Indah dan Eksotis, Begini Suasana Desa yang Berada di Tengah Hutan Petungkriyono Pekalongan
Di sana mereka hidup dengan rukun dan bisa menghargai perbedaan.
storyDi sana mereka hidup dengan rukun dan bisa menghargai perbedaan.
Indah dan Eksotis, Begini Suasana Desa yang Berada di Tengah Hutan Petungkriyono Pekalongan
Saat ini, Hutan Petungkriyono merupakan satu-satunya hutan tropis yang ada di Jawa Tengah. Berbagai tumbuhan dan satwa langka masih bisa ditemukan di sana.
-
Kenapa hutan awan begitu penting? Dari perspektif keanekaragaman hayati, hutan air memiliki peran penting karena menjadi habitat bagi berbagai tumbuhan dan hewan yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia, fenomena yang dikenal sebagai endemisme.
-
Apa yang ditemukan di hutan purba tersebut? Ratusan fosil batang pohon dan bagian lain dari pohon ditemukan di hutan purba ini.
-
Di mana petani Pangandaran bercocok tanam di hutan? Mereka harus berjalan jauh dari tempat tinggal, bahkan harus menginap di saung-saung yang dibangun untuk beristirahat dan mengumpulkan hasil panen sayur dan buah.
-
Di mana Hutan Lindung Wehea berada? Hutan Lindung Wehea, rumah bagi hewan asli Kalimantan yang dilindungi. Hutan hujan tropis yang hingga kini terjaga kelestariannya. Hutan lindung ini terletak di Kecamatan Muara Wahau.
-
Bagaimana hutan awan terbentuk? Ketika udara tersebut naik dan mendingin, awan terbentuk saat bertemu dengan lereng gunung yang tinggi. Melalui fenomena ini, awan menyaring melalui tajuk pepohonan di mana uap air pada daun atau jarum pohon bergabung menjadi tetesan yang lebih besar.
-
Apa yang dipercaya oleh penduduk setempat tentang hutan di Desa Banding? Penduduk setempat percaya bahwa hutan itu merupakan lokasi kerajaan kera.
Di dalam hutan itu pula terdapat sebuah desa. Untuk bisa mencapai desa itu, pengunjung harus terlebih dahulu melewati tengah Hutan Petungkriyono yang lebat.
Hamparan hutan seakan tiada habisnya. Namun di dalam hutan itu ada beberapa tempat wisata yang bisa dikunjungi sembari melepas lelah, salah satunya adalah wahana wisata Black Canyon.
Secara geografis, Hutan Petungkriyono masih jadi satu kawasan dengan Dataran Tinggi Dieng yang luas, tepatnya berada di sisi utara.
Desa di tengah Hutan Petungkriyono itu bernama Kesimpar. Suasana desanya sangat asri, tenang, dan bebas dari polusi udara. Rumah-rumah beratapkan seng berjajar rapi di sepanjang tubuh bukit dengan latar belakang pegunungan dan hutan Petungkriyono yang masih sangat alami.
- Heboh Momen Evakuasi Ular Piton di Permukiman Warga, Aksi Emak-Emak Ini Bikin Geleng Kepala
- Sosok Ini Tinggalkan Kemewahan Hidup Pilih Bertapa di Hutan, Begini Kisah di Balik Keindahan Air Terjun Kakek Bodo Pasuruan
- Hakim Keheranan Lihat Dukun Aki, Minta Keringanan Hukuman tapi Senyum & Tertawa: Kayak Enggak Berdosa Gitu Loh
- Menguak Fakta Jalur Kuno "Ondo Budho", Jalan Utama Para Peziarah Menuju Dieng di Masa Lalu
- Gunung Semeru Erupsi, Semburan Abu Vulkanik Setinggi 1.000 Meter
- Kubu Prabowo-Gibran Optimis Permohonan Tim AMIN Ditolak MK, Ini Alasannya
Mengutip YouTube Cerita Desa Indonesia, hampir semua warga di Desa Kesimpar bermata pencaharian sebagai petani.
Salah seorang warga di sana, Pak Dasro (80) menjelaskan, desa itu sebenarnya bernama Darmo Kasimpar. Namun seiring waktu desa itu lebih dikenal dengan nama Kesimpar.
Pak Dasro bercerita, di Desa Kesimpar ada dua umat agama, yaitu Muslim dan Kristen. Masing-masing dari mereka punya bangunan ibadah. Namun mereka semua hidup berdampingan dengan rukun.
Selain Desa Kesimpar, masih ada beberapa desa lain yang letaknya berada di tengah Hutan Petungkriyono. Salah satunya adalah Dusun Tlogo. Nama “Tlogo” itu mengacu pada lokasi desa yang jaraknya tak jauh dari Telaga Sigebyar.
Dusun Tlogo berada di kawasan dataran tinggi. Bahkan untuk menuju ke desa itu, pengunjung harus menembus kabut yang cukup tebal. Perkampungan itupun menjadi salah satu desa tertinggi yang ada di Petungkriyono.
“Dusun ini bisa disebut ‘the real negeri di atas awan’. Karena letaknya memang lebih tinggi dari pada awan,” kata pemilik kanal Cerita Desa Indonesia.
Pak Kiryo (79), salah seorang warga di sana, sehari-hari bekerja mencari rumput untuk pakan marmut. Di keluarganya, ia mengaku sudah menjadi seorang buyut.