Mencatat Perjalanan 1 Dekade Batik Durian Lubuklinggau
Batik durian awalnya muncul dengan motif durian belah.
Batik durian awalnya muncul dengan motif durian belah.
Mencatat Perjalanan 1 Dekade Batik Durian Lubuklinggau
Mencatat Perjalanan 1 Dekade Batik Durian Lubuklinggau
Di kota paling barat di Sumatera Selatan, Lubuklinggau, lahir kain batik durian yang memperkaya khasanah batik nusantara.
Digagas oleh ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dan Dekranasda Lubuklinggau, Yetti Oktarina Prana pada Mei 2013 silam.
Batik durian awalnya muncul dengan motif durian belah. Kemudian berkembang dengan beragam motif, seperti hiasan dedaunan, dan tidak lagi hanya berbentuk belah durian.
"Batik Durian Lubuklinggau pada awalnya adalah keinginan untuk mendapatkan ikon atau simbol yang menjadi penanda Kota Lubuklinggau," ujar Rina, yang juga istri dari Prana Putra Sohe, Walikota Lubuklinggau periode 2013-2018, dan 2018-2023, dikutip Senin (16/10).
Dalam perkembangannya, batik durian Lubuklinggau turut berkolaborasi dengan sejumlah desainer. Diperkenalkan ke publik luas dengan tampil di pekan mode lokal, nasional dan hingga tingkat internasional seperti Milan Fashion Week di Italia.
"Siapa mengira kalau perkembangan dan perjalanannya dalam hitungan satu dekade, telah melangkah cukup jauh dan menjadi harapan banyak orang. Tidak hanya untuk warga Lubuklinggau, tapi juga di luar Lubuklinggau," kata Rina.
Buku ini, kata dia, hadir untuk memaparkan perjalanan itu, dari awal digagas pada 2013 hingga kini setelah sepuluh tahun di 2023.
Menjadi dokumen tertulis yang membuat siapapun yang membacanya akan turut mendalami serta memahami keberadaan batik durian.
"Sepanjang sepuluh tahun ini, tentu saja ada jatuh dan bangunnya. Dari mulai kesulitan untuk melahirkan perajin batik, mengeluarkan motif-motif baru dan estetik, konsistensi untuk terus berproduksi, dan kehadirannya yang masih belum menarik minat banyak orang," tuturnya.
Namun, semua kendala itu menjadi tantangan untuk terus ada dan berkembang.
"Saya mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang selalu percaya akan batik durian Lubuklinggau ini, baik yang dari pemerintahan, desainer, perajin batik, hingga masyarakat yang terus menaruh harapan dan minat pada batik durian Lubuklinggau," kata dia.
"Buku ini semoga bisa jadi awal untuk mengenalkan dan membuka mata agar publik dapat memahami keberadaan batik durian Lubuklinggau di antara batik-batik nusantara," ujarnya menambahkan.
Sementara itu, Rai Rahman Indra, penulis buku mengungkapkan proses penulisan buku ini telah dimulai sejak tahun lalu.
Tepatnya, ketika Batik Durian Lubuklinggau ikut serta untuk kali kedua dalam panggung mode di Milan, bersama desainer Jenny Yohana Kansil, lewat labelnya JYK.
“Sebuah perjalanan yang membuka mata. Dari mulai mengunjungi sentra perajin batik di Lubuklinggau, melihat proses pembuatan batik yang unik, hingga bagaimana daerah yang bisa dibilang tidak punya batik sebelumnya tapi kemudian melahirkan motif batik yang mencolok dan tak kalah menariknya dibanding batik-batik yang sudah lebih dulu ada di Indonesia,” kata Rai.
Terdiri dari 13 bab, buku ini diharapkan tidak hanya membuat pembaca mengenal lebih dalam tentang batik durian Lubuklinggau tapi juga turut bangga akan kekayaan batik nusantara, dan cerita-cerita di baliknya.Menurutnya, literasi batik di Indonesia masih sangat minim sekali sementara UNESCO telah menetapkan bahwa batik termasuk dalam warisan budaya tak benda dari 2009.
Sehingga, ia berharap buku Batik Durian Lubuklinggau ini juga bisa menjadi buku yang membuka mata dan mendorong lahirnya buku-buku batik dari daerah lain di Indonesia.
Sementara, Candra Gautama, editor senior dari penerbit KPG dalam peluncuran buku mengatakan bahwa dalam konteks memaknai buku ini, ia menganggap Rina Prana sebagai seorang local genius.
Apa local genius itu? Adalah proses adaptasi seseorang ketika budaya-budaya lain masuk, sehingga muncul akulturasi. Local genius bisa berupa masyarakat, bisa individu.
“Rina saya anggap sebagai local genius. Kenapa? Karena ia mencintai wastra. Kecintaan itu dipadukan pada pengetahuannya terhadap ekologi dimana ia berada, dalam hal ini adalah durian. Persis di situ, bagaimana ia memadukan unsur yang ada di sekitar yang ia pahami dan dipadu dengan ekologi yang ada di daerahnya sehingga muncul kreasi yang disebut batik durian,” kata Candra.
Buku 'Batik Durian Lubuklinggau: Memperkaya Khasanah Batik Nusantara' diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) dengan turut didukung Pemerintah Kota Lubuklinggau, Sentra Batik Madani dan juga Hotel Dewinda. Buku ini diluncurkan pada Minggu, 15 Oktober 2023, di Gramedia Matraman, Jakarta.