detail apa yang dijelaskan dalam Alquran. Hadis memiliki fungsi utama untuk menegaskan, memperjelas, dan menguatkan hukum-hukum dan hal lain yang ada di Alquran.
-
Bagaimana hadis memperjelas isi Alquran? Dalam hal ini sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:'Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima salat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu' (HR.Bukhori dan Abu Hurairah) Hadits di atas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:'Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki' - (QS.Al-Maidah:6)
Apa Itu Sanad?
Ketika membahas tentang hadis, kita akan sering mendengar istilah sanad. Sanad adalah salah satu unsur penting dalam hadis yang berfungsi sebagai jalan yang menghubungkan matan hadits dengan Nabi Muhammad SAW. Sanad terdiri dari rangkaian nama-nama rawi atau perawi yang menyampaikan hadis dari satu generasi ke generasi berikutnya sampai mencapai Nabi Muhammad SAW. Sanad menunjukkan sumber, kualitas, dan keaslian suatu hadis.
Metode Sanad dan Matan untuk Menilai Hadis
Metode sanad dan matan adalah dua cara yang digunakan untuk menilai keshahihan hadis. Sanad adalah rangkaian periwayat yang menyampaikan hadis dari Nabi Muhammad SAW, sedangkan matan adalah isi atau teks hadis itu sendiri.
Berikut penjelasan singkat tentang metode sanad dan matan:
Metode ini bertujuan untuk menguji keandalan dan kredibilitas para periwayat hadis. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh sanad agar hadisnya dianggap sahih, antara lain:
- Sanad harus bersambung, artinya tidak ada celah atau putus antara periwayat yang satu dengan yang lain sampai ke Nabi.
- Periwayat harus adil, artinya memiliki akhlak dan integritas yang baik, serta tidak melakukan dosa besar atau kecil secara terang-terangan.
- Periwayat harus dabit, artinya memiliki kemampuan menghafal dan memelihara hadits dengan baik, serta tidak mudah lupa atau keliru.
- Sanad harus terhindar dari syuzuz, artinya tidak bertentangan dengan sanad lain yang lebih kuat atau lebih banyak.
- Sanad harus terhindar dari illat, artinya tidak memiliki cacat atau kelemahan yang tersembunyi, seperti adanya perselisihan, manipulasi, atau kesalahan dalam sanad.
Metode ini bertujuan untuk menguji kebenaran dan konsistensi isi hadis. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode ini, antara lain:
- Matan harus sesuai dengan Al-Qur’an, artinya tidak ada kontradiksi atau pertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.
- Matan harus sesuai dengan hadis mutawatir, artinya tidak ada kontradiksi atau pertentangan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang dan diterima secara umum.
- Matan harus sesuai dengan akal sehat, artinya tidak ada hal-hal yang mustahil, aneh, atau tidak masuk akal dalam matan.
- Matan harus sesuai dengan sejarah, artinya tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan fakta-fakta sejarah yang dapat dibuktikan.
Periwayatan Hadis
Menurut Jurnal Ilmu Hadits UIN Sunan Gunung Djati Bandung, periwayatan hadis dan penulisan hadis jauh berbeda dengan periwayatan dan penulisan Al-Qur'an. Untuk Al-Qur'an, semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir (berita yang diriwayatkan oleh orang banyak). Sedangkan periwayatan hadis, sebagian dilakukan secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad (disampaikan oleh orang orang yang tidakmencapai tingkat mutawatir).
Berdasar uraian di atas dan dilihat dari segi periwayatannya, seluruh ayat Al-Qur'an tidak perlu diteliti lagi tentang orisinalitasnya. Sementara hadis nabi yang berkategori ahad diperlukan pengkajian dan penelitian lebih lanjut.
Secara umum, macam-macam hadis terbagi menjadi 3, yaitu hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dhaif.
1. Hadis Shahih
Kata shahih menurut bahasa berasal dari kata shahha, yashihhu, suhhan wa shihhatan wa shahahan, yang menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah dan yang benar. Para ulama biasa menyebut kata shahih sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadist shahih menurut bahasa berarti hadis yang sah, hadis yang sehat atau hadis yang selamat.
Hadis shahih didefinisikan oleh Ibnu Ash Shalah sebagai berikut: "Hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh (perawi) yang adil dan dhabit hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak ber'illat."
Dari kedua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa hadis shahih merupakan hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sanadnya bersambung, perawinya yang adil, kuat ingatannya atau kecerdasannya, tidak ada cacat atau rusak.
Syarat-Syarat Hadits Shahih
Menurut ta'rif muhadditsin, suatu hadis dapat dikatakan shahih apabila telah memenuhi lima syarat:
- Sanadnya bersambung. Tiap–tiap periwayatan dalam sanad hadis menerima periwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya. Keadaan ini berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu.
- Periwayatan bersifat adil. Periwayat adalah seorang Muslim yang baligh, berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan menjauhkan diridari perbuatan-perbuatan maksiat.
- Periwayatan bersifat dhabit. Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya kapan saja ia menghendakinya.
- Tidak janggal atau Syadz. Adalah hadis yang tidak bertentangan dengan hadis lain yang sudah diketahui tinggi kualitas keshahihannya.
- Terhindar dari 'illat (cacat). Adalah hadis yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan adanya hal-hal yang tidak baik atau yang kelihatan samar-samar.
Pembagian Hadis Shahih
Terdapat macam-macam hadis shahih. Para ulama dan ahli hadis membaginya menjadi dua macam yaitu:
1. Hadits Shahih Li-Dzatih
Adalah hadis shahih dengan sendirinya. Artinya hadist shahih yang memiliki lima syarat atau kriteria sebagaimana disebutkan di atas atau “hadis yang melengkapi setinggi-tinggi sifat yang mengharuskan kita menerimanya.” Dengan demikian penyebutan hadits shahih li-dzatih dalam pemakaian sehari-hari cukup disebut dengan hadits shahih.
2. Hadis Shahih Li-Ghairih
Adalah hadis yang keshahihannya dibantu oleh keterangan lain. Hadis pada kategori ini pada mulanya memiliki kelemahan pada aspek kedhabitannya. Sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai hadis shahih.
2. Hadis Hasan
Menurut pendapat Ibnu Hajar, hadist\ hasan adalah hadis yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kuat ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat dan tidak ganjil.
Imam Tirmidzi mengartikan hadis hasan sebagai: “Tiap-tiap hadis yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta (pada matan-nya) tidak ada kejanggalan (syadz) dan (hadist tersebut) diriwayatkan pula melalui jalan lain”.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa hadit hasan tidak memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya. Disamping itu, hadis hasan hampir sama dengan hadis shahih. Perbedaannya hanya mengenai hafalan, di mana hadis hasan rawinya tidak kuat hafalannya.
Syarat-Syarat Hadis Hasan
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suatu hadistyang dikategorikan sebagai hadist hasan, yaitu:
- Para perawinya yang adil,
- Ke-dhabith-an perawinya di bawah perawi Hadist shahih,
- Sanad-sanadnya bersambung,
- Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,
- Tidak mengandung 'illat.
Pembagian Hadis Hasan
Terdapat macam-macam hadis hasan. Para ulama dan ahli hadis membaginya menjadi dua macam yaitu:
1. Hadis Hasan Li-Dzatih
Adalah hadis hasan dengan sendirinya. Yakni hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis hasan yang lima. Menurut Ibn Ash-Shalah, pada hadis hasan Li-Dzatih para perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatannya atau daya kekuatan hafalan belum sampai kepada derajat hafalan para perawi yang shahih.
2. Hadis Hasan Li-Ghairih
Adalah hadis yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur-tak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan hadisnya adalah baik berdasarkan pernyataan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Hadist Hasan Li-Ghairihi adalah hadis hasan yang bukan dengan sendirinya. Artinya, hadis tersebut berkualitas hasan karena dibantu oleh keterangan hadis lain yang sanadnya Hasan. Jadi hadist yang pertama dapat terangkat derajatnya oleh keberadaan hadist yang kedua.
3. Hadis Dhaif
Kata Dhaif menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari Qawiy yang kuat. Sebagai lawan dari kata shahih, kata dhaif secara bahasa berarti hadis yang lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
Secara terminologis, para ulama mendefinisikannya secara berbeda-beda. Akan tetapi pada dasarnya mengandung maksud yang sama. Pendapat An-Nawawi mengenai hadist dhaif adalah sebagai berikut: “Hadist yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat Hadis Shahih dan syarat-syarat Hadist Hasan.”
Pembagian Hadis Dhaif
1. Dhaif dari sudut sandaran matannya.
Dhaif dari sudut sandaran matannya terbagi mejadi dua yaitu:
a) Hadis Mauquf, adalah hadis yang diriwayatkan dari para sahabat berupa perkataan, perbuatan dan taqrirnya.
b) Hadis Maqhtu, adalah hadist yang diriwayatkan dari Tabi'in berupa perkataan, perbuatan atau taqrirnya.
2. Dhaif dari sudut matannya.
Hadist Syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah atau terpercaya, akan tetapi kandungan hadistnya bertentangan dengan (kandungan hadist) yang diriwayatkan oleh para perawi yang lebih kuat ketsiqahannya.
3. Dhaif dari salah satu sudutnya, baik sanad ataupun matan secara bergantian.
Yang dimaksud bergantian disini adalah ke-dhaifan tersebut kadang-kadang terjadi pada sanad dan kadang-kadang pada matan, yang termasuk di dalamnya adalah:
a) Hadist Maqlub, adalah hadist yang mukhalafah (menyalahkan hadits lain), disebabkan mendahulukan dan mengakhirkan.
b) Hadist Mudraf, atau disisipkan. Secara terminologi, hadist mudraf adalah hadist yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan.
c) Hadist Mushahhaf, adalah hadist yang terdapat perbedaan dengan hadist yang diriwayatkan oleh tsiqah, karena didalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah. Perubahan juga dapat terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadits menjadi jauh berbeda dari makna dan maksud semula.
4. Dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama.
Yang termasuk hadist dhaif dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama yaitu: a) Hadist Maudhu, yang disanadkan dari Rasululah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, melakukan dan menetapkan. b) Hadist Munkar, adalah yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadist yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur.
5. Dhaif dari segi persambungan sanadnya.
Hadist-hadist yang termasuk dalam kategori Dhaif atau lemah dari sudut persambungan sanadnya adalah Hadist Mursal, Hadist Mungqathi', hadist Mu'dhal, dan Hadist Mudallas.
6. Berhujjah dengan Hadits Dhaif.
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadist dhaif bukan maudhu. Adapun hadist dhaif bukan hadits maudhu', maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Dalam hal ini ada beberapa pendapat:
- Melarang secara mutlak.
- Membolehkan
Ibnu Hajar Al-Asqalani, ulama hadist yang membolehkan berhujjah dengan hadist dhaif untuk keutamaan amal memberikan 3 syarat:
a) Hadist dhaif itu tidak keterlaluan.
b) Dasar amal yang ditunjukan oleh hadist dhaif masih dibawah suatu dasar yang dibenarkan oleh hadist yang dapat diamalkan (Shahih atau Hasan)
c) Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan bahwa hadist tersebut benar-benar bersumber dari Nabi. Tetapi tujuannya ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Fungsi Hadits
Hadits memiliki fungsi yang sangat penting bagi umat muslim, terutama dalam hal memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Berikut adalah beberapa fungsi hadits bagi umat muslim:
- Hadits berfungsi sebagai pemberi penjelasan (bayan at-taqrir) tentang isi Al-Quran yang masih bersifat global, mujmal, atau mutlak. Misalnya, hadits menjelaskan tata cara shalat, zakat, puasa, dan haji yang hanya disebutkan secara umum dalam Al-Quran.
- Hadits berfungsi sebagai penguat hukum (takrir at-tashri’) yang sudah ada dalam Al-Quran. Misalnya, hadits menegaskan larangan minum khamr (minuman keras) yang sudah ditetapkan dalam Al-Quran.
- Hadits berfungsi sebagai penetap hukum (tashri’ al-jadid) yang belum terdapat dalam Al-Quran. Misalnya, hadits menetapkan hukum tentang waris bagi anak angkat, hukum tentang shalat gerhana, dan hukum tentang shalat tarawih.
- Hadits berfungsi sebagai pembatas hukum (tahdid al-hudud) yang bersifat umum dalam Al-Quran. Misalnya, hadits membatasi maksud dari ayat “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya” (QS. Al-Mu’minun: 5) dengan menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah tidak melakukan zina.
Dengan demikian, hadits sangat diperlukan untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara benar dan sempurna. Hadits juga memberikan petunjuk tentang adab dan etika dalam berinteraksi dengan sesama manusia.
Apa Pengaruh Hadits pada Kehidupan Muslim?
Hadits memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan seorang muslim. Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al Quran yang berisi petunjuk, tuntunan, dan teladan dari Nabi Muhammad SAW. Dengan mengikuti hadits, seorang muslim dapat menjalankan ibadah, akhlak, dan syariat Islam dengan benar dan sempurna.
Beberapa pengaruh hadits terhadap kehidupan seorang muslim adalah:
- Hadits menjelaskan dan melengkapi ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum, samar, atau mutlak. Misalnya, hadits menjelaskan rukun-rukun shalat, syarat-syarat wudhu, cara berpuasa, zakat, dan haji yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al Quran.
- Hadits menetapkan, menafsirkan, atau menghapuskan hukum-hukum yang terdapat dalam Al Quran. Misalnya, hadits menetapkan hukum rajam (penyebutan) bagi pezina muhsan (yang sudah menikah), menafsirkan ayat tentang riba (bunga), dan menghapuskan hukum qishash (balas dendam) bagi orang yang membunuh sengaja.
- Hadits memberikan motivasi, inspirasi, dan semangat kepada umat Islam untuk berbuat baik dan meninggalkan keburukan. Hadits juga memberikan kabar gembira atau ancaman bagi orang-orang yang beriman atau kafir. Misalnya, hadits tentang pahala shalat berjamaah, keutamaan membaca Al Quran, siksa kubur bagi orang yang tidak menjaga shalatnya, dan surga atau neraka bagi orang-orang yang taat atau durhaka.
- Hadits mengajarkan akhlak mulia dan budi pekerti luhur kepada umat Islam. Hadits juga memberikan contoh perilaku yang baik dan buruk dari Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Misalnya, hadits tentang sabar, ikhlas, jujur, adil, kasih sayang, hormat kepada orang tua, sayang kepada anak yatim, bermusyawarah dalam urusan penting, dan menjauhi sifat sombong, iri hati, dengki, dan fitnah.