Mengenal Surabayan, Kampung Peninggalan Majapahit yang Berusia Lebih dari 700 Tahun
Merdeka.com - Kampung Surabayan yang terletak di Kelurahan Kedungdoro, Tegalsari, Kota Surabaya, Jawa Timur memiliki sejarah panjang yang menarik untuk disimak. Konon, kampung ini sudah ada sejak zaman Majapahit.
Dikutip dari liputan6.com, Raja Majapahit yang berkuasa pada tahun 1350 hingga 1389, Hayam Wuruk pernah mengunjungi sekitar 40 kampung yang ada di bantaran sungai Brantas dan Bengawan Solo, seperti yang tertulis dalam Kitab Nagarakretagama. Salah satunya ialah Kampung Surabayan.
Kunjungi Kampung Tua
-
Kapan Kota Surabaya didirikan? Salah satu episode pahlawan yang terkenal adalah pertempuran antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol di bawah pimpinan Kubilai Khan pada tahun 1293. Peristiwa heroik ini diabadikan sebagai tanggal berdirinya Kota Surabaya, yaitu pada 31 Mei 1293, menciptakan fondasi kuat dari nilai-nilai kepahlawanan yang terus hidup hingga saat ini.
-
Dimana Keraton Surabaya berdiri? Istana Kadipaten Kasepuhan merupakan bangunan yang sekarang menjadi kantor Pos Besar Surabaya.
-
Kapan kota kuno ini dihuni? Kota ini berasal dari sekitar tahun 250 Masehi sampai 1000 Masehi dan diberi nama Ocumtun yang berarti “kolom batu“ dalam bahasa Maya.
-
Bagaimana Surabaya jadi kota penting di masa kolonial? Pada masa kolonial Hindia Belanda, Surabaya adalah kota penting karena merupakan pelabuhan ekspor-impor di Nusantara.
-
Kapan kota kuno itu berdiri? Menurut laporan Greek Reporter, kota ini berdiri pada abad keenam SM dan eksis sampai abad keenam Masehi.
-
Kapan kota kuno itu didirikan? Kota kuno ini diperkirakan didirikan pada akhir abad ke-6 SM dan eksis hingga abad ke-6 Masehi.
©2020 Merdeka.com/liputan6.com
Jurnal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang berjudul Conservation Concept of Old Kampung Through the Application fo Sustainable Development Principles at Kampung Surabayan, Kedungdoro District, Surabaya yang terbit pada 1 April 2014 menyebutkan nama-nama kampung yang sempat dikunjungi Hayam Wuruk. Di antaranya ada Kampung Surabayan, Kampung Bungkul, dan Kampung Jambangan.
Eksistensi Kampung Surabayan ditunjukkan pada Prasasti Canggu dan Kakawin Nagarakretagama.
"Surabaya disebutkan pertama kali di dalam peninggalan Majapahit yang bisa dijadikan sumber sejarah antara lain Prasasti Canggu dan Kakawin Nagarakrtagama. Prasasti Canggu diterbitkan pada 1358 Masehi di masa Majapahit dipimpin Hayam Wuruk," ungkap Sejarawan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Adrian Perkasa.
Desa-desa Penting
©2020 Merdeka.com/Youtube PENS TV
Prasasti Canggu dikeluarkan oleh Hayam Wuruk sebagai bukti pemberian hak istimewa kepada desa-desa penting di sepanjang aliran Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Hak istimewa itu diberikan lantaran kontribusinya meningkatkan ekonomi Kerajaan Majapahit. Diketahui, Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas merupakan dua sungai penting di masa Majapahit.
"Yang harus diketahui posisi desa dan dua sungai di Jawa itu urat nadi ekonomi, lalu lintas antara pedalaman dan pesisir dengan laut. Di situ kemudian ibarat hari ini desa tersebut semacam pintu tol lalu lintas manusia dan komoditas," ujar dia.
Berusia Sekitar 700 Tahun
©2020 Merdeka.com/Youtube PENS TV
Sementara itu, ada jarak waktu sekitar 700 tahun antara penyebutan nama Surabaya pertama kali dengan perkembangan Kota Surabaya. Sehingga bangunan peninggalan zaman Majapahit di kota ini nyaris tidak ditemukan.
Menurut Adrian, ada salah satu peninggalan yang masih bisa dilacak. Yakni Bunden Mba Mojo.
"Bunden kalau kita lihat di desa di luar kota besar Surabaya, ada bentuk mata air, ada bentuk pohon, tumpukan batu kuno merupakan struktur candi. Ada yang kemudian dirupakan seperti makam, di sini bunden Mba Mojo dirupakan sebagai makam, keterkaitan prasasi Majapahit bangunan atau struktur yang menunjukkan kekunoan kampung dari Surabayan tersebut," jelas Dosen Sejarah Unair itu.
Tradisi Kampung yang Masih Bertahan
©2020 Merdeka.com/liputan6.com
Di kampung yang usianya lebih dari 7 abad itu, ada sejumlah tradisi yang masih eksis hingga sekarang. Dua di antaranya Budaya Cangkruk dan Adu Burung Dara.
Cangkrung memiliki pengertian yang sama dengan nongkrong. Secara beramai-ramai, orang-orang duduk dan saling bertukar cerita.
Sementara Adu Burung Dara merupakan aktivitas mengadu kecepatan burung dara. Seiring dengan berkurangnya lahan kosong, secara kuantitas kegiatan ini juga turut berkurang.
Kampung Surabayan disebut-sebut memiliki potensi pariwisata budaya yang menggiurkan. Mengingat usianya yang sudah tua dan menyimpan banyak cerita sejarah. Kampung ini juga telah terdaftar di Dinas Pariwisata Kota Surabaya sebagai warisan budaya dengan nomor registrasi 646/1654/436.6.14/2009. (mdk/rka)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kampung ini memiliki nuansa bersejarah yang kental.
Baca SelengkapnyaJawa Timur termasuk provinsi yang menyimpan bukti sejarah kerajaan-kerajaan besar di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaMenurut buku Badan Pusat Statistik (2010) Indonesia memiliki sejarah panjang yang mencakup periode sebelum kemerdekaan. Terutama beberapa kota tertua.
Baca SelengkapnyaMasih ada sebuah desa yang dijuluki sebagai 'Kampung Majapahit' lantaran memiliki corak bangunan yang begitu khas.
Baca SelengkapnyaKabupaten Malang merupakan kabupaten tertua di Provinsi Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaPada masa lalu, Kalimas adalah pintu gerbang menuju ibu kota Kerajaan Majapahit di Trowulan Mojokerto.
Baca SelengkapnyaSebuah istana megah peninggalan nenek moyang yang usianya mencapai 700 tahun ditemukan di ladang petani.
Baca SelengkapnyaSurabaya pernah jadi daerah paling kuat di Jawa bagian timur
Baca SelengkapnyaHingga kini, Indonesia memiliki 514 kabupaten/kota yang terdiri dari 416 kabupaten dan 98 kota yang tersebar di seluruh 34 provinsi.
Baca SelengkapnyaSaat pembangunan bandara di Kediri, ditemukan sebuah situs bersejarah yang dahulu diyakini sebagai sebuah petirtaan.
Baca SelengkapnyaSelain saluran air, ada juga sumur kuno yang ditemukan secara tidak sengaja oleh warga.
Baca SelengkapnyaPesona sejarah, alam, dan budaya membuat wisatawan merasakan kemegahan masa lampau sekaligus keceriaan masa kini
Baca Selengkapnya