Mengenal Cacarekan, Tradisi Nazar Warga Sumedang untuk Motivasi Diri
Merdeka.com - Warga di Desa Sukakersa, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat memiliki tradisi lisan unik. Di sana masih terus lestari petuah leluhur untuk memotivasi diri bernama Cacarekan.
Secara bahasa, tradisi ini mirip nazar atau menjalankan sesuatu ketika keinginannya tercapai. Di sisi lain, Cacarekan juga menjadi motivasi dari bagi yang menjalankannya karena bisa memicu semangat hingga terlaksana sesuai keinginan.
Dalam budaya, Cacarekan ini terkadang bisa melibatkan orang lain yang mengetahui atau terlibat dengan janji yang diucapkan. Sampai saat ini, masyarakat Sukakersa masih menjaga tradisi lisan Cacarekan dan tidak sembarangan menjalankan.
-
Kenapa Kasepuhan Cisungsang menjaga tradisi? Mengutip Youtube Mang Dhepi, jika ditarik asal usulnya, kampung Cisungsang merupakan warisan para karuhun. Dahulu kasepuhan ini merupakan tanah warisan dari Raja Kerajaan Pajajaran yakni Pangeran Walangsungsang. Ia menitipkan amanah agar kelak para penghuni di tanahnya bisa terbendung dari berbagai hal negatifi akibat tak terbendungnya kemajuan teknologi.
-
Bagaimana Kasepuhan Cisungsang menjaga tradisi? Masyarakat di sana, sampai sekarang melestarikan tradisi pertanian yang sudah dijalankan sejak turun temurun. Mereka tak boleh melibatkan berbagai tekonologi modern, terutama pupuk kimia untuk menyuburkan tumbuhan padi.
-
Kenapa tradisi carok masih ada? Dalam masyarakat Madura yang tradisional, carok berfungsi sebagai mekanisme untuk menegakkan keadilan sosial dan mempertahankan martabat, meskipun cara ini sering kali bertentangan dengan hukum modern dan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
-
Bagaimana orang Malandang menjaga tradisi tersebut? Tak Boleh Ucapkan Kata 'Salam' Diungkap tokoh adat setempat, Komar, dilarangnya menyebut kata 'Salam' sebenarnya merupakan upaya untuk menjaga sopan santun dan rasa hormat terhadap sesepuh dusun yakni Raden Agus Salam.
-
Bagaimana warga Desa Sukamanah tetap menjaga hijaunya desa? Kondisi ini didukung dengan banyaknya hutan, sawah dan ladang yang hijau dan menyegarkan seperti yang tampak di Desa Sukamanah, Cibeber.
-
Mengapa tradisi ini dilestarikan? Tradisi itu dilestarikan untuk mengenang penyebar agama Islam di Jatinom, Ki Ageng Gribig.
Mereka meyakini, tradisi ini membawa dampak bagi yang melaksanakannya.
Contoh Kearifan Lokal Cacarekan
Masyarakat adat Sunda ©2022 YouTube Cianjurkab TV/Merdeka.com
Dikutip dari laman kebudayaan kemdikbud.go.id, Kamis (16/3), salah satu contoh Cacarekan adalah ‘upami pun bojo ngandeg, engke bade meuncit domba saatos orokna lahir ‘.
Jika diartikan: saat istriku hamil, nanti akan menyembelih kambing saat bayinya lahir. Cacarekan ini kemudian diucapkan oleh seseorang yang sudah lama tidak dikaruniai anak dan ingin memiliki bayi.
Tidak ada peraturan pasti dari Cacarekan, karena janji tersebut bisa diucapkan baik secara langsung maupun di dalam hati, dengan niat tulus dan yakin.
Melakukan Cacarekan saat Memiliki Keinginan
Walau tidak ada ketentuan pasti, namun bagi masyarakat setempat, Cacarekan selalu memiliki unsur atau pola yang selalu sama yakni:
“ Lamun…,engke bakal…” atau dalam bahasa Indonesia “Jika saya…, maka nanti akan….”.
Selain itu, pola penyebutannya juga bisa dibalik seperti berikut: “Engke bakal…lamun…” atau “Nanti saya akan…jika…”
Seseorang akan melakukan Cacarekan ketika dirinya memiliki keinginan atau harapan yang memiliki pengaruh besar di kehidupannya.
Penyebab Munculnya Cacarekan
Cacarekan sendiri muncul akan adanya keresahan dari masyarakat di sana. Warga yang melakukan Cacarekan menginginkan sebuah hasil yang maksimal sehingga sadar untuk diusahakan yang dibarengi dengan nazar tadi sebagai bentuk motivasi.
Beberapa kondisi yang menjadi penyebab munculnya Cacarekan di antaranya ketika terdapat anggota keluarga yang sakit selama bertahun-tahun, masalah keluarga yang rumit, istri belum dikaruniai anak, laki-laki ingin memiliki pekerjaan yang sukses atau ketika petani mengalami musibah gagal panen.
Dalam Cacarekan masyarakat seolah diajarkan untuk tetap tenang, berusaha keras, tetap berdoa dan bersyukur akan hasil yang diberikan. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kabarnya, tanah di Kampung Cisungsang merupakan titipan dari Raja Sunda yang bersahaja bernama Pangeran Walasungsang.
Baca SelengkapnyaIni merupakan bentuk ikhtiar warga Sumedang setelah terjadi bencana gempa beberapa waktu lalu.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Nyeraye, bentuk rasa kerjasama dan gotong royong yang tumbuh di lapisan masyarakat Aceh khususnya di Kabupaten Tamiang.
Baca SelengkapnyaSeorang pria suku Dayak mengaku tidak mandi selama 3 tahun dan tidak pakai baju selama 10 tahun.
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Sumatra Selatan ini tak hanya menjadi kearifan lokal, melainkan juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem alam.
Baca SelengkapnyaTradisi Suran Mbah Demang dilaksanakan setiap tanggal 7 Sura penanggalan Jawa
Baca SelengkapnyaKabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaKarena daya tariknya yang kuat, kalangan Belanda di sana bahkan sampai “terhipnotis”.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar setiap perayaan Hari Raya Karo yang jatuh pada tanggal 15 bulan Karo dalam kalender Saka.
Baca SelengkapnyaDi desa itu, mereka menjaga tradisi dan kearifan lokal yang telah mereka miliki selama berabad-abad.
Baca SelengkapnyaTradisi turun-temurun ini juga menjadi ajang silaturahmi bagi warga Batukarut dan Lebakwangi yang berada di luar kota.
Baca SelengkapnyaNyawalan jadi ajang silaturahmi sekaligus melestarikan tradisi nenek moyang di Ciamis.
Baca Selengkapnya