Tikus Kerap Jadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Faktanya
Merdeka.com - Selama ini tikus kerap dijadikan objek percobaan dalam berbagai penelitian. Biasanya hewan pengerat itu dipakai untuk mengetahui reaksi dari sebuah unsur biokimia, sebelum dikomersilkan ke pasaran.
Merespons hal ini, Dosen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. rer. nat. Fifi Fitriyah Masduki, S.Si., M.Sc. turut memaparkan sejumlah fakta terkait peran tikus sebagai medium percobaan. Berikut informasi selengkapnya
Memiliki Anatomi Serupa Manusia
-
Bagaimana peneliti membuktikan tikus merasakan senang? Peneliti membuktikannya dengan memotret ekspresinya. Malahan, saking begitu senangnya digelitik, tikus laboratorium itu akan berlari ke tangan seseorang untuk minta digelitik lagi. Kemudian mengeluarkan suara seperti tertawa yang hanya bisa didengarkan melalui peralatan khusus.
-
Siapa yang melakukan penelitian tentang ekspresi tikus? Salah satu tandanya adalah melalui gestur anggota tubuh. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan Luca Melotti seorang ahli perilaku hewan dari Universitas Bern, Swiss.
-
Apa yang bisa dilakukan tikus dengan otaknya? Menurut penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Janelia Research Campus, Howard Hughes Medical Institute, Amerika Serikat (AS), mengungkapkan bahwa tikus kecil memiliki kapasitas untuk membayangkan atau menghayal perjalanan dan lokasi yang ada di dalam pikiran mereka.
-
Bagaimana cara tikus membuat peta kognitif? Dalam hal ini peneliti menggunakan mesin otak (BMI) yang dapat memecahkan kode pola pada sel hipokampus hewan.
-
Bagaimana tikus punya kaki tambahan? Para peneliti membandingkan embrio tikus yang berusia 10 sampai 17 hari dengan dan tanpa versi gen yang berfungsi, yaitu Tgfbr1, yang mengodekan protein reseptor Tgfbr1.
-
Apa yang dipelajari manusia purba dari tubuh hewan? Salah satunya adalah mempersiapkan tubuh hewan untuk dimakan yang mungkin memunculkan perhatian terhadap struktur tubuh. Selain itu, organ hewan digunakan untuk ramalan dan praktik magis yang juga dapat memberikan wawasan tentang struktur tubuh.
©Reuters
Fifi mengatakan jika hewan tikus sebenarnya memiliki fungsi anatomi yang kurang lebih mirip seperti manusia. Hal itu yang kemudian memudahkan para peneliti untuk mengetahui reaksi dari unsur yang sedang dikembangkan serta responnya terhadap tubuh manusia.
“Tikus memiliki banyak fungsi anatomi yang mirip dengan yang dimiliki manusia. Selain mirip secara anatomi, genom tikus dan manusia juga seringkali mirip,” ujarnya, seperti dikutip Merdeka dari laman resmi ITB, Selasa (5/4).
Berdasarkan sejarahnya, penelitian menggunakan hewan tikus juga sudah berlangsung sejak lama di berbagai universitas di dunia. Tak jarang, banyak kalangan peneliti yang turut mendapat Nobel Prize karena melibatkan tikus sebagai animal model di penelitiannya.
Banyak Dibudidayakan untuk Kebutuhan Penelitian
Disebutkan Fifi bahwa saat ini sudah banyak perusahaan yang membudidayakan tikus untuk penelitian tersebut. Salah satu bentuk penelitian penyakit yang melibatkan tikus salah satunya adalah malaria.
Menurutnya dampak terparah dari penyakit tersebut saat menginfeksi manusia adalah menyebabkan koma.
“Spesies parasit yang paling banyak menginfeksi manusia melalui penyakit malaria adalah vivax dan falciparum. Bahaya dari spesies falciparum ini merupakan kecepatannya untuk berkembang biak dan menyebar ke berbagai organ tubuh manusia seperti otak melalui peredaran darah,” jelas Dr. Fifi.
Sementara itu, spesies vivax menginfeksi sel darah merah yang masih berkembang atau yang bisa disebut retikulosit.
Tikus Efisien Dijadikan Sebagai Objek Penelitian
Sementara itu, mengutip laman klikdokter.com, berdasarkan data dari Foundation for Biomedical Research, Amerika Serikat, sebanyak 95 persen hewan di laboratorium adalah tikus karena dianggap efisien.
Hal itu merujuk pada sifat tikus yang jinak, mudah disimpan di laboratorium, mudah berkembang biak, usianya relatif pendek hingga biaya pengembangan yang lebih murah.
“Tikus tersebut dapat membawa gen pemicu penyakit. Kondisi tersebut persis seperti yang dialami oleh manusia ketika mengalami sakit parah. Kemudian tikus yang memiliki gen pemicu penyakit dapat dievaluasi lebih lanjut, terutama terkait kanker dan pengobatannya,” kata dr. Alvin Nur Salim, dari Klikdokter.
(mdk/nrd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penelitian yang dilakukan ilmuwan Amerika Serikat (AS) mengungkap fakta baru dari tikus dan manusia.
Baca SelengkapnyaBerikut fakta yang ditemukan ilmuwan mengenai tikus bisa tinggal di Mars.
Baca SelengkapnyaBerikut adalah deretan hewan yang pernah singgah di luar angkasa.
Baca SelengkapnyaCornell University menciptakan MouseGoggles, VR headset untuk tikus, memungkinkan studi perilaku dan fungsi otak dengan simulasi lebih realistis dan mendalam.
Baca SelengkapnyaTernyata tikus punya ekspresi. Luapan emosinya sukses direkam ilmuwan.
Baca SelengkapnyaTeknologi ini bisa membuat pembuluh darah terlihat saat pengambilan darah, menghilangkan tato muda dengan laser dan mendeteksi dini serta pengobatan kanker.
Baca SelengkapnyaPenemuan tulang rubah dan kucing liar di Israel mengungkap bahwa manusia Neolitikum tidak hanya memanfaatkan kulit, tetapi juga mengonsumsi dagingnya.
Baca SelengkapnyaTeks medis kuno juga memberikan gambaran tentang bagaimana orang-orang purba memahami cedera dan luka.
Baca SelengkapnyaStudi ini dapat membantu dalam penelitian dan penanganan penyakit di masa depan.
Baca SelengkapnyaIni merupakan temuan yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun para peneliti mengambil langkah lebih jauh, menggunakan gen untuk memprogram ulang sel tikus.
Baca SelengkapnyaIni merupakan sebuah rekor penciptaan virus yang mampu 'membasmi' manusia dalam 3 hari.
Baca SelengkapnyaPenelitian menunjukkan bahwa anjing dapat memahami jumlah secara alami tanpa pelatihan, menggunakan bagian otak yang mirip dengan manusia.
Baca Selengkapnya