Rifat Sungkar Nilai Pembuatan SIM di Indonesia Terlalu Sederhana dan Murah
Rifat Sungkar menilai pembuatan SIM di Indonesia memerlukan cara yang lebih kompleks. Simak selengkapnya!
Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan dokumen resmi yang diperlukan bagi seseorang untuk dapat mengemudikan kendaraan di jalan raya.
Tujuan dari SIM adalah untuk menilai kemampuan dan kelayakan individu sebelum mereka diizinkan menjadi pengguna jalan yang resmi.
Mengenai hal ini, Rifat Sungkar, yang merupakan seorang praktisi keselamatan berkendara dan pemilik sekolah mengemudi Rifat Drive Labs (RDL), berpendapat bahwa proses pengujian SIM di Indonesia terlalu sederhana. Ia juga membandingkan tingkat kesulitan pengujian tersebut dengan beberapa negara lain yang lebih ketat.
“Saya pernah memiliki SIM di Jepang, Australia, Amerika, dan Indonesia. Dari semua negara tersebut, hanya di Indonesia yang prosesnya terasa lebih mudah. Di Australia, saya harus menunggu satu tahun dengan status ‘permitt’ sebelum akhirnya bisa mengikuti ujian untuk mendapatkan SIM,” tuturnya kepada Otosia.com di Bogor, pada hari Senin (13/1/2025).
Dia juga menambahkan, untuk mendapatkan SIM di Jepang, seseorang harus melalui sekolah mengemudi, meskipun ia sudah diakui sebagai pereli internasional. Proses tersebut dilanjutkan dengan simulasi mengemudi di sebuah taman lalu lintas.
“Di Jepang, saya diwajibkan untuk mengikuti sekolah mengemudi meskipun saya sudah seorang pengemudi profesional, tetap saja harus menjalani pendidikan di sekolah tersebut. Setelah itu, saya berlatih di taman lalu lintas dengan sangat teliti, jika ada yang terlewat, saya tidak akan lulus,” tambahnya.
Suami dari aktris Sissy Prescillia ini berharap agar ujian SIM di Indonesia menjadi lebih sulit dan biayanya lebih tinggi. Harapan ini muncul bukan tanpa alasan, Rifat ingin agar masyarakat lebih menghargai pentingnya sebuah SIM serta menyaring calon pengguna jalan dengan lebih ketat.
“Saya berharap proses seleksi awal untuk pembuatan SIM sebaiknya diperketat, tes di tahap awal harus benar-benar sulit,” ungkap Rifat.
“Mungkin banyak yang tidak suka dengan pendapat saya, tetapi nyawa manusia di jalan raya seolah-olah tidak lebih berharga dari biaya pembuatan SIM di Indonesia. Harga SIM di negara ini sangat murah. Saya rasa hal itu membuat SIM kehilangan nilai dan tidak ada rasa bangga saat memilikinya, karena cukup datang dan membelinya saja,” tambahnya.