Kisah Pilu Gadis Jombang Penderita Autoimun, Dulu Anggota Paskibraka Kini Terbaring Lemas
Kedua orang tuanya mengupayakan segala kemampuan untuk proses pengobatan sang anak, tapi tidak semua obat mampu mereka tebus.
Kedua orang tuanya mengupayakan segala kemampuan untuk proses pengobatan sang anak, tapi tidak semua obat mampu mereka tebus.
Kisah Pilu Gadis Jombang Penderita Autoimun, Dulu Anggota Paskibraka Kini Terbaring Lemas
Sudah lebih dari lima tahun, Dewi Purnamasari, gadis asal Kabupaten Jombang, Jawa Timur menderita penyakit autoimun. Kini, ia hanya bisa terbaring lemas di tempat tidur.
Kronologi
Sejak SMA, Dewi sudah merasa ada yang berbeda dengan tubuhnya.
"Saya dulu ikut Paskibraka, kalau capek itu pendarahan. Ke dokter dikasih obat terus sembuh, tapi itu berulang terus," ungkap Dewi, dikutip dari Instagram @wargajombang, Jumat (29/3/2024).
Lulus SMA, Dewi melanjutkan pendidikan S-1 program studi Perpustakaan dan Arsip di Universitas Brawijaya Malang. Selama kuliah, Dewi tidak merasa ada gangguan pada tubuhnya.
Ia kembali merasakan badannya sakit setelah lulus kuliah pada tahun 2018. Pada tahun 2019, Dewi mulai merasakan ada keluhan di matanya.
"Kata dokter mata ada peradangan, tapi tidak parah," ujarnya.
Tubuh Makin Sakit
Semakin hari penglihatan Dewi semakin buram. Ia dirujuk ke dokter saraf untuk melalukan CT Scan, namun hasilnya tidak ditemukan kelainan apapun.
"Dokter bilang curiga ada penyakit lain seperti autoimun, karena leher saya kaku, badan bengkak, tensinya tinggi," ungkap Dewi menirukan sang dokter.
Dari dokter saraf, Dewi dirujuk ke dokter penyakit dalam. Ia menjalani pengobatan selama enam bulan di bawah pengawasan dokter penyakit dalam RSUD Jombang, tapi tidak ada perkembangan.
Berobat ke Luar Kota
Pihak RSUD Jombang menyarankan Dewi untuk berobat ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Melalui berbagai pertimbangan, Dewi dan orang tuanya sepakat untuk dirujuk ke Surabaya.
Dokter RSUD Jombang mengatakan bahwa Dewi harus naik kendaraan pribadi menuju Surabaya, karena naik kendaraan umum bisa membahayakan kesehatannya. Sayangnya, keterbatasan ekonomi membuat Dewi dan orang tuanya harus naik kereta api setiap kali ke Surabaya. Hal ini dilakukan karena biayanya lebih murah dibanding harus menyewa mobil.
Kedua orang tuanya yang hidup sangat sederhana juga tengah berupaya keras mencari biaya untuk membeli obat yang tidak terk-cover BPJS.
Dalam sebulan Dewi harus kontrol 8 kali ke Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Itu belum termasuk biaya untuk mengisi ulang tabung oksigen, dan lain-lain.
Sehari-hari, ibu Dewi berjualan nasi bungkus dari pagi hingga sore, namun hasilnya tetap tak cukup untuk biaya pengobatan Dewi.