Gulat Okol, Olahraga Tradisional Surabaya yang Tak Kalah Seru dari Sumo
Merdeka.com - Gulat Okol sekilas mirip dengan olahraga tradisional Sumo asal Jepang. Tapi dalam pelaksanaannya, Gulat Okol memiliki sejumlah keunikan dan makna-makna filosofis yang melingkupinya. Gulat Okol merupakan olahraga tradisional yang sudah mengakar dalam masyarakat Surabaya di daerah tertentu.
Olahraga tradisional ini lebih khusus bisa dijumpai di Surabaya bagian barat. Salah satu desa yang masih melestarikan olahraga ini adalah Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya. Gulat Okol sendiri merupakan salah satu rangkaian dari pelaksanaan sedekah bumi yang digelar masyarakat setempat.
Berikut ulasan tentang Gulat Okol yang telah merdeka.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (27/3/2020).
-
Kapan Olop-Olop Bolon biasanya diadakan? Olop-Olop Bolon biasanya dilaksanakan untuk mensyukuri hasil panen yang melimpah.
-
Siapa yang terlibat dalam tradisi ini? Setelah itu, tuan rumah akan mengundang tetangga untuk mengikuti acara kepungan dengan menyantap tumpeng tawon.
-
Apa jenis olahraganya? Tim boccia Indonesia berhasil meraih kemenangan penuh dalam pertandingan perdana mereka di Paralimpiade Paris 2024 yang berlangsung di South Paris Arena 1 pada hari Kamis (29/8/2024).
-
Mengapa dadar gulung di Jawa Tengah sering dibuat saat Lebaran? Dadar gulung sering menjadi pilihan populer dalam acara-acara spesial, seperti Lebaran atau perayaan lainnya, serta dijadikan camilan lezat sehari-hari.
-
Apa yang dirayakan di Hari Raya Galungan? Hari Galungan dan Kuningan adalah hari diperingati untuk merayakan kemenangan dharma atau kebaikan melawan adharma atau kejahatan.
-
Kenapa peserta Rakor APEKSI Komwil V Kalimantan diajak bermain tradisional? 'Suasana semarak ini dimanfaatkan sebagai ajang silahturahmi antar Wali Kota dana delegasi yang hadir di Tarakan' imbuhnya.
Asal Mula Gulat Okol
2020 Merdeka.com/liputan6.com
Dihimpun dari berbagai sumber, olahraga tradisional Gulat Okol berawal dari kegiatan warga saat menggembalakan hewan ternaknya. Dulu, sembari menunggu kerbau, sapi, dan kambing mencari makan di area persawahan, para penggembala mengisi waktu luangnya dengan bergulat di atas jerami.
Dalam pelaksanaan gulat itu mereka dilingkupi rasa senang dan tidak ada dendam. Justru dengan melaksanakan gulat di sela-sela menggembalakan ternak itulah didapati rasa persaudaraan sesama warga. Dari situlah kemudian Gulat Okol dijadikan tradisi turun-temurun sampai sekarang.
Pelaksanaan Gulat Okol
2020 Merdeka.com/liputan6.com
Gulat Okol menjadi salah satu kegiatan dari rangkaian perayaan sedekah Bumi yang digelar warga Kelurahan Made, Kecamatan Sambikerep, Kota Surabaya. Dalam pelaksanaannya, Gulat Okol bisa diikuti siapapun. Laki-laki maupun perempuan dari berbagai usia dipersilakan meramaikan tradisi turun temurun ini.
Olahraga tradisional ini dilakukan di atas tumpukan jerami dengan tujuan ketika pegulat terjatuh tidak akan mengalami sakit. Para peserta gulat juga diwajibkan memakai ikat kepala atau udeng. Selain itu, mereka juga diharuskan memakai selendang kain yang diikatkan di bagian tubuhnya.
Pada pelaksanaannya, para pegulat tidak diperbolehkan menyentuh langsung tubuh lawannya. Untuk menjatuhkan lawan, masing-masing di antara mereka harus mengoyak lawan dengan selendang yang melingkar di tubuhnya.
Para pegulat dilarang menjatuhkan lawan dengan cara lain. Bahkan apabila ada peserta yang kukunya panjang, harus dipotong terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan olahraga tradisional Gulat Okol ini para peserta dijamin keselamatannya.
Iringan Musik Jawa
2020 Merdeka.com/liputan6.com
Sebagai pengantar para peserta Gulat Okol naik ke atas arena, ada alunan gending becek yang mengiringinya. Irama musik ini semakin menambah keceriaan dan semangat peserta Gulat Okol maupun para penonton yang menyaksikan.
Tradisi yang digelar satu tahun sekali itu biasanya berlangsung antara bulan September sampai Oktober. Para peserta Gulat Okol selalu beragam, mulai dari anak-anak sampai ibu-ibu rumah tangga.
Filosofi Gulat Okol
2020 Merdeka.com/liputan6.com
Dulu ceritanya, sembari menunggu menggembalakan kerbau, sapi dan kambing di area persawahan, para warga menghabiskan waktu dengan cara bergulat di atas jerami. Penggunaan selendang memiliki arti khusus. Selendang diartikan sebagai simbol persahabatan yang erat.
Sementara penggunaan jerami sebagai arena adu gulat juga memiliki filosofi tersendiri. Selain menjamin pegulat tidak sakit ketika terjatuh, jerami juga menunjukkan berkah panen warga setempat. (mdk/rka)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Yang khas dari kompetisi gulat di kejuaraan ini adalah peserta wajib melumuri tubuhnya dengan minyak zaitun yang mahal.
Baca SelengkapnyaPenduduk Desa Wonokerto, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, menggelar tradisi Ojung di sekitar sumber mata air Sumber Winong setiap Muharam atau Suro.
Baca SelengkapnyaBudaya menjadi aspek penting dalam pembangunan IKN.
Baca SelengkapnyaKepopuleran olahraga kasti di Sumenep mengalahkan sepak bola dan bulu tangkis.
Baca SelengkapnyaBagi masyarakat Aceh, geulayang ini dipercaya sebagai warisan Edatu atau nenek moyang mereka.
Baca SelengkapnyaGame 17 Agustus kelompok membutuhkan kerja sama yang baik untuk memenangkan permainan.
Baca SelengkapnyaAnak-anak ini mengenakan pakaian dan riasan sesuai tema dagangan mereka
Baca SelengkapnyaBukan hanya satu atau dua jenis makanan saja, akan tetapi setiap rumah menyajikan hampir puluhan jenis takjil.
Baca SelengkapnyaIde lomba 17 Agustus bapak-bapak ini dijamin seru, lucu, dan menghibur.
Baca SelengkapnyaDengan semangat yang menggebu dan keseruannya, para ibu ini tidak hanya berkompetisi, tetapi juga menciptakan momen-momen yang menghibur dan penuh warna.
Baca SelengkapnyaPermainan ini masih lestari di Kabupaten Bandung Barat
Baca SelengkapnyaTak pakai sepatu, anak-anak di Kampung Cengkuk bermain bola dengan egrang bambu.
Baca Selengkapnya