Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Melestarikan elang demi menjaga ekosistem

Melestarikan elang demi menjaga ekosistem Lokasi suaka elang di TNHS. ©2017 Merdeka.com/hery h winarno

Merdeka.com - Dua elang brontok terlihat bertengger dengan gagah di atas batang pohon yang terdapat dalam kandang masing-masing.

Satu burung pemangsa, didominasi warna coklat di bagian atas dan putih di sisi bawah tubuh, baru mendiami kandang berjaringterletak di Suaka Elang Taman Nasional Halimun-Salak (SE-TNHS)kurang dari setahun.

elang brontok di tnhs

Elang brontok di TNHS ©2017 Merdeka.com/hery h winarno

Tak seberapa lama ketimbang tetangganya, Si Hitam. Dia sudah menjadi penghuni kandang sejenis sejak enam tahun lalu.

"Kami sudah hilang harapan untuk melepasnya di alam liar," kata Seva Nazar, petugas SE-TNHS, ketika berbincang dengan merdeka.com, Senin lalu.

Insting Si Hitam sebagai burung pemangsa tak kunjung muncul lantaran sejak kecil sudah berada dalam asuhan. Makanya, dia masih suka mendekat kalau ada manusia. Oleh karena itu, ketimbang dilepasliarkan, Si Hitam dimanfaatkan untuk edukasi masyarakat.

Sebenarnya, SE-TNHS memiliki tiga elang lain saat ini. Satu berjenis Ular Bido, dua sisanya Brontok. Namun, ketiganya berada di kandang rehabilitasi yang tidak boleh dilihat pengunjung.

elang brontok di tnhs

Elang brontok di TNHS ©2017 Merdeka.com/hery h winarno

Suaka Elang memiliki tiga jenis kandang konservasi. Pertama, kandang transit yang dipersiapkan sebagai tempat penampungan pertama untuk elang yang akan dikonservasi. Biasanya, SE-TNHS menerima pelimpahan elang dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikananga dan Gadog. Selain membeli di pasar satwa, PPS juga sering mendapatkan elang dari masyarakat.

"Biasanya masyarakat menyerahkan elang karena sudah tak sanggup lagi memelihara atau sakit," katanya. "Kandang transit ini disediakan untuk elang beradaptasi dengan lingkungan baru. Biasanya hanya semingguan saja," kata Seva.

Kedua, kandang pamer (display) untuk elang dinilai sudah bisa beradaptasi. Di kandang itu, elang dilatih untuk bisa hidup di alam liar dan itu bisa makan waktu bertahun-tahun. Segala aktivitas elang di kandang tersebut bisa dilihat manusia.

"Kami memberi makan marmut sehari satu kali. Puasa pada Selasa dan Jumat. Karena di alam liar, elang belum tentu dapat makan setiap hari."

Ketiga, kandang rehabilitasi. Ini sebagai tempat terakhir sebelum elang dilepas ke alam liar. SE-TNHS memiliki sejumlah indikator untuk melepasliarkan elang. Diantaranya, cara makan, frekuensi terbang, dan responnya terhadap manusia.

"Elang yang siap dilepas itu kalau dikasih makan, dia bawa makanan itu ke atas pohon," kata Seva.

"Kemudian, terbangnya lebih sering. Kalau ada manusia, dia menjauh, stress, nubruk sana-sini."

Jika sudah berada di kandang rehabilitasi, elang tak perlu menunggu lama untuk dilepas.

"Tinggal mencari tempat yang cocok untuk pelepasan."

Dalam waktu dekat, SK-TNHS bakal melepasliarkan satu Ular Bido. Elang itu sudah dikonservasi sejak sekitar delapan tahun lalu.

"Kami mengira elang ini akan mati karena saat pertama ditemukan sayapnya patah kena jerat."

Di luar itu, sejak terbentuk pada akhir 2008, SE-TNHS telah melepasliarkan sekitar 24 elang. Sebagian besar Elang Jawa. Burung pemangsan dengan nama ilmiah Nisaetus Bartelsi itu memiliki keunikan ketimbang elang lainnya.

Dia hanya bisa menetaskan telurnya dengan sukses sekali dalam dua tahun. Makanya, populasi kecil ditambah perburuan liar menjadikan Elang Jawa sebagai spesies terancam punah.

Di sisi lain, Elang Jawa bisa berbagi wilayah dengan elang jenis lain. Namun, tidak untuk sesama Elang Jawa.

Maka itu, lokasi pelepasan minimal berjarak 5 kilometer dari teritori Elang Jawa lainnya. Kecuali, Elang Jawa yang dilepas berpasangan.

"Kami juga hanya melepasnya di Jawa, karena tak ingin melawan hukum alam," katanya. "Terakhir melepas Elang Jawa di Curug Nangka, tahun lalu. Paling jauh Yogyakarta."

Adapun elang jenis lain bisa dilepas di luar Jawa. Suaka Elang pernah melepasliarkan Brontok di Hutan Adat Buluh Cina, Kampar, Riau, pada 2012. Dilanjutkan, pelepasan Ular Bido di Pusat Pelestarian Satwa Liar Tambling, Lampung, pada 2015.

Lalu, bagaimana nasib elang-elang yang dilepas tersebut? tak tahu pasti.

Namun, yang jelas, Suaka Elang masih melakukan pemantauan terhadap burung pemangsa yang dilepas. Jika selama pemantauan, biasanya dua minggu hingga satu bulan, elang kembali ke tempat pelepasan. Maka, artinya, burung berdarah panas itu tak siap bertahan hidup di alam liar.

"Elang di lepas di pinggir hutan yang terbuka, jauh dari pemukiman dan memberikan penanda kertas vynil pada sayap untuk memudahkan pemantuan dengan menggunakan binokular," katanya.

"Pernah ada yang kembali ke tempat pelepasan. Kami bawa pulang dan kini sudah dilepas lagi."

Seva sudah menggeluti dunia satwa sejak 2005. Tiga tahun kemudian mulai fokus terlibat dalam konservasi elang. Menurutnya, melestarikan elang, merupakan salah satu predator utama, berarti ikut menjaga keseimbangan ekosistem.

(mdk/yud)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Capai Tujuan SDG’s, KLHK dan PLN IP Lepasliarkan Elang Jawa yang Hampir Punah
Capai Tujuan SDG’s, KLHK dan PLN IP Lepasliarkan Elang Jawa yang Hampir Punah

Ini dilakukan sebagai komitmen korporasi dalam menjaga keanekaragaman hayati di Tanah Air.

Baca Selengkapnya
⁠Kasad Maruli Terbangkan Elang di Hutan Sangga Buana Tempat Latihan Kostrad, Irfan Hakim: Dari Sini Mari Peduli
⁠Kasad Maruli Terbangkan Elang di Hutan Sangga Buana Tempat Latihan Kostrad, Irfan Hakim: Dari Sini Mari Peduli

Sebuah video memperlihatkan proses pelepasan burung elang Jawa di alam.

Baca Selengkapnya
Mengenal Elang Flores, Hewan Endemik Kepulauan NTT yang Kini Terancam Punah
Mengenal Elang Flores, Hewan Endemik Kepulauan NTT yang Kini Terancam Punah

Hewan dengan nama latin Nisaetus Floris ini memiliki ukuran fisik yang besar hingga 71-82 centimeter.

Baca Selengkapnya
9 Elang Terbesar di Dunia, Bentangan Sayapnya Ada yang Lebih dari 2,5 Meter
9 Elang Terbesar di Dunia, Bentangan Sayapnya Ada yang Lebih dari 2,5 Meter

Eksklusif, daftar ini mengungkap keindahan dan kehebatan elang terbesar.

Baca Selengkapnya
Sempat Dinyatakan Punah, Burung Prasejarah Ini Kembali Hidup Berkeliaran di Alam Bebas
Sempat Dinyatakan Punah, Burung Prasejarah Ini Kembali Hidup Berkeliaran di Alam Bebas

Sebanyak delapan belas burung Takahe berhasil dilepaskan ke alam liar di cagar alam Danau Wakatipu, Selandia Baru.

Baca Selengkapnya
6 Ekor Komodo Hasil Perkawinan 'Rangga' dan 'Rinca' Dilepasliarkan di Habitat Aslinya
6 Ekor Komodo Hasil Perkawinan 'Rangga' dan 'Rinca' Dilepasliarkan di Habitat Aslinya

Komodo-komodo itu hasil breeding di Lembaga Konservasi TSI I Cisarua.

Baca Selengkapnya
Kabar Gembira dari Pulau Dewata, Populasi Jalak Bali di TNBB Melonjak
Kabar Gembira dari Pulau Dewata, Populasi Jalak Bali di TNBB Melonjak

Populasi jalak bali atau curik di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terus bertambah. Burung ini merupakan salah satu satwa langka dari Pulau Dewata

Baca Selengkapnya
Potret Terkini Taman Nasional Alas Purwo, Satwa yang Terancam Punah Terus Berkembang Biak
Potret Terkini Taman Nasional Alas Purwo, Satwa yang Terancam Punah Terus Berkembang Biak

Wilayahnya terdiri dari hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau, hutan tanaman, hutan alam, dan padang rumput.

Baca Selengkapnya
Mencegah Kepunahan Elang Bondol si Maskot Jakarta
Mencegah Kepunahan Elang Bondol si Maskot Jakarta

Elang bondol, si maskot DKI Jakarta saat ini populasinya sangat terbatas.

Baca Selengkapnya
Komitmen Telkom Percepat Program Peduli Lingkungan
Komitmen Telkom Percepat Program Peduli Lingkungan

Komitmen Telkom Percepat Program Peduli Lingkungan

Baca Selengkapnya
Burung Prasejarah yang Menghilang Berabad-abad Ditemukan Kembali Bikin Geger Ilmuwan
Burung Prasejarah yang Menghilang Berabad-abad Ditemukan Kembali Bikin Geger Ilmuwan

Pernah dinyatakan hilang atau punah, namun tiba-tiba burung ini muncul membuat geger ilmuwan.

Baca Selengkapnya
Taat Standarisasi Lingkungan, Lembaga Konservasi Agrowisata Sido Muncul Raih Anugerah Adi Niti dari Kementerian LHK
Taat Standarisasi Lingkungan, Lembaga Konservasi Agrowisata Sido Muncul Raih Anugerah Adi Niti dari Kementerian LHK

Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat menilai bahwa LK Agrowisata Sido Muncul sudah mengikuti standar LHK sejak awal beroperasi di tahun 2011 silam.

Baca Selengkapnya