Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ketergantungan kita kepada asing sudah keterlaluan

Ketergantungan kita kepada asing sudah keterlaluan

Merdeka.com - Pengalamannya dalam sektor keuangan di pemerintahan membikin mantan Direktur Jenderal Pajak dan Menteri Keuangan Fuad Bawazier amat paham soal tantangan ekonomi bakal dihadapi pemerintahan Joko Widodo nanti.

Doktor ekonomi lulusan Universitas Maryland, Amerika Serikat ini menyebut ada dua tantangan besar bisa menggoyang kestabilan rezim Joko Widodo, yakni utang luar negeri menumpuk dan subsidi bahan bakar. Dia memastikan dua ganjalan ini bagian dari kepentingan asing untuk terus mencekik Indonesia.

"Sepanjang pesan-pesan sponsor ini masih kuat, baik pemerintah, perusahaan multinasional, atau lembaga internasional, sulit untuk memperbaiki perekonomian

Indonesia," kata Bawazier saat ditemui Selasa lalu di rumahnya nan asri dan lega di bilangan Menteng, Jakarta Pusat.

Wawancara berlangsung hampir sejam diawali obrolan ringan dalam sebuah ruangan tamu dipenuhi banyak lukisan. Ditemani segelas teh hangat dan sambil mengisap rokok, dia menjawab semua pertanyaan dengan gamblang kecuali soal resep jitu buat keluar dari keterpurukan ekonomi.

Berikut penjelasan Fuad Bawazier kepada Faisal Assegaf dari merdeka.com.

Menurut Anda, apakah pemerintahan baru nanti mampu mengatasi keterpurukan ekonomi?

Sepanjang pemerintah tidak bisa melepaskan diri dari pesan-pesan sponsornya, baik asing atau dalam negeri, susah untuk mengangkat dari keterpurukan. Karena orientasi asing itu adalah kepentingan mereka bukan kepentingan Indonesia. Secara umum asing itu ingin menjadikan Indonesia sebagai pasar (produk mereka). Mereka ingin mendapatkan keleluasaan berbisnis di Indonesia.

Sepanjang pesan-pesan sponsor ini masih kuat, baik pemerintah, perusahaan multinasional, atau lembaga internasional, sulit untuk memperbaiki perekonomian Indonesia. Indonesia ini dijadikan pasar untuk melempar uang mereka. Indonesia itu harus selalu terlibat utang. Kebijakan-kebijakan pemerintah harus selalu mengikuti orientasi mereka.

Perusahaan multinasional seperti apa menjadi sponsor asing itu?

Perusahaan tambang, minyak dan gas, jasa keuangan, asuransi mencoba mempengaruhi kebijakan-kebijakan Indonesia. Misalnya, apa urusannya mereka berteriak-teriak soal pembahasan RUU Pilkada. Kan, nggak nyambung. Itu urusan dalam negeri orang.

Apakah mungkin pemerintahan Joko Widodo mewujudkan kedaulatan ekonomi?

Itu saya ragukan, seberapa serius dia akan melaksanakan Trisakti katanya ajaran Bung Karno. Mudah-mudahan betul kabinetnya akan dikasih nama Kabinet Trisakti agar ingat terus.

Ketergantungan kita kepada asing sudah keterlaluan. Kita membikin kebijakan sedemikian rupa sehingga kita menjadi sangat bergantung.

Apa contoh kebijakannya?

Misalnya dalam hal pangan. Tidak ada program pemerintah betul-betul serius menggarap pangan. Konversi lahan subur menjadi lahan komersial berjalan terus. Kan, bisa bikin undang-undang diikuti peraturan daerah melarang ada konversi semacam ini.

Di lain pihak, upaya untuk swasembada pangan tidak ada karena kebijakan diajarkan lebih baik kita impor. Boediono sendiri bikin pernyataan, "Swasembada itu artinya barang itu ada di pasar Indonesia walau itu impor."

Itu penafsiran konyol soal swasembada. Itu supaya kita tetap jadi pasar pangan besar bagi produk asing. Atau kita sulit lepas dari ketergantungan kepada asing

karena ada sindikat bermain?

Jelas itu. Yang untung kan mafia dan para pejabat. Di gula, kedelai, minyak dan gas, di mana-mana dibikin begitu. Berani nggak kita memotong itu? Itu kan mesti dilakukan pemimpin bersih dan mempunyai tekad bersih.

Kita itu buat pasar buat uang, barang-barang riil, energi dari asing sehingga kita dibuat menjadi ketergantungan kepada mereka. Sehingga dominasi kapitalis asing itu sangat

kuat. Itu sangat bertentangan dengan ajaran Trisakti dari Bung Karno. Sebetulnya ajaran itu mewajibkan kita harus berusaha sendiri.

Apa saja problem dihadapi pemerintahan Joko Widodo?

Banyak. Sekarang menghadapi utang luar negeri terlalu besar, baik utang pemerintah dan swasta. Saya kira utang pemerintah sudah lebih dari US$ 120 miliar dan utang swasta hampir US$ 150 miliar.

Sehingga DSR (debt service ratio) kita sudah melebihi 50 persen. DSR adalah perbandingan antara kewajiban membayar utang dan pendapatan ekspor. yang dianggap aman itu 30 persen saja.

Pertumbuhan ekonomi kita didominasi oleh konsumsi, kurang begitu sehat. kelompok menengah itu konsumsinya barang-barang impor. Jadi perdagangan kita defisit di samping APBN juga defisit. Transaksi berjalan kita defisit dan ini makin melemahkan rupiah dan neraca pembayaran kita.

Jokowi juga akan menghadapi tantangan ke depan itu adalah subsidi BBM. Kalau dia menaikkan BBM, kabarnya naik Rp 3 ribu, dia akan hadapi inflasi bukan main. Tentu akan menimbulkan jumlah orang miskin miskin meningkat tajam, nilai tukar rupiah atas dolar melemah.

Tahun depan itu pasar bebas ASEAN. Daya saing kita akan berantakan. Bank Sentral Amerika akan mulai mengetatkan dan menaikkan suku bunga. Mau nggak mau, kita juga harus meningkatkan suku bunga. Apalagi kita akan dilanda inflasi. Alhasil, kredit macet kian besar.

Utang besar kita banyak yang tidak dihedging sehingga kemungkinan bisa gagal bayar. Problem swasta itu adalah tidak dihedging. Kalau kursnya melemah mungkin tidak bisa bayar karena banyak rupiah diperlukan. Banyak juga utang luar negeri swasta jangkanya tidak sesuai lama proyek.

Kreditnya jangka pendek, proyeknya jangka panjang. Utangnya dalam bentuk dolar penghasilannya rupiah. yang dihedging paling sepuluh persen. Kalau tidak bisa bayar rating Indonesia bakal makin memburuk.

Lalu apa terobosan jitu perlu dilakukan oleh Joko Widodo?

Tentu ada, tapi saya sudah mulai bosan mengasih ilmu-ilmu terobosan. Udah bolak balik omong tidak didengarkan. Kecuali timnya Jokowi datang ke sini saya kasih terobosannya.

Jadi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tidak akan bertahan lama?

Paling tidak selain berat Trisakti hanya akan menjadi slogan. Dari awal aja ada indikasi janji-janjinya tidak akan dipenuhi. Mau kabinet ramping, malah gemuk, mau profesional kelihatannya yang kurang profesional, tanpa syarat kelihatannya banyak syarat. Dia (Joko Widodo) kelihatannya bakal meneruskan saja kondisi yang ada sekarang ini.

Saya rasa dia bukan tipe berani melakukan terobosan luar biasa, nyali, keberanian. Saya rasa dia bukan tipe pemimpin bernyali. Apalagi secara politik dia tidak kuat di parlemen, kurang menguasai pemahaman masalah. sehingga dia akan banyak didikte oleh kepentingan-kepentingan kapitalias asing.

Dia harus berani melakukan reformasi total APBN karena penggunaan uangnya tidak karuan. Banyak belanja rutin, penggelembungan, proyek bodong, tidak penting, banyak yang korupsi.

Kalau APBN itu benar-benar bersih, itu saja sudah menghentikan utang. Sekarang satu orang Indonesia saja menanggung Rp 10 juta.

Memangnya seperti apa gambaran utang luar negeri Indonesia?

Utang pemerintah, bayar masih oke. Cuma makin sesak napas untuk pembangunan dan lain-lain. Persoalannya, uang dipinjam dari luar negeri itu oleh pemerintah umumnya digunakan tidak baik sehingga tidak banyak menopang pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Jadi mubazir pinjaman-pinjaman itu. Jadi bisa disetop dengan membuang kotoran dalam APBN. Memang akan banyak yang teriak. Tapi kalau kita bikin anggaran tidak defisit, Bank Dunia akan protes. Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia berkepentingan agar Indonesia terus berutang.

Mereka memandang Indonesia sebagai klien penting. Kalau klien kayak Indonesia berhenti meminjam, Bank Dunia lama-lama bisa tutup. Dari dulu kita sebenarnya bisa untuk tidak defisit, tapi ada pemaksaan buat defisit agar kita bisa berutang.

Biodata

Nama:

Fuad Bawazier

Tempat dan Tanggal Lahir:

Tegal, Jawa Tengah, 22 Agustus 1949

Pendidikan:

S1 Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada

S3 (doktor ekonomi) Universitas Maryland, Amerika Serikat

Karier:

Asisten Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada

Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan

Menteri Kuangan Kabinet Pembangunan VII (1998)

Anggota MPR dari Partai Amanat Nasional (1999-2004)

Anggota DPR dari Partai Amanat Nasional (2004-2009)

Organisasi:

Pelajar Islam Indonesia (PII)

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Ketua Korps Alumni HMI (KAHMI)

Ikatan Akuntan Indonesian (IAI)

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)

Ketua DPP Partai Amanat Nasional

Pengurus YPI Al-Azhar Jakarta

Ketua Pengurus Masjid Nasional Al-Akbar, Surabaya (2002-2007)

Ketua Persahabatan Indonesia-Malaysia (Prima) (mdk/fas)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mantan Menlu Wanti-wanti Pemerintah, Jangan Ketergantungan Utang
Mantan Menlu Wanti-wanti Pemerintah, Jangan Ketergantungan Utang

Indonesia harus beralih ke sumber pembiayaan lain sebagai langkah diversifikasi.

Baca Selengkapnya
Said Abdullah Berharap Prabowo Bisa Bawa Indonesia Mandiri Pangan & Energi
Said Abdullah Berharap Prabowo Bisa Bawa Indonesia Mandiri Pangan & Energi

Said mencatat selama periode 2014-2023 defisit perdagangan internasional pada sektor pertanian sangat besar.

Baca Selengkapnya
Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp6.801 Triliun, Bank Indonesia: Struktur Utang RI Tetap Sehat
Utang Luar Negeri Indonesia Naik Jadi Rp6.801 Triliun, Bank Indonesia: Struktur Utang RI Tetap Sehat

Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Momen Prabowo Kesal RI Kerap Ditekan Asing
VIDEO: Momen Prabowo Kesal RI Kerap Ditekan Asing "Aduh Come On!"

Prabowo mengaku kesal Indonesia kerap ditekan dan diatur-atur oleh negara asing.

Baca Selengkapnya
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.364 Triliun
Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.364 Triliun

Naiknya utang luar negeri karena penarikan pinjaman, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Blak-Blakan 5 Tahun Impor BBM Habiskan Uang Negara Rp251 Triliun
Pemerintah Blak-Blakan 5 Tahun Impor BBM Habiskan Uang Negara Rp251 Triliun

Program pendidikan, hingga kesehatan harus berbagi dengan impor BBM.

Baca Selengkapnya
Cak Imin: Enggak Perang, Kenapa Banyak Utang Beli Alat Perang?
Cak Imin: Enggak Perang, Kenapa Banyak Utang Beli Alat Perang?

Lebih baik negara meminjam uang untuk membeli alat-alat pertanian.

Baca Selengkapnya
Utang Luar Negeri Pemerintah Tembus RP6.622 Triliun
Utang Luar Negeri Pemerintah Tembus RP6.622 Triliun

Posisi utang pemerintah relatif aman dan terkendali karena memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen.

Baca Selengkapnya
Cadangan Devisa RI Tembus Rp2.288 Triliun di Juni 2024, Ini Penopang Utamanya
Cadangan Devisa RI Tembus Rp2.288 Triliun di Juni 2024, Ini Penopang Utamanya

Cadangan devisa ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Januari 2024 Tersisa Rp2.275 Triliun
Pemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Januari 2024 Tersisa Rp2.275 Triliun

Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun

Baca Selengkapnya
Transaksi Perdagangan Nasional Defisit, Masa Depan Rupiah Diprediksi Suram
Transaksi Perdagangan Nasional Defisit, Masa Depan Rupiah Diprediksi Suram

Transaksi berjalan Indonesia telah mengalami defisit secara terus-menerus dalam dua kuartal terakhir.

Baca Selengkapnya
Utang Pemerintah Terus Naik, Kini Tembus Rp8.444 Triliun
Utang Pemerintah Terus Naik, Kini Tembus Rp8.444 Triliun

Mayoritas utang pemerintah per Juni 2024 didominasi oleh SBN sebesar 87,85 persen, sedangkan sisanya adalah pinjaman sebesar 12,15 persen.

Baca Selengkapnya