Konon Sudah Ada Sejak Era Majapahit, Ini Kisah Para Perajin Keris di Dusun Banyusumurup Bantul
Mata pencaharian sebagai perajin keris telah diwariskan secara turun-temurun, melintasi berbagai era peradaban.
Mata pencaharian sebagai perajin keris telah diwariskan secara turun-temurun, melintasi berbagai era peradaban.
Konon Sudah Ada Sejak Era Majapahit, Ini Kisah Para Perajin Keris di Dusun Banyusumurup Bantul
Dusun Banyusumurup merupakan sebuah kampung kecil yang berada di selatan Kompleks Raja-Raja Imogiri, Bantul. Nama dusun ini sudah lama tenar sebagai kampungnya para perajin keris.
Mata pencaharian sebagai perajin keris telah diwariskan secara turun-temurun, melintasi berbagai era peradaban.
-
Bagaimana keris Sumenep dibuat? Pembuatan keris di Sumenep disesuaikan pesanan para kolektor. Pembuat keris bisa membuat beragam model, mulai gaya Majapahit, model keris Mataram, serta keris model Madura sendiri.
-
Dimana sentra kerajinan wayang kulit di Bantul? Di Kabupaten Bantul, terdapat sentra kerajinan wayang kulit, tepatnya di Desa Wukirsari, Kapanewon Imogiri.
-
Apa bukti keahlian pengrajin kuno? Celana ini, yang usianya telah mencapai lebih dari 3.200 tahun, merupakan bukti yang sangat kuat akan kompleksitas dan tingkat keahlian luar biasa yang dimiliki oleh pengrajin kuno dalam menciptakan pakaian yang sangat fungsional dan inovatif.
-
Dimana empu keris di Sumenep berada? Lokasi empu berada di sejumlah titik di Kecamatan Saronggi.
-
Siapa pemilik keris Klungkung? Asal-usul belum dapat memastikan apakah keris ini dimiliki oleh Dewa Agung Jambe II atau kerabat dekatnya, tetapi keberadaannya menjadi saksi bisu dari peristiwa tragis yang terjadi pada zaman itu.
-
Kapan kerajinan perak Koto Gadang mulai dikenal? Sejak 1911 Sejarah perkembangan kerajinan perak di Koto Gadang ternyata sudah begitu lama. Produk perak dari desa ini sudah dikenal sejak tahun 1911, khususnya saat bangsa-bangsa Eropa yang datang ke Sumatera.
Aladin (55) misalnya, ia telah menekuni dunia keris sejak tahun 1997. Selama menjadi perajin keris, ia telah merasakan berkali-kali pasang surut usaha. Namun hal itu tidak menghalanginya untuk terus menjadi perajin keris.
Ia bercerita, pada tahun 1980-an, di Dusun Banyusumurup sudah banyak perajin keris. Namun tak banyak para perajin pada waktu itu bisa memasarkan hasil karyanya.
Apalagi pada waktu itu Dusun Banyusumurup masih merupakan kampung terpencil. Akses transportasi baik menuju maupun keluar desa masih menggunakan sepeda.
Melihat cakupan pasar para perajin keris yang terbatas, Aladin membawa keris-keris yang dihasilkan warga untuk ia jual ke luar kota.
“Awalnya saya dulu lebih sering memasarkan keris dari warga sini ke luar kota. Tapi lama-lama saya juga ikut jadi perajin,” kata Aladin.
Bagi Aladin, keris merupakan peninggalan dari nenek moyang yang harus dilestarikan. Apalagi keris punya banyak nilai, terutama dari sisi seni dan keindahannya.
“Negara-negara lain nggak bisa buat keris seperti ini. Di Amerika sana sudah buat senjata keris ini, tapi nggak bisa mengeluarkan pamor. Jadi jangan sampai keris ini diakui oleh negara lain,” lanjutnya.
Demi melestarikan keris, Aladin kerap berbagi ilmu tentang dunia perkerisan. Ia kerap kali diundang untuk menjadi pembicara soal keris.
Di Desa Banyusumurup sendiri, ia sering mengajarkan pembuatan keris pada anak-anak muda setempat. Harapannya proses regenerasi para perajin keris di Desa Banyusumurup tetap terjaga.
Saat ditemui Merdeka.com di rumahnya pada Selasa (2/4), Aladin memperlihatkan keris yang ia buat.
Keris yang ia buat cukup beragam baik dari bahan yang digunakan maupun bentuknya. Menurutnya, setiap keris punya makna filosofisnya sendiri.
“Tujuh (lekuk) ini menandakan pitulungan, lima ini menandakan pendawa,” ujar Aladin menjelaskan makna dari jumlah lekukan pada keris yang ia tunjukkan.
Parijan (57), perajin keris lainnya di Dusun Banyusumurup, mengatakan bahwa pekerjaan membuat keris telah diwariskan dari kakeknya ke ayahnya, lalu ayahnya mewariskan ilmu pembuatan keris padanya.
Di rumahnya, Parijan lebih banyak membuat keris yang biasanya digunakan untuk aksesoris acara pernikahan. Biasanya harga satu keris berkisar antara Rp100-200 ribu.
Karena acara pernikahan selalu ada, penghasilannya sebagai perajin keris relatif stabil. Biasanya dalam sebulan ia bisa memperoleh omzet bersih sekitar Rp3 juta.
Parijan mengatakan bahwa usaha kerisnya sempat lumpuh pada masa pandemi COVID-19. Namun perlahan-lahan usahanya bisa pulih kembali.
Saat ini, Parijan merasa proses regenerasi perajin keris di Dusun Banyusumurup kurang baik. Hal ini ditandai dengan sumber daya manusia para pembuat keris yang terus berukurang.
Menurutnya, banyak anak muda yang tidak tertarik untuk melanjutkan usaha kerajinan keris yang telah dirintis orang tua mereka. Kini mereka banyak yang memilih bekerja di perusahaan setelah lulus sekolah ataupun lulus kuliah.
Hal inilah yang menjadi keprihatinan para perajin keris terutama yang telah berusia lanjut. Oleh itu dibentuk Paguyuban Tunggak Semi.
Marjono (47), ketua Paguyuban Tunggak Semi, mengatakan bahwa paguyuban itu dibentuk untuk merangkul anak muda di Dusun Banyusumurup yang ingin menekuni bidang pembuatan keris.
Di dalam paguyuban itu mereka diajarkan bagaimana caranya untuk menjadi perajin keris. Seiring waktu minat mereka untuk menjadi perajin keris meningkat.
Ikut Klaster Usaha BRI
Dalam data yang dibagikan pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Wilayah Yogyakarta pada Bulan Juni 2023 lalu, Paguyuban Banyusumurup menjadi salah satu klaster usaha. Marjono membenarkan itu karena banyak perajin keris di tempatnya yang merupakan nasabah Bank BRI.
Terkait hal ini, Kepala BRI Kantor Unit Imogiri, Depip Misbah, mengakui bahwa sebagian besar perajin keris di Dusun Banyusumurup adalah nasabah BRI, sehingga di sana terbentuklah klaster usaha.
“Dibentuknya klaster usaha itu bertujuan agar kami bisa menjaring, tak hanya industrinya, tapi juga hasil produksinya. Dari sana bisa kami ‘tracing’ sampai misalnya siapa tengkulaknya dan lainnya. Nanti itu bisa jadi potensi kami,” kata Depip.
Depip mengatakan, tugas BRI Kantor Unit adalah membina klaster usaha tersebut. Namun soal dari mana dana itu berasal, sebuah desa bisa diajukan untuk mengikuti program “Desa BRILian” agar mendapat suntikan dana dari BRI untuk menjalankan program-program di desa mereka.
“Namun untuk klaster keris ini informasi saya masih terbatas, mengingat saya masih baru ditugaskan di kantor unit ini. Saya masih perlu waktu untuk menelusuri dan mengambil langkah terkait klaster tersebut,” pungkas Depip saat ditemui Merdeka.com pada Kamis (4/4).