Indahnya Lurik Khas Desa Kedungampel Klaten, Dibuat Oleh Warga di Depan Rumah
Pembuatan lurik tradisional ini bisa disaksikan langsung di halaman rumah warga di Kedungampel
Pembuatan lurik tradisional ini bisa disaksikan langsung di halaman rumah warga di Kedungampel
Indahnya Lurik Khas Desa Kedungampel Klaten, Dibuat Oleh Warga di Depan Rumah
Desa Kedungampel di Kecamatan Cawas, menjadi salah satu wilayah yang melestarikan kerajinan kain tradisional lurik khas Kabupaten Klaten. Ragam motifnya indah dan berpadupadan dengan warna warni kain yang redup.
Siti Rohmah, menjadi salah satu pelaku usaha kain lurik yang masih bertahan. Ia dibantu sang suami, Riyanto melayani pembuatan lurik mulai dari kain, baju hingga gorden untuk para konsumen yang kebanyakan dari kalangan instansi.
-
Di mana Lurik Sekar Asri memamerkan kain? Ke depan dirinya bersama Siti Rohmah berencana untuk mengembangkan tempat usahanya, sehingga memiliki display yang mirip butik khusus untuk lurik.'Saya pengen ke depannya memiliki semacam butik untuk mendisplay luriknya. Kan kalau ramai banyak kunjungan, mereka bisa melihat kainnya dan pajangan variasi lurik dalam bentuk baju,' kata Riyanto
-
Bagaimana Lurik Sekar Asri membantu warga? Dulu sebelum Covid-19, penenunnya saya itu ada 33 dan dikerjakan dari rumah masing-masing. Jadi niatnya itu membantu perekonomian warga yang terdampak pandemi,' kata Siti Rohmah
-
Di mana Ledek Keliling Klaten dilakukan? Mereka akan berkeliling dari desa ke desa, dan mencari warga yang berniat menanggap penampilannya. Wilayah yang dituju adalah seluruh kecamatan di Klaten, termasuk Wedi, Bayat hingga Gantiwarno.
-
Kenapa lulur kayu bangkal populer? Lulur kayu bangkal sedang populer karena banyak testimoni positif dari pengguna. Mereka mengklaim lulur ini dapat mencerahkan dan merawat kulit.
-
Di mana Tari Kretek Kudus dibuat? Terinspirasi dari para buruh rokok di Pabrik Djarum, Endang memasukkan unsur pekerja kretek dalam tariannya.
-
Apa ciri khas kampung Bali di Kalimantan Barat? Di kampung Bali, Desahan Jaya terdapat sebuah Pura yang cukup besar dan luas. Bangunan ini pastinya menambah suasana khas Bali yang begitu kental dan terasa.
Kepada Merdeka.com, pemilik gerai usaha Lurik Sekar Asri ini menceritakan bagaimana inovasi terus dilakukan agar industri leluhur ini bisa terus bertahan.
“Lurik Sekar Asri ini fokusnya memang di lurik kasaran, bukan yang halusan. Ini memakai benang bola dengan jenis kain katun yang menyerap keringat,” kata Siti, Jumat (26/4) lalu.
Buat Inovasi Warna yang Beragam
Salah satu kunci diterimanya lurik di masa sekarang adalah inovasi.
Siti Rohmah (43) bersama Riyanto (46) juga mencoba beradaptasi, sehingga lahirlah warna lurik yang tak hanya coklat melainkan hingga biru, hijau, kuning sampai hitam.
Tak berhenti di sana, keduanya juga menggabungkan warna lainnya seperti putih, abu-abu, kuning sampai tosca di dalam satu kain. Warna tersebut dibuat mengikuti pakem lurik, di mana dalam selembar kain katun terdapat dua hingga enam warna.
Modelnya pun tak hanya kebaya, tetapi juga kemeja, daster, dress, model sweater, blazer sampai topi dan selendang yang menyesuaikan zaman.
“Kain lurik ini biasanya ramai di musim-musim tertentu, seperti April ini ada event hari Kartini. Lalu di bulan Agustus juga memperingati hari kemerdekaan, jadi pada banyak yang memesan,” katanya.
Produksi Lurik Kasar dan Halus
Walau fokus di lurik kasar, tak dipungkiri jika beberapa konsumen meminta jenis lurik halus dengan jenis kain yang lebih tipis. Untuk variasi halusan ini masih memakai kain katun, namun dengan benang polyester.
Namun jenis kain ini cukup sulit dibentuk karena bahannya yang mirip plastik, sehingga waktu pemotongan lebih lama dibanding lurik kasaran. Lurik ini juga menghasilkan warna yang tajam, namun tidak maksimal menyerap keringat.
Secara harga, lurik halus ini lebih murah dibanding lurik kasar karena harga bahan yang tidak setinggi benang kasar. Beberapa motif jadi andalan di gerai Lurik Sekar Asri, seperti motif daun, bunga sampai tokoh pewayangan.
“Harganya sendiri selisih Rp10 ribu di reseller, jadi yang lurik halus ini lebih murah dibanding yang kasar,” terang Siti Rohmah.
Prosesnya Masih Tradisional
Keunggulan lurik yang dikelola Siti ini adalah prosesnya yang masih tradisional. Alatnya masih menggunakan kayu untuk proses penyatuan benang menjadi selembar kain.
Ini yang kemudian membuat lurik di tempatnya memiliki harga yang lebih tinggi karena prosesnya murni dilakukan oleh tangan bukan mesin. Untuk prosesnya sendiri lebih lama dan rumit, sehingga memerlukan ketelitian di setiap prosesnya.
Beberapa produk di Lurik Sekar Asri juga memiliki ciri khas kekinian, yakni dengan gradasi warna. Namun yang menjadi unggulan tetap lurik kasar tradisional dengan proses penenunan menggunakan ATBM.
“Kalau kami ini memang ciri khasnya masih memakai ATBM atau alat tenun bukan mesin, jadi prosesnya panjang,” kata Siti.
Melihat Proses Tradisional di Halaman Rumah Warga
Selain dari motifnya yang unik, pembuatan lurik di Kedungampel juga biasa dilakukan di halaman depan rumah warga. Ini menjadi pemandangan yang menarik, karena seolah menjadi desa wisata tenun.
Suami Siti Rohmah mengatakan, para warga yang menenun di sekitar tempat tinggalnya merupakan para pekerja yang membantu usaha mereka.
Sejak didirikan pada 2018 lalu, sebanyak 30 an tetangga melakukan aktivitas menenun mulai dari close atau pemintalan benang, lalu pengupasan benang menjadi lebih kecil dan terakhir menenun menjadi selendang atau kain utuh dan diproses lebih lanjut di konveksi milik Lurik Sekar Asri.
Sayangnya, karena pandemi Covid-19, jumlah warga yang membantu menurun dari yang sebelumnya sebanyak 30 orang kini menjadi 23 orang.
“Awalnya lurik itu berasal dari benang, lalu di¬-close atau digulung memakai alat boom, lalu diproses menjang benang kecil-kecil dan disesuaikan warnanya memakai tambor dan terakhir ditenun menjadi selembar kain siap olah menjadi pakaian, baju dan lain-lain,” kata Riyanto
Jadi Nasabah BRI Prioritas Karena Keunggulan Luriknya
Sementara itu, kegiatan usaha lurik yang dijalankan oleh keduanya memang sudah mandiri sejak awal didirikan.
Namun, untuk membantu pembiayaan yang salah satunya menunjang produksi, Siti bersama sang suami menggunakan skema peminjaman melalui Kredit Usaha Pedesaan atau Kupedes BRI.
“Saya kemarin pakai Kupedes, tapi untuk keperluan pribadi dan sisanya baru untuk usaha lurik ini. Dan dari BRI sejak saya jadi nasabah tahun 1999 lalu sangat membantu, kayak rencana bikin display ini juga dari pinjaman itu,” terang Riyanto
Kemudian, BRI juga membantu mengenalkan produk lurik ini melalui kegiatan pameran dari cabang Kabupaten Klaten.
“Dari BRI juga ada pameran di Klaten dan Semarang beberapa waktu lalu. Dan ini pameran untuk UMKM per kabupaten yang berangkat satu, ndilalah lurik ini mewakili Klaten. Dari pameran juga bisa nambah konsumen,” kata Riyanto.
Siti Rohmah dan Riyanto berharap agar usaha luriknya bisa kembali bergeliat dan lebih banyak menyasar konsumen juga dari kalangan muda.