Permainan berbahaya di Yaman

Merdeka.com - Yaman saat ini sedang bergejolak. Suku Houthi yang berlatar belakang Syiah Zaidi yang katanya didukung Iran, bahkan ada yang mencurigai didukung AS untuk kepentingan membasmi Al Qaeda, secara de facto menguasai jalannya pemerintahan Yaman setelah Presiden Abd-Rabbu Mansou Hadi mengundurkan diri dan berada dalam tahan rumah.

Perkembangan dramatis itu merupakan rentetan perubahan politik penting menyusul pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Mohammed Basindawa, setelah Houthi menyerbu istana, instalasi militer dan berujung pada pembubaran parlemen serta pembentukan dewan pemerintahan oleh militan Houthi pada 6 Februari lalu.

Akibat situasi politik yang memburuk itu, Amerika Serikat (AS), Inggris dan Perancis mengosongkan Kedutaan Besar mereka dan menarik staf serta diplomat dari Yaman yang tengah bergejolak pada Rabu (11/2). Ketiga negara itu juga mengimbau warganya segera hengkang dari negara tersebut. Dewan Kerjasama Teluk (14/2) juga telah meminta Dewan Keamanan PBB agar mereka diperbolehkan menggunakan kekuatan militer dan sanksi ekonomi untuk mengakhiri krisis di Yaman.

Situasi politik Yaman memang sudah memburuk sejak tahun lalu, dipicu oleh serangkaian demonstrasi yang kemudian membesar menjadi konflik bersenjata. Kerusuhan dimulai 8 Agustus 2014 dengan demo suku Houthi di ibukota Yaman, Sana’a, menentang kenaikan

harga BBM.

Pada 21 September 2014, Houthi menguasai Sana’a setelah PM Basindawa mengundurkan diri dan Houthi membentuk kesepakatan mengenai pemerintahan persatuan dengan partai politik lain. Kerusuhan di Yaman diwarnai oleh pertarungan antara Houthi dan pasukan

pemerintah, juga antara Houthi dan Al Qaeda di Semenanjung Arab.

Mudah jatuhnya Sana’a telah menimbulkan tanda tanya dan spekulasi adanya semacam gerakan konspirasi dalam kubu militer Yaman, antara sisi dari rezim militer mantan Presiden Ali Abdullah Saleh yang pro-Amerika dengan milisi Syiah Houthi.

Pengunduran diri Hadi yang berasal dari Yaman Selatan juga menambah komplikasi karena warga Yaman di bagian selatan terutama di kota Aden, marah dan para pejabatnya bereaksi dengan mengatakan kepada anggota keamanan untuk hanya mematuhi perintah yang dikeluarkan dari Aden. Ini jelas-jelas merupakan pembangkangan terhadap Sana’a.

Memang sejak 2004 milisia Houthi yang berada di bagian utara Yaman telah memberontak melawan pemerintah di Sana’a atas alasan diskriminasi terhadap minoritas Syiah dan mundurnya dan miskinnya daerah mereka dibanding kawasan lain. Mereka juga protes atas pembentukan pemerintahan transisi tahun 2012 yang dibidani oleh AS dan Arab Saudi yang dinilai hanya untuk memarjinalkan mereka. Terlebih Arab Saudi telah mencoba memerangi mereka di sepanjang perbatasan Yaman-Arab Saudi.

Siapakah Houthi? Mereka adalah kelompok pemberontak, juga dikenal sebagai Ansar Allah, beraliran Zaidisme yang merupakan cabang aliran Islam Syiah. Pengikutnya merupakan sepertiga dari populasi Yaman dan memerintah Yaman Utara di bawah sistem sendiri yang dikenal sebagai "Imamat" selama hampir 1.000 tahun sampai berakhir tahun 1962.

Militan Houthi mengambil nama mereka dari Hussein Badr al-Din al-Houthi. Dia memimpin pemberontakan pertama kelompok ini pada tahun 2004 dalam upaya untuk memenangkan otonomi yang lebih besar dan juga untuk melindungi tradisi keagamaan dan budaya Zaidi dari Islam Sunni.

Kisruh di Yaman ini sangat mengkhawatirkan karena sensitivitasnya terkait hubungan Sunni dan Syiah di dunia Islam. Orang juga akan gampang menduga-duga konflik di Yaman ini tak lain dan tak bukan hanya proxy war antara Iran dan Arab Saudi, yang mengingatkan kembali pada “permainan akbar“ yang dimainkan di Afghanistan antara Inggris dan Rusia lebih dari seabad lalu.

Memang banyak analisis yang menyatakan bahwa Arab Saudi dan Iran terlibat dalam persaingan strategis untuk pengaruh dan kekuasaan berdekade lalu di Timur Tengah, mulai dari kawasan Laut Mediterania sampai teluk dan Laut Arab. Sebuah persaingan yang dibangun dalam ranah sektarian dan ideologis di mana Arab Saudi sebagai “wakil“ dunia Sunni dan Iran mewakili Syiah.

Apa yang bisa membuat Yaman penting bagi Iran? Dengan penduduk Yaman yang 35% nya merupakan warga Syiah, Yaman mungkin saja dapat menjadi potensi basis yang bersahabat bagi operasi-operasi Iran melawan pengaruh Arab Saudi. Sedang bagi Arab Saudi, yang memiliki panjang perbatasan 1.770 km dengan Yaman, keamanan dan kestabilan Yaman adalah pertaruhan yang tinggi.

Dalam sebuah artikel di Middle East Voices tahun 2013, diberitakan bahwa kalangan intelijen Arab Saudi memandang Yaman sebagai jalur keamanan terlemah di Teluk dan mangsa empuk bagi Iran untuk beroperasi. Selain itu bagi Arab Saudi, perbatasan dengan Yaman

juga rawan bagi penetrasi kelompok Al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP) yang dipandang sebagai ancaman terorisme terbesar terhadap Kerajaan Arab Saudi.

Dunia Islam tidak boleh diam dan membiarkan konflik antara Sunni dan Syiah di Yaman menjadi pemicu untuk konflik kedua aliran itu di seluruh dunia. Paling tidak, OKI, Dewan Kerjasama Teluk dan PBB harus dapat menyediakan platform penyelesaian damai yang dapat diterima semua pihak dan tidak ada yang menjadikan Yaman sebagai arena permainan yang berbahaya.