Kisah Perajin Bantul Ciptakan Pisau Batik, Hasil Eksperimen Lima Tahun
Merdeka.com - Dusun Kalirandu, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul merupakan desanya para perajin pisau. Di sana ada 19 perajin pisau.
Salah satu dari mereka adalah Sudiman. Berbeda dengan para perajin pisau lainnya, Sudiman menciptakan karya baru bernama “pisau batik”.
“Kalau batik kain banyak sekali, kalau batik kayu juga banyak, pisau batik adalah terobosan baru. Di HaKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) saya nomor satu. Belum ada yang pakai,” kata Sudiman dengan penuh percaya diri, saat ditemui di rumahnya pada Senin (15/5).
-
Gimana perajin tahu di Dusun Kanoman olah tahu? Para perajin di Dusun Kanoman begitu telaten dalam membuat tahu. Setelah tahu jadi, mereka mengolahnya lagi jadi tahu kempong dan tahu kepal. 'Kalau tahu kempong itu bisa dibuat tahu isi. Kalau untuk tahu kepalnya bisa dibuat bacem,' kata Hendro.
-
Siapa yang membuat batik ciprat di Desa Kemudo? Ada sekitar 15 warga difabel yang diberdayakan oleh pihak Desa Kemudo melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kemudo Makmur dalam membuat batik.
-
Siapa yang melatih warga Sojiwan membuat batik? Mereka mendapat pelatihan di Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.
-
Dimana perajin tahu di Dusun Kanoman jual tahu? Hendro mengatakan, sehari-hari ia harus berangkat dari rumah jam 4 pagi berjualan tahu di pasar. Ia kemudian pulang ke rumah sekitar jam 7 pagi.
-
Bagaimana Kusmanto membuat batik lukis? Kusmanto mengatakan, batik tulis yang dia buat memang memberikan pengalaman berbeda bagi para pecinta batik.
-
Dimana sentra kerajinan keris di Bantul? Dusun Banyusumurup merupakan sebuah kampung kecil yang berada di selatan Kompleks Raja-Raja Imogiri, Bantul.
Eksperimen Bertahun-Tahun
©2023 Merdeka.com/Shani Rasyid
Sudiman benar-benar merupakan seorang penemu pisau batik. Usaha kerajinan pisaunya memang diwariskan dari orang tua. Namun soal belajar membatik di atas pisau, Sudiman belajar secara autodidak.
Ia mulai coba membatik di atas pisau pada tahun 2005. Berkali-kali gagal, ia tak pernah menyerah. Berbagai kesulitan ia hadapi. Saat mencoba membatik di atas pisau dan gagal, ia harus mencobanya pada pisau yang baru. Hal ini dikarenakan pisau bekas percobaan membatik itu sudah tergores cairan kimia. Kondisi itu membuat pisau berlubang.
“Membatik di atas pisau itu adalah bagaimana menemukan cairan kimia yang tepat untuk logam. Ibaratnya seperti ini, kucing kalau dikasih makan rumput tidak mau, dia maunya daging. Manusia juga kalau dikasih rumput juga tidak mau. Jadi ini hanya soal menemukan cairan kimia yang tepat yang bisa digunakan menggoreskan batik di atas pisau,” paparnya.
Penghargaan dari BRI
©2023 Merdeka.com/Shani Rasyid
Butuh lima tahun bagi Sudiman untuk menemukan cairan kimia yang tepat. Akhirnya pisau batik menjadi sebuah penemuan besar bagi Sudiman. Karyanya diakui di mana-mana. Berbagai penghargaan ia menangi. Dalam lima tahun, ia berhasil meraih tiga kejuaraan.
“Karya saya diangkat oleh dinas baik itu di tingkat provinsi maupun daerah. Saya difasilitasi semua, apa-apa gratis. Baik itu peralatan, hak cipta, dan seluruh perizinan,” kata Sudiman.
Selain itu kerajinan pisau batiknya berhasil meraih penghargaan Juara I Lomba Kerajinan UMKM Cluster BRI Tingkat Nasional pada tahun 2021. Atas penghargaan itu, ia berhak mendapat hadiah uang tunai sebesar Rp25 juta.
Tak hanya penghargaan, Sudiman jadi sering diangkat jadi narasumber oleh pihak BRI dalam berbicara soal dunia Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Sementara pesanan pisau batik karyanya tak hanya dari dalam negeri, namun juga luar negeri. Dengan berbagai kesuksesan itu, Sudiman berharap pisau batik bisa dikenal lebih luas lagi.
“Harapannya dengan adanya pisau batik ini saya bisa mengangkat daerah saya, baik itu di tingkat daerah maupun provinsi. Kalau terangkat kan saya bisa membawa nama baik,” ujar Sudiman.
Sukses Sama-Sama
©2023 Merdeka.com/Shani Rasyid
Dalam menjalankan usahanya, Sudiman mempekerjakan enam karyawan, tiga orang bertugas membatik, sementara tiga lainnya membuat tangkai pisau.
Dalam sebulan, Sudiman bisa menghasilkan omzet kotor Rp30 juta. Pemasukan paling besar sebenarnya dari pisau carving yang biasa digunakan untuk memotong buah. Walau begitu tetap saja Sudiman tetap dikenal sebagai “pencipta” pisau batik. Namun di kampungnya sendiri tak banyak orang yang tertarik belajar membatik di atas pisau.
“Orang-orang di sini menganggap bahwa pisau batik pemasarannya sulit. Selain itu proses membuatnya juga lebih lama. Biar bisa muncul warna batik saja butuh waktu dua hari dua malam. Setiap dua tahun sekali saya buka pelatihan. Tapi tetap nggak ada yang tertarik,” imbuhnya.
Di kampungnya, Sudiman dipilih menjadi kepala paguyuban para perajin pisau. Ia berkata, dulu semua orang di kampungnya ingin sukses jadi juragan pisau. Tapi menurutnya kondisi itu tidak sehat karena semuanya ingin saling bersaing. Oleh karena itu ia melakukan pembagian berdasarkan tugas pembuatan setiap bagian pisau.
“Jadi saya petak-petak. Ada perajin yang tugasnya membuat tangkai, ada yang khusus membuat cincin, ada yang finishing. Kalau semua jadi juragan, saya khawatir bakal ada saingan harga. Sekarang yang buat tangkai bisa sukses, yang buat cincin bisa sukses, yang finishing juga sukses. Jadi bisa dibilang kita para perajin sama-sama sukses,” pungkasnya. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mata pencaharian sebagai perajin keris telah diwariskan secara turun-temurun, melintasi berbagai era peradaban.
Baca SelengkapnyaAda perabot rumah tangga sampai produk fashion berbahan anyaman yang mendunia.
Baca SelengkapnyaPria asal Banyuwangi ini dulu jualan pelepah pisang door to door, kini jadi saudagar produk kerajinan yang laris di pasar luar negeri. Ini kunci kesuksesannya.
Baca SelengkapnyaSiami membuat kain tenun secara turun temurun. Ia belajar dari ibunya yang juga seorang penenun tradisional
Baca SelengkapnyaBatik durian awalnya muncul dengan motif durian belah.
Baca SelengkapnyaUsaha regenerasi pembuat keris di Dusun Banyusumurup penting dilakukan agar keberadaan mereka tidak hilang ditelan zaman
Baca SelengkapnyaPara pandai besi di desa ini juga bisa membuat aneka senjata untuk kebutuhan seni, seperti pedang atau golok.
Baca SelengkapnyaBatik ini konon sudah ada sejak 1800-an menjadi kekayaan budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Baca SelengkapnyaUsaha yang telah dirintis sejak tahun 2009 lalu kini berkembang dan bisa mempekerjakan 10 orang karyawan
Baca SelengkapnyaSebagian besar masyarakat di dusun tersebut berprofesi sebagai pengrajin wayang kulit. Keahlian mereka sudah diwariskan secara turun-temurun
Baca SelengkapnyaKeberadaan blender dan chopper ternyata tak menggantikan cobek batu kali.
Baca SelengkapnyaSebanyak enam belas gubug produksi pandai besi menjadi pemandangan unik di kampung tersebut.
Baca Selengkapnya