Melestarikan elang demi menjaga ekosistem
Merdeka.com - Dua elang brontok terlihat bertengger dengan gagah di atas batang pohon yang terdapat dalam kandang masing-masing.
Satu burung pemangsa, didominasi warna coklat di bagian atas dan putih di sisi bawah tubuh, baru mendiami kandang berjaringterletak di Suaka Elang Taman Nasional Halimun-Salak (SE-TNHS)kurang dari setahun.
-
Kapan Gunung Samalas meletus? Ini adalah sebuah danau kawah dalam kaldera yang terbentuk saat letusan gunung berapi eksplosif Gunung Samalas pada tahun 1257.
-
Satwa langka apa saja yang ada di hutan lereng Gunung Slamet? Kawasan hutan di lereng Gunung Slamet merupakan rumah bagi banyak satwa, termasuk di antaranya satwa langka. Beberapa satwa langka itu masih dapat dijumpai walau keberadaan mereka terancam oleh para ulah pemburu liar.
-
Dimana elang Jawa dilepaskan? Pelepasan burung elang Jawa tersebut dilakukan di tempat latihan Kostrad tepatnya di Gunung Sangga Buana, Jawa Barat.
-
Kapan TN Sembilang ditetapkan sebagai Taman Nasional? Sementara TN Sembilang, telah ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasioan sejak 19 Maret 2003 oleh Menteri Kehutanan dengan seluas 202.896,31 hektare.
-
Di mana Gunung Samalas meletus? Gunung Samalas yang berada di kompleks Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat meletus pada 1257.
-
Dimana letak Taman Nasional Tiga Puluh? Dari segi administratif, taman nasional ini terletak pada lintas provinsi maupun kabupaten, mulai dari Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir di Provinsi Riau, dan Kabupaten Tebo serta Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Provinsi Jambi.
Elang brontok di TNHS ©2017 Merdeka.com/hery h winarno
Tak seberapa lama ketimbang tetangganya, Si Hitam. Dia sudah menjadi penghuni kandang sejenis sejak enam tahun lalu.
"Kami sudah hilang harapan untuk melepasnya di alam liar," kata Seva Nazar, petugas SE-TNHS, ketika berbincang dengan merdeka.com, Senin lalu.
Insting Si Hitam sebagai burung pemangsa tak kunjung muncul lantaran sejak kecil sudah berada dalam asuhan. Makanya, dia masih suka mendekat kalau ada manusia. Oleh karena itu, ketimbang dilepasliarkan, Si Hitam dimanfaatkan untuk edukasi masyarakat.
Sebenarnya, SE-TNHS memiliki tiga elang lain saat ini. Satu berjenis Ular Bido, dua sisanya Brontok. Namun, ketiganya berada di kandang rehabilitasi yang tidak boleh dilihat pengunjung.
Elang brontok di TNHS ©2017 Merdeka.com/hery h winarno
Suaka Elang memiliki tiga jenis kandang konservasi. Pertama, kandang transit yang dipersiapkan sebagai tempat penampungan pertama untuk elang yang akan dikonservasi. Biasanya, SE-TNHS menerima pelimpahan elang dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikananga dan Gadog. Selain membeli di pasar satwa, PPS juga sering mendapatkan elang dari masyarakat.
"Biasanya masyarakat menyerahkan elang karena sudah tak sanggup lagi memelihara atau sakit," katanya. "Kandang transit ini disediakan untuk elang beradaptasi dengan lingkungan baru. Biasanya hanya semingguan saja," kata Seva.
Kedua, kandang pamer (display) untuk elang dinilai sudah bisa beradaptasi. Di kandang itu, elang dilatih untuk bisa hidup di alam liar dan itu bisa makan waktu bertahun-tahun. Segala aktivitas elang di kandang tersebut bisa dilihat manusia.
"Kami memberi makan marmut sehari satu kali. Puasa pada Selasa dan Jumat. Karena di alam liar, elang belum tentu dapat makan setiap hari."
Ketiga, kandang rehabilitasi. Ini sebagai tempat terakhir sebelum elang dilepas ke alam liar. SE-TNHS memiliki sejumlah indikator untuk melepasliarkan elang. Diantaranya, cara makan, frekuensi terbang, dan responnya terhadap manusia.
"Elang yang siap dilepas itu kalau dikasih makan, dia bawa makanan itu ke atas pohon," kata Seva.
"Kemudian, terbangnya lebih sering. Kalau ada manusia, dia menjauh, stress, nubruk sana-sini."
Jika sudah berada di kandang rehabilitasi, elang tak perlu menunggu lama untuk dilepas.
"Tinggal mencari tempat yang cocok untuk pelepasan."
Dalam waktu dekat, SK-TNHS bakal melepasliarkan satu Ular Bido. Elang itu sudah dikonservasi sejak sekitar delapan tahun lalu.
"Kami mengira elang ini akan mati karena saat pertama ditemukan sayapnya patah kena jerat."
Di luar itu, sejak terbentuk pada akhir 2008, SE-TNHS telah melepasliarkan sekitar 24 elang. Sebagian besar Elang Jawa. Burung pemangsan dengan nama ilmiah Nisaetus Bartelsi itu memiliki keunikan ketimbang elang lainnya.
Dia hanya bisa menetaskan telurnya dengan sukses sekali dalam dua tahun. Makanya, populasi kecil ditambah perburuan liar menjadikan Elang Jawa sebagai spesies terancam punah.
Di sisi lain, Elang Jawa bisa berbagi wilayah dengan elang jenis lain. Namun, tidak untuk sesama Elang Jawa.
Maka itu, lokasi pelepasan minimal berjarak 5 kilometer dari teritori Elang Jawa lainnya. Kecuali, Elang Jawa yang dilepas berpasangan.
"Kami juga hanya melepasnya di Jawa, karena tak ingin melawan hukum alam," katanya. "Terakhir melepas Elang Jawa di Curug Nangka, tahun lalu. Paling jauh Yogyakarta."
Adapun elang jenis lain bisa dilepas di luar Jawa. Suaka Elang pernah melepasliarkan Brontok di Hutan Adat Buluh Cina, Kampar, Riau, pada 2012. Dilanjutkan, pelepasan Ular Bido di Pusat Pelestarian Satwa Liar Tambling, Lampung, pada 2015.
Lalu, bagaimana nasib elang-elang yang dilepas tersebut? tak tahu pasti.
Namun, yang jelas, Suaka Elang masih melakukan pemantauan terhadap burung pemangsa yang dilepas. Jika selama pemantauan, biasanya dua minggu hingga satu bulan, elang kembali ke tempat pelepasan. Maka, artinya, burung berdarah panas itu tak siap bertahan hidup di alam liar.
"Elang di lepas di pinggir hutan yang terbuka, jauh dari pemukiman dan memberikan penanda kertas vynil pada sayap untuk memudahkan pemantuan dengan menggunakan binokular," katanya.
"Pernah ada yang kembali ke tempat pelepasan. Kami bawa pulang dan kini sudah dilepas lagi."
Seva sudah menggeluti dunia satwa sejak 2005. Tiga tahun kemudian mulai fokus terlibat dalam konservasi elang. Menurutnya, melestarikan elang, merupakan salah satu predator utama, berarti ikut menjaga keseimbangan ekosistem.
(mdk/yud)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ini dilakukan sebagai komitmen korporasi dalam menjaga keanekaragaman hayati di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan proses pelepasan burung elang Jawa di alam.
Baca SelengkapnyaHewan dengan nama latin Nisaetus Floris ini memiliki ukuran fisik yang besar hingga 71-82 centimeter.
Baca SelengkapnyaEksklusif, daftar ini mengungkap keindahan dan kehebatan elang terbesar.
Baca SelengkapnyaSebanyak delapan belas burung Takahe berhasil dilepaskan ke alam liar di cagar alam Danau Wakatipu, Selandia Baru.
Baca SelengkapnyaKomodo-komodo itu hasil breeding di Lembaga Konservasi TSI I Cisarua.
Baca SelengkapnyaPopulasi jalak bali atau curik di Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terus bertambah. Burung ini merupakan salah satu satwa langka dari Pulau Dewata
Baca SelengkapnyaWilayahnya terdiri dari hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau, hutan tanaman, hutan alam, dan padang rumput.
Baca SelengkapnyaElang bondol, si maskot DKI Jakarta saat ini populasinya sangat terbatas.
Baca SelengkapnyaKomitmen Telkom Percepat Program Peduli Lingkungan
Baca SelengkapnyaPernah dinyatakan hilang atau punah, namun tiba-tiba burung ini muncul membuat geger ilmuwan.
Baca SelengkapnyaDirektur Sido Muncul, Irwan Hidayat menilai bahwa LK Agrowisata Sido Muncul sudah mengikuti standar LHK sejak awal beroperasi di tahun 2011 silam.
Baca Selengkapnya