Sosok Raden Saleh, Maestro Seni Lukis yang Jadi Inspirasi Seragam Defile Kontingen Indonesia di Olimpiade Paris 2024
Pelukis kelahiran Semarang ini adalah salah satu pioner lukisan yang beraliran romantisme.
Pelukis kelahiran Semarang ini adalah salah satu pioner lukisan yang beraliran romantisme.
Sosok Raden Saleh, Maestro Seni Lukis yang Jadi Inspirasi Seragam Defile Kontingen Indonesia di Olimpiade Paris 2024
Opening Ceremony Olimpiade Paris 2024 digelar di Sungai Seine, Paris, pada Jumat (26/7).
Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, Upacara Pembukaan Olimpiade tidak digelar di stadion.
Para perwakilan negara peserta menyusuri Sungai Seine sejauh 6 km dari jembatan Austerlitz menuju Trocadero, dekat Menara Eiffel.
(Foto: Wikipedia)
Seragam yang digunakan kontingen Indonesia dalam pembukaan Olimpiade Paris 2024 ini sukses mencuri perhatian. Pakaian tersebut dirancang oleh desainer lokal yang namanya sudah mendunia yaitu Didit Hediprasetyo.
Dilansir dari Liputan6.com, pakaian yang dirancang Didit ini memadukan teknik pengerjaan tangan berkualitas tinggi yang dipadukan dengan unsur modern. Hal ini tidak lepas dari pancaran performa atletik dan juga kekayaan budaya Indonesia.
Seragam defile kontingen Indonesia di Opening Ceremony Olimpiade Paris 2024 ini juga terinspirasi dari sosok Raden Saleh.
Pelukis kelahiran Semarang ini adalah salah satu pioner lukisan yang beraliran romantisme.
Profil Singkat
Raden Saleh atau yang memiliki nama asli Saleh Sjarif Boestaman lahir di Semarang, Jawa Tengah pada Mei 1811.
Ia lahir dari kalangan bangsawan Jawa. Sang ayah, Sayyid Hoesen Bin Awal bin Jahja adalah keturunan Arab, sementara ibunya adalah Mas Adjeng Zarip Hoesen yang tinggal di Semarang.
Sejak umur 10 tahun, Saleh sudah diserahkan kepada pamannya yang memiliki jabatan sebagai Bupati Semarang. Ia sudah memiliki kegemaran menggambar sejak duduk dibangku sekolah di Volkschool.
Dilirik Pelukis Belgia
Bakat Raden Saleh dalam melukis dan menggambar ini kemudian dilirik oleh pelukis asal Belgia, Joseph Payen. Ia pun mengatur dengan pemerintah Hindia Belanda agar Saleh mendapatkan pendidikan dalam bidang pemerintahan di Belanda.
Ia akhirnya berangkat ke Belanda dan melakukan beberapa kunjungan ke Dusseldorf, Frankfurt, dan juga Berlin bahkan hingga ke Kota Dresden. Dari sinilah Raden Saleh mulai gemar dengan lukisan beraliran romantisme.
Tinggal di Dresden hingga tahun 1844, Raden Saleh pun tidak hanya sukses dalam bidang seni lukis. Ia juga mempelajari bahasa Jerman sampai akhirnya ia kembali ke Tanah Air pada tahun 1852 sebelum akhirnya kembali ke Eropa pada tahun 1875.
Muncul Keresahan di Jawa
Ketika berada di Jawa, Raden Saleh bekerja sebagai konservator lukisan pemerintah kolonial serta melukis potret beberapa keluarga Kerajaan Jawa dan juga melukis pemandangan.
Seiring berjalannya waktu, dalam benaknya mulai muncul keresahan dan ketidaknyamanan di Jawa. Dikutip dari beberapa sumber, ia pernah menulis secarik surat yang bertuliskan "Di sini orang hanya bicara tentang gula dan kopi, kopi dan gula".
Di Jawa ia pun membangun sebuah puri kecil di Cikini. Tempat inilah yang kerap dia gunakan untuk menyambut tamu yang berbahasa Jerman.
Karya-Karya Hebat
Dilansir dari situs jakarta.diplo.de, Di Jerman masih ada beberapa karya asli Raden Saleh yang terpampang di museum atau di tangan kolektor pribadi. Salah satu karyanya yang begitu terkenal yaitu "Penangkapan Pangeran Diponegoro" tahun 1858.
Raden Saleh melukis sosok Pangeran Diponegoro dengan gaya yang menantang terutama dalam proses penangkapannya. Lukisan ini menjadi sebuah simbol anti-kolonialisme revolusioner.
Berkat ide dan pemikiran Raden Saleh di bidang seni lukis, banyak seniman yang mengadaptasi karya-karyanya. Raden Saleh pun dianggap sebagai pelukis Jawa modern pertama di Nusantara.
Pendidikan dan perjalanannya di Eropa tentu menambah pandangan serta ide-ide yang lebih luas dan dinamis. Buah pemikiran ini menghasilkan pengaruh besar dalam sejarah seni lukis di Indonesia.