Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kebasahan tanpa payung hukum

Kebasahan tanpa payung hukum air bersih. ©2012 Merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - "Swasta boleh mengelola tapi tidak boleh menguasai, karena air masuk dalam kategori HAM," begitu Muhammad Reza Sahib menafsirkan bagaimana Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) membuka keran bagi swasta untuk mengelola.

Pemerintah sejatinya sebagai penguasa dan pengawas hanya tertulis dalam undang-undang. "Tapi coba lihat kenyataannya, pemerintah tidak menguasai tapi justru memberikan karpet merah untuk swastanisasi," ujarnya menegaskan.

Reza begitu dia dipanggil, merupakan pegiat lingkungan dari Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA). Sudah lama dia bersama para pegiat lingkungan lain pernah mengajukan Judical Review tentang undang-undang tersebut. Sayang gugatan itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Namun Rabu pekan kemarin, Mahkamah akhirnya memutus gugatan yang diajukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Perkumpulan Vanaprastha dan beberapa pemohon perorangan.

Orang lain juga bertanya?

Melalui Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat, gugatan itu dikabulkan. Dalam amar putusannya, Mahkamah menilai UU SDA tidak memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air. "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD 1945," kata Arief saat membacakan putusan.

Menurut Reza, dengan batalnya UU SDA yang terbit pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga seharusnya membatalkan kontrak pengelolaan dilakukan oleh swasta pengelola air. Dia menilai, pemerintah harus mengambil sikap termasuk membuat moratorium soal kontrak dengan swasta. "Harusnya otomatis konsesi mereka dicabut. Kalau tidak mereka bisa mengeluarkan kebijakan merugikan konstitusi," tutur Reza.

Ketua Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Hendro Baruno angkat bicara soal pembatalan undang-undang ini. Sebagai ketua asosiasi yang membawahi 193 anggota itu berpendapat jika putusan Mahkamah Konstitusi tersebut harus segera disikapi oleh pemerintah. Pasalnya dia melihat tidak ada payung hukum membawahi bisnis usaha perusahaan air minum dalam kemasan. "Ini perlu pengaturan pemerintah secepatnya," kata Hendro melalui telepon seluler semalam.

Hendro menilai dengan pembatalan payung hukum pengelolaan air oleh swasta itu dan kembali ke Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974, pemerintah juga harus melihat jika payung hukum itu dibuat sebelum adanya otonomi daerah. "Apakah sudah siap tanpa rekomendasi dari bupati atau wali kota," ujarnya.

Hendro pun meluruskan soal ada upaya privatisasi air seperti penafsiran dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004. Menurut dia selama ini tidak ada upaya penguasaan untuk memiliki pengelolaan air dan tidak pernah dilakukan oleh swasta. Dia menjelaskan jika izin pengelolaan penyediaan air justru didapat dari rekomendasi oleh kabupaten atau provinsi setempat dimana perusahaan itu berada.

Selain itu Hendro juga meluruskan soal tudingan adanya komersialisasi air yang dijadikan sebagai komoditas. Dalam Undang-undang Dasar 1945 memang dijelaskan air tidak termasuk barang ekonomi, namun kenyataannya harga air dalam kemasan justru kian melambung karena biaya produksi air dalam kemasan memang mahal.

Apalagi, Hendro melanjutkan, selama ini sebanyak 70 persen biaya produksi dibebankan kepada konsumen. "70 persen itu harga kemasan. Kalau belinya langsung ke pabrik pasti harganya lain dan lebih murah," tuturnya.

Hendro tidak setuju jika pembatalan kontrak hanya kepada perusahaan air minum dalam kemasan. Sebab penggunaan air dalam jumlah besar tidak hanya digunakan oleh perusahaan AMDK, namun perusahaan seperti garmen dan makanan juga menggunakan air dalam menjalankan produksinya.

"Bedanya itu kasat mata dan yang satunya nyata dalam kemasan," ujarnya. Saat ini Hendro pun sedang konsolidasi menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi tentang pembatalan UU SDA. "Kita sedang konsolidasi dengan asosiasi-asosiasi lain," katanya.

(mdk/mtf)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pakai Air Tanah Kini Harus Izin ke Pemerintah, Ternyata Ini Tujuannya
Pakai Air Tanah Kini Harus Izin ke Pemerintah, Ternyata Ini Tujuannya

Pada kondisi tertentu dapat dikenakan sanksi pidana serta pada kondisi tertentu lainnya dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif.

Baca Selengkapnya
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945
Hakim MK Arief Hidayat: Indonesia Tak Baik-Baik Saja, Sistem Bernegara Sudah Jauh dari Pembukaan UUD 1945

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai, Indonesia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.

Baca Selengkapnya
Putusan MA Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah, Mahfud MD: Membuat Saya Mual
Putusan MA Soal Batas Usia Calon Kepala Daerah, Mahfud MD: Membuat Saya Mual

Mahfud sebenarnya sudah mual menanggapi putusan MA soal Batas usia calon kepala daerah

Baca Selengkapnya
Terusir dari Tanah Leluhur, Potret Kusam Masyarakat Adat Akibat Tak Punya Undang-Undang
Terusir dari Tanah Leluhur, Potret Kusam Masyarakat Adat Akibat Tak Punya Undang-Undang

Mereka tak menolak pembangunan, namun menyayangkan cara negara memperlakukan tanah leluhurnya

Baca Selengkapnya
Pakar Hukum Sebut UUD ’45 Hasil Amandemen 2002 Tak Lagi Berdasar Pancasila
Pakar Hukum Sebut UUD ’45 Hasil Amandemen 2002 Tak Lagi Berdasar Pancasila

Praktisi hukum Agus Widjajanto setuju apabila Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tahun 2002 tidak lagi berdasar pada Pancasila

Baca Selengkapnya
Mahfud MD soal Putusan MA Tentang Batas Usia Calon Kepala Daerah: Melampaui Kewenangan
Mahfud MD soal Putusan MA Tentang Batas Usia Calon Kepala Daerah: Melampaui Kewenangan

Menurutnya, saat ini hukum di Indonesia sudah rusak. Karena dirusak oleh segelintir pihak.

Baca Selengkapnya