Merger Honda dan Nissan Dinilai Upaya Antisipasi Invasi Kendaraan Listrik China ke Jepang
Upaya merger antara Honda dan Nissan ternyata memperlihatkan ancaman serius dari kendaraan listrik asal China terhadap industri otomotif Jepang.
Tindakan merger antara Honda dan Nissan mengungkapkan tantangan baru, yaitu ancaman serius dari kendaraan listrik asal China terhadap industri otomotif Jepang. Keahlian dalam kendaraan listrik yang dimiliki Tiongkok kini menjadi tantangan besar bagi produsen mobil tradisional.
Menurut laporan dari Reuters, ancaman ini berpotensi memengaruhi rantai pasokan manufaktur mobil yang telah menjadi pilar ekonomi Jepang selama bertahun-tahun. Baik Honda maupun Nissan mengalami kerugian di pasar Tiongkok, yang merupakan pasar mobil terbesar di dunia, karena BYD dan merek lokal lainnya berhasil menarik perhatian konsumen dengan kendaraan listrik dan hibrida yang dilengkapi teknologi perangkat lunak canggih.
Honda melaporkan penurunan laba kuartalan sebesar 15% pada bulan lalu, yang disebabkan oleh penurunan penjualan di Tiongkok, dan perusahaan telah mengurangi jumlah tenaga kerjanya di negara tersebut.
Di sisi lain, Nissan yang telah lama berjuang untuk mengatasi kerugian juga berencana memangkas 9.000 pekerjaan secara global dan mengurangi kapasitas produksinya sebesar 20% akibat penjualan yang menurun di Tiongkok dan Amerika Serikat. S
ementara itu, Carlos Ghosn, mantan CEO Nissan, memberikan pandangannya mengenai rencana merger antara Honda dan Nissan. Ia menyatakan bahwa situasi ini merupakan tantangan besar bagi Nissan, dan terlihat bahwa Honda tidak menunjukkan antusiasme untuk terlibat lebih dalam.
"Ini langkah yang nekat," ungkap Ghosn dalam wawancara di Bloomberg Television, seperti yang dilansir dari Carscoops, Jumat (27/12/2024). "Ini bukan kesepakatan yang pragmatis, karena sejujurnya sinergi antara kedua perusahaan sulit ditemukan.
Praktis, tidak ada yang saling melengkapi antara kedua perusahaan. Mereka berada di pasar yang sama. Mereka (berada di) produk yang sama. Mereknya sangat mirip," tambah Ghosn.
Carlos Ghosn menilai bahwa Nissan telah kehilangan harapan
Ghosn mengamati bahwa Honda tampaknya kurang antusias terkait rencana merger ini. Namun, perusahaan tersebut perlu mempertimbangkan tekanan dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang.
Ia meyakini bahwa kementerian tersebut berperan dalam mendorong Honda untuk mencapai kesepakatan ini, demi menjaga keberlangsungan salah satu merek besar Jepang. "Setelah tinggal di Jepang selama bertahun-tahun, saya paham betapa berpengaruhnya METI," ungkap Ghosn.
Ia menambahkan, "Menurut saya, tidak ada logika industri di dalamnya, tetapi ada saatnya Anda harus memilih antara performa dan kontrol. Jelas, jika Anda bisa mendapatkan keduanya, itu lebih baik.
Namun, ada saatnya Anda harus memilih, dan tanpa diragukan lagi, dengan METI dan semua yang saya ketahui darinya, mereka lebih memilih kontrol daripada performa. Jadi, mereka mendorong Honda untuk melakukan kesepakatan itu, tanpa diragukan lagi," tegas Ghosn.