Suarakan Krisis Iklim dengan 'Sepatu', Ini Tiga Tuntutan Extinction Rebellion
Merdeka.com - Masih dalam semarak perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75, sekelompok anak muda yang menyebut diri mereka sebagai Extinction Rebellion (XR), melakukan Aksi Sepatu atau Shoe Strike. Aksi ini dilakukan di dua kota, Jakarta dan Yogyakarta, Sabtu (29/8) sore, secara bersamaan.
Berbeda dari aksi penyampaian aspirasi yang biasa dihadiri massa, XR melakukan inovasi kreatif. Gerakan non-partisan bertaraf internasional ini, mengajak masyarakat untuk menyumbangkan sepatu mereka sebagai perwakilan kehadiran. Masyarakat yang mendonasikan sepatu juga dapat menyampaikan aspirasi tentang krisis iklim lewat pesan di secarik kertas. Aksi Sepatu ini dipilih karena dianggap lebih aman, mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang belum mereda.
“Dikarenakan krisis kesehatan pandemi Covid-19 yang belum teratasi di Indonesia, kami merasa belum sepenuhnya aman untuk masyarakat turun ke jalan dan menyuarakan aspirasinya. Sepatu-sepatu ini dikumpulkan secara sukarela dari selama 10 hari untuk mewakili suara masyarakat dan selanjutnya akan didonasikan ke beberapa yayasan yang membutuhkan. Aksi sepatu ini mewakili harapan akan bumi yang layak huni dan menuntut merdeka dari krisis iklim. Aksi ini dilangsungkan dengan protokol kesehatan ketat yang hanya melibatkan 15 relawan,” ujar Koordinator Nasional Extiction Rebellion Indonesia, Defri Nandi dalam siaran pers mereka.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
-
Dimana kejadian ini berlangsung? Sebuah video memperlihatkan prajurit TNI yang memberi kejutan di HUT Bhayangkara. Sejumlah TNI tiba-tiba datang ke kantor Polisi Tuban dengan membawa massa yang cukup banyak.
-
Siapa saja yang ikut demo? Aksi demo kali ini sangat besar, melibatkan tidak hanya mahasiswa tetapi juga para komika seperti Arie Kriting dan Mamat Alkatiri yang ikut turun berdemo.
-
Siapa yang ikut demo? Pada Minggu (17/3), warga di sepanjang Jalan Godean, tepatnya di Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Sleman, bersama satuan Jaga Warga mengadakan arak-arakan dengan membawa banner.
-
Apa modus ratusan pelajar tersebut? Ratusan pelajar itu diamankan di empat lokasi di Jakarta Pusat pada Selasa (2/4) sore. 'Hari ini kita mengamankan remaja yang konvoi berdalih berbagi takjil yang selalu membuat kerusuhan dan keonaran di jalan raya, sehingga membahayakan pengguna jalan maupun warga sekitar karena sering menutup jalan sambil teriak-teriak menyalakan petasan,' kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro dalam keterangan tertulis.
-
Siapa yang memprotes kejadian tersebut? Diketahui, terekam video yang beredar di media sosial salah satu pendukung mengacungkan tiga jari saat debat capres berlangsung. Hal tersebut pun menuai protes dari pihak 02 yakni Grace Natalie.
Aksi ini juga disiarkan langsung lewat media sosial XR, dan diisi dengan orasi beberapa peserta. Di Jakarta, Aksi Sepatu dilakukan di depan Istana Merdeka, sedangkan di Yogyakarta, dilaksanakan di Monumen Serangan Umum 1 Maret, Malioboro.
Aksi Sepatu di Jogja
Di Jogja, Aksi Sepatu diikuti oleh puluhan pasang sepatu yang ditata di latar Monumen Serangan Umum 1 Maret. Aksi ini dimulai sekitar pukul 15.30 WIB, dengan orasi dan bernyanyi bersama menyuarakan tuntutan mereka.
“XR mengajak kita semua, internationally, bukan cuma nasional atau segmented, untuk ikut bergabung bersama gerakan ini. Sadar bahwa ini bukan isu satu dua organisasi, atau satu dua individu saja, tapi emang kebutuhan kita bersama,” ujar Ario Bimo, salah satu peserta Aksi Sepatu di Jogja, dan bagian dari XR.
Senada dengan Ario, Defrio melalui siaran pers-nya, mewakili XR, mengatakan betapa gentingnya situasi iklim dunia, terutama Indonesia saat ini. XR mendesak pemerintah untuk mendeklarasikan darurat iklim.
“Kami tidak mau tinggal diam. Kami tidak akan berhenti untuk menyerukan kebenaran bahwa ini sudah darurat. Krisis Iklim ini nyata dan di depan mata,” kata Defrio.
Tiga Tuntutan XR
©2020 Merdeka.com/Siwi Nur
Indonesia ikut menandatangani Perjanjian Paris, dan menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan menjaga suhu bumi di bawah 1.5 derajat Celsius. XR menganggap komitmen Indonesia belum dilaksanakan dengan baik. Defrio menyebut, belum terlihat kebijakan yang secara signifikan mengarah pada komitmen tersebut.
“Tiga tuntutan kami sangat jelas yaitu deklarasikan darurat iklim sekarang, susun kebijakan untuk mencapai net-zero emission pada tahun 2025, dan bentuk balai masyarakat untuk mengawal dan memberikan rekomendasi bagi kebijakan iklim Indonesia,” lanjut Defrio.
Menanggapi tuntutan itu, Ario yang ditemui saat melakukan aksi di Jogja, mengaku pemerintah, khususnya pemerintah daerah Yogyakarta belum memberikan tanggapan terkait aksi mereka.
“Dari pemerintah sendiri, hingga saat ini, kalau di Jogja, belum ada tanggapan,” jelas Ario, Minggu (29/8).
Mengenal Extinction Rebellion
Extinction Rebellion merupakan gerakan non-partisipan internasional yang menggunakan aksi damai tanpa kekerasan untuk mendorong pemerintah dalam menanggulangi keadaan darurat iklim dan ekologi. Gerakan ini mulai ramai di Indonesia dua tahun belakangan dan hingga kini sudah melakukan banyak kegiatan.
“Untuk acara-acaranya ada banyak. Kita melakukan pendidikan terkait kesadaran iklim. Kita ada XR Talk, Climate Talk, di mana kita melakukan diskusi-diskusi terkait iklim dengan tema-tema yang berbeda, tapi semuanya merujuk pada hal yang sama, masa depan yang lebih baik dan yang pasti adanya masa depan itu sendiri untuk manusia,” jelas Ario.
XR mengajak masyarakat, khususnya yang peduli terhadap isu iklim, untuk menyuarakan suara mereka. Dan, terbuka untuk bergabung dengan mengunjungi website resmi mereka atau dengan mengikuti berbagai kegiatan yang digelar XR.
“Kami sangat khawatir warisan 100 tahun kemerdekaan Indonesia di 2045 nanti yang akan kami terima adalah kerusakan yang bertambah parah dan kepunahan. Padahal Indonesia punya pilihan untuk menjadi pemimpin dunia dalam melawan krisis iklim,” tutup Defrio. (mdk/kho)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pawai Global Climate Strike di Taman Menteng dilakukan untuk menangani krisis iklim dan kelestarian lingkungan.
Baca SelengkapnyaAcara ini juga menjadi momen penyaluran aspirasi mereka atas kebijakan pemerintah yang tidak pro lingkungan
Baca SelengkapnyaSepatu-sepatu yang dipajang adalah lambang dari ribuan warga Jalur Gaza yang terbunuh di tengah konflik Israel dan Hamas.
Baca SelengkapnyaDalam aksinya mereka menuntut untuk menyikapi konflik lahan di Rempang.
Baca SelengkapnyaAksi 1.000 pasang sepatu ini dalam rangka memperingati 100 hari genosida yang terjadi di Gaza.
Baca SelengkapnyaAksi ini merupakan bentuk protes terhadap berbagai isu yang dinilai merugikan para pekerja di industri tekstil.
Baca SelengkapnyaSituasi telrihat masih kondusif. Massa buruh hanya duduk sambil mendengarkan orasi politik dari mobil pikap komando.
Baca SelengkapnyaMereka turut menyuarakan rasa solidaritas terhadap kondisi Palestina yang dijajah Israel.
Baca SelengkapnyaRektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid sempat membacakan puisi berjudul 'Sak Karepmu' di depan ribuan massa aksi Jogja Memangg
Baca SelengkapnyaMereka meminta komitmen penangan krisis iklim dibuktikan dengan tidak menjadikan orang-orang yang terkait industri fosil sebagai tim pemenangan.
Baca SelengkapnyaMereka melakukan long march sejak dari Taman Parkir ABA Yogyakarta hingga Kawasan Titik Nol Kilometer.
Baca SelengkapnyaMereka meminta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 sebesar 15 persen.
Baca Selengkapnya