Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengenang Kerusuhan Tanjung Priok 12 September 1984, Ini Latar Belakangnya

Mengenang Kerusuhan Tanjung Priok 12 September 1984, Ini Latar Belakangnya Kerusuhan Tanjung Priok. wikipedia.org©2022 Merdeka.com

Merdeka.com - 12 September 1984 lalu, terjadi sebuah kerusuhan di kawasan Tanjung Priok Jakarta. Kerusuhan ini lantas dikenal dengan sebutan Peristiwa Tanjung Priok. Kerusuhan ini mengakibatkan sejumlah orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka.

Gedung-gedung pun banyak terbakar, karena massa yang terlibat bertindak anarkis dengan merusak kawasan dan akhirnya bentrok dengan aparat TNI. Aksi penembakan pun menyusul tak terhindarkan. Diketahui, sedikitnya 9 orang tewas terbakar dan 24 orang lainnya tewas akibat tembakan aparat.

Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Priok ini menjadi salah satu bentuk kerusuhan besar dengan aksi pelanggaran HAM berat pada masa pemerintahan Orde Baru. Berikut kilas balik latar belakang Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984 yang patut untuk Anda ketahui.

Orang lain juga bertanya?

Berawal dari Spanduk di Masjid

Tragedi Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984 kala itu dihujani dengan aksi penembakan oleh aparat TNI terhadap warga sipil. Jumlah korban hingga saat ini masih samar-samar angkanya, namun menurut berbagai sumber diperkirakan mencapai 50 orang lebih.

Awal mula kerusuhan ini adalah percekcokan antara seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan warga. Ditengarai pada saat itu Babinsa meminta warga untuk melepaskan spanduk dan brosur-brosur yang tertempel lantaran dinilai tidak menganut paham Pancasila.

Perlu diketahui bahwa pada saat ini pemerintah Orde Baru memang sangat melarang paham-paham dan ideologi yang anti Pancasila. Jadi, apapun yang tidak mendukung paham Pancasila mudah menyulut para simpatisan Orde Baru.

Siapapun yang tidak sejalan dengan garis politik rezim Orba maka layak dituduh sebagai anti-Pancasila (Tohir Bawazir, Jalan Tengah Demokrasi, 2015: 161).

Ternyata hingga 2 hari kemudian spanduk tersebut tak kunjung dilepas oleh warga. Sehingga, petugas Babinsa Sersan Satu Hermanu pun mencopot spanduk yang dipermasalahkan itu sendiri.

Saat melakukan aksinya mencopot spanduk yang tertempel pada masjid Masjid Baitul Makmur, petugas tersebut diketahui melakukan pencemaran terhadap masjid lantaran tidak melepas alas kaki saat masuk ke dalamnya.

Kabar petugas Babinsa mencopot spanduk di dalam masjid dengan masih mengenakan alas kaki ini pun membuat warga marah dan berkumpul di masjid. Pengurus Masjid Baitul Makmur, Syarifuddin Rambe, Sofwan Sulaeman, dan Ahmad Sahi mencoba menenangkan warga namun tanpa hasil.

Warga pun sudah kadung emosi dan membakar sepeda motor petugas Babinsa. Buntutnya, pelaku yang diduga melakukan pembakaran yakni Syarifuddin, Sofwan, Ahmad, dan Muhammad Nur pun ditangkap aparat.

Karena Tindakan Represi Orde Baru

Peristiwa Tanjung Priok Tahun 1984 merupakan peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada masa Orde Baru.

Hal ini rupanya berawal dari ceramah-ceramah yang dilakukan di Masjid-masjid di sekitar daerah Tanjung Priok. Dimana ceramah membahas dan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang di tetapkan oleh pemerintah Orde Baru, seperti kebijakan menjadikan asas tunggal Pancasila, sebagai asas tunggal ideologi bangsa Indonesia.

Pamflet dan spanduk yang berisi kegelisahan umat Islam ini pun disebar dan tertempel di lingkungan masyarakat, membuat gerah aparat pro Orde Baru. Setelah peristiwa pelepasan spanduk oleh Babinsa Hermanu dan kemarahan warga lantaran Babinsa masuk ke masjid tanpa sopan santun disusul dengan membakar motornya, Keesokan harinya pada 11 September, warga meminta bantuan tokoh masyarakat setempat yakni Amir Biki untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah. Amir Biki memang memiliki peran sebagai salah seorang pimpinan Posko 66.

Beliau adalah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat. Namun ternyata, usaha Amir Biki untuk meminta keadilan sia-sia belaka.

Berkembang Menjadi Pelanggaran HAM

Pada tanggal 12 September tahun 1984, beberapa orang mubaligh menyampaikan ceramahnya di tempat terbuka dan mengulas berbagai persoalan politik dan sosial. Di antaranya adalah kasus bentrok Babinsa dengan warga yang baru saja terjadi.

Mengutip publikasi uinbanten.ac.id, di hadapan massa Amir Biki berbicara lantang dan menyerukan ultimatum agar militer membebaskan para tahanan paling lambat pukul 23.00 WIB malam itu. Jika tidak, mereka akan mengerahkan massa mengadakan demonstrasi.

Di saat ceramah telah usai, berkumpullah sekitar 1500 orang demonstran bergerak menuju Kantor Polsek dan Koramil setempat. Sebelum massa tiba di tempat, rupanya mereka telah dikepung dari dua arah oleh pasukan bersenjata.

Massa demonstran berhadapan dengan tentara yang sudah siaga tempur. Lalu kemudian terdengar suara tembakan diikuti oleh pasukan yang langsung mengarahkan moncong senjatanya kepada kerumunan massa demonstran. Dari segenap penjuru terdengar suara letusan senjata, tiba-tiba ratusan orang demonstran tersungkur berlumuran darah.

Sebagian korban berusaha bangkit dan lari menyelamatkan diri, namun pada saat yang sama mereka ditembak lagi dengan menggunakan bazoka. Dalam beberapa detik jalanan sudah dipenuhi jasad manusia sedangkan beberapa korban luka yang tidak begitu parah berusaha lari dan berlindung ke tempat-tempat di sekitarnya.

Saat tentara-tentara mengusung korban yang telah mati dan luka-luka ke dalam truk-truk militer, tembakan terus berlangsung tanpa henti. Semua korban dibawa ke Rumah Sakit Militer di tengah kota Jakarta. Sedangkan Rumah Sakit lain diultimatum untuk tidak menerima pasien korban penembakan Tanjung Priok. (mdk/edl)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
FOTO: Napak Tilas Pelanggaran HAM Orde Baru, Ribuan Tengkorak dan Nisan Bertebaran di Peringatan 26 Tahun Reformasi
FOTO: Napak Tilas Pelanggaran HAM Orde Baru, Ribuan Tengkorak dan Nisan Bertebaran di Peringatan 26 Tahun Reformasi

Sebanyak 2.000 tengkorak dan 1.000 nisa kuburan ditampilkan secara dramatis.

Baca Selengkapnya
Tragedi Talangsari Pecah 7 Februari 1989
Tragedi Talangsari Pecah 7 Februari 1989

Awal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila.

Baca Selengkapnya
Cerita Petrus, Penembak Misterius Zaman Orde Baru
Cerita Petrus, Penembak Misterius Zaman Orde Baru

Cara Soeharto menangani kriminalitas di Indonesia ini lantas mendapatkan kecaman dari publik.

Baca Selengkapnya
Foto Langka Suasana Mencekam Jakarta Usai Penculikan para Jenderal di Tragedi G30S, TNI dengan Tank Kuasai Ibu Kota & Buru PKI
Foto Langka Suasana Mencekam Jakarta Usai Penculikan para Jenderal di Tragedi G30S, TNI dengan Tank Kuasai Ibu Kota & Buru PKI

Simak foto langka suasana di Jakarta usai tragedi G30S. Banyak tank berkeliaran memburu anggota PKI.

Baca Selengkapnya
Peristiwa 13 November:  Tragedi Semanggi 1 yang Menewaskan 17 Orang, Ini Sejarah dan Latar Belakangnya
Peristiwa 13 November: Tragedi Semanggi 1 yang Menewaskan 17 Orang, Ini Sejarah dan Latar Belakangnya

Hari ini, 13 November pada tahun 1998 silam, terjadi demonstrasi besar-besaran di kawasan Semanggi, Jakarta.

Baca Selengkapnya
PDIP Desak Jokowi Jadikan Kudatuli Sebagai Pelanggaran HAM Berat
PDIP Desak Jokowi Jadikan Kudatuli Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Ribka mengajak kader PDI Perjuangan dan aktivis ikut mendesak Presiden Jokowi memasukkan peristiwa Kudatuli sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu.

Baca Selengkapnya
Mengenang Tragedi Rumoh Geudong, Tindak Pelanggaran HAM Berat Masa Konflik Aceh
Mengenang Tragedi Rumoh Geudong, Tindak Pelanggaran HAM Berat Masa Konflik Aceh

Peristiwa kelam ini cukup memberikan luka mendalam bagi masyarakat Aceh yang dilakukan oleh aparat TNI di era konflik Aceh.

Baca Selengkapnya
Sekjen PDIP Nilai Tragedi Kudatuli Harusnya Pelanggaran HAM Berat
Sekjen PDIP Nilai Tragedi Kudatuli Harusnya Pelanggaran HAM Berat

Menurut Hasto, pengungkapan tragedi Kudatuli diharapkan mampu menghilangkan kekuasaan yang menindas.

Baca Selengkapnya
FOTO: Peringati Tragedi Kudatuli 1996, Massa PDIP Geruduk Kantor Komnas HAM
FOTO: Peringati Tragedi Kudatuli 1996, Massa PDIP Geruduk Kantor Komnas HAM

Mereka mendesak Komnas HAM menetapkan peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI sebagai pelanggaran HAM berat.

Baca Selengkapnya
Revolusi Sosial Sumatra Timur, Peristiwa Kelam Maret 1946 yang Berujung Pembantaian
Revolusi Sosial Sumatra Timur, Peristiwa Kelam Maret 1946 yang Berujung Pembantaian

Revolusi Sosial Sumatra Timur kisah kelam pembantaian kesultanan Melayu.

Baca Selengkapnya
10 Januari: Peringati Hari Tritura, Tonggak Sejarah Kelahiran Orde Baru
10 Januari: Peringati Hari Tritura, Tonggak Sejarah Kelahiran Orde Baru

Istilah "Tritura" merupakan singkatan dari "Tri Tuntutan Rakyat" (Tiga Tuntutan Rakyat).

Baca Selengkapnya
Petrus. Cara Orde Baru Habisi Preman & Pemalak
Petrus. Cara Orde Baru Habisi Preman & Pemalak

Tahun 1980an, preman merajalela. Aparat Orde Baru punya satu penyelesaian: Penembak Misterius

Baca Selengkapnya