32 Tahun Peristiwa Talangsari, Korban Pelanggaran HAM Berharap Negara Penuhi Hak
Merdeka.com - Sudah 32 tahun berlalu dari peristiwa pelanggaran HAM di Talangsari, Lampung. Pada 7 Februari, terjadi peristiwa pelanggaran HAM di Talangsari. Peristiwa Talangsari itu berdasarkan penyelidikan Komnas HAM merupakan pelanggaran HAM yang berat (PHB).
Meski hasil penyelidikannya telah diserahkan kepada Jaksa Agung pada 2008 lalu, peristiwa ini sampai sekarang masih menyisakan persoalan. Di tengah proses penuntasan kasus yang masih berjalan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebutkan, korban berharap negara memenuhi hak mereka.
"Diperlukan juga usaha untuk memberikan kompensasi kepada para korban agar mereka dapat menikmati hak yang sebelumnya hilang," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta, seperti dilansir Antara, Minggu (7/2).
-
Siapa yang mengalami pelanggaran HAM? Abdul mengaku mendapat telepon dari kerabat di Shanghai pada September 2017. Menurut Abdul, kerabatnya itu mengabarkan bahwa adiknya diambil dari kamp konsentrasi warga Uighur di China.
-
Apa saja jenis pelanggaran HAM yang ada? Jenis pelanggaran HAM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggaran HAM biasa dan pelanggaran HAM berat.
-
Apa yang dilakukan LKPP untuk pelaku UMKK? Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terus mengupayakan kesejahteraan untuk para pelaku Usaha Kecil Mikro dan Koperasi (UMKK). Kali ini, LKPP mendorong pelaku UMKK untuk masuk dalam Katalog Elektronik agar produk mereka bisa dibeli oleh pemerintah melalui Kementerian, Lembaga, hingga Pemda.
-
Bagaimana contoh penerapan HAM? Contoh hak-hak asasi pribadi yaitu:Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah tempat. Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat. Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Siapa yang sering jadi korban pemerasan? Siapa yang selalu jadi korban pemerasan? Sapi perah.
Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, pemulihan merupakan tantangan dalam perlindungan korban pelanggaran HAM berat. Pemulihan bertujuan mengembalikan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban agar dapat menjalankan fungsi sosial secara wajar.
Sesuai ketentuan undang-undang, LPSK memiliki sejumlah bentuk perlindungan, di antaranya pemberian bantuan medis, rehabilitasi psikosial dan psikologis kepada korban PHB. Salah satunya kepada korban peristiwa Talangsari.
Sejak akhir 2019, Tim Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM berat yang dibentuk Menko Polhukam melakukan usaha pemulihan lewat program rehabilitasi psikososial. Rehabilitasi psikososial merupakan bentuk pemulihan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosial secara wajar.
Kemudian, hal itu melalui upaya peningkatan kualitas hidup korban, berupa pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan mendapatkan pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan.
Tim terpadu ini melibatkan kementerian, lembaga dan Pemerintah Lampung, termasuk LPSK. Menurut Edwin, bantuan yang disalurkan kepada korban Talangsari, antara lain modal usaha, program keserasian sosial dan perbaikan jalan menuju makam dari Kementerian Sosial, bantuan paket perlengkapan pendidikan dari Kemendikbud.
Berikutnya, bantuan bibit dan mesin pertanian dari Kementerian Pertanian, bantuan perbaikan mushalla dari Kemenag, pemasangan tiang dan sambungan listrik dari PLN, serta perbaikan jalan dari Kemen PUPR.
"Sebelumnya, bantuan medis dan rehabilitasi psikologis juga diberikan LPSK bagi korban Talangsari," ucap dia.
Program psikososial bagi korban Talangsari masih akan berlanjut. Harapan yang sama akan rehabilitasi psikosial dapat diberikan kepada korban peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya, seperti peristiwa di Aceh, Mei 98, Trisakti-Semanggi, 1998-1999 dan lainnya.
Edwin menuturkan, sejak 2012, LPSK memberikan program rehabilitasi medis dan psikologis kepada 3.860 korban pelanggaran HAM berat dari 7 peristiwa. Namun, hal ini masih kurang dari cukup bagi korban.
Mereka menghendaki hak-hak sebagai korban dapat diberikan sebagaimana diatur standar HAM, maupun dalam posisi mereka sebagai warga negara.
Harapan akan peningkatan kualitas hidup, tergambar dari survei yang dilakukan LPSK terhadap 353 korban pelanggaran HAM berat di 11 kabupaten/kota di Jawa Tengah (periode Maret-November 2020). Survei dilakukan untuk mengetahui kondisi, harapan dan keinginan para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
Dari hasil survei didapatkan 95 persen responden berharap mendapatkan bantuan medis seumur hidup. Ini beralasan mengingat sebagian besar korban berusia lanjut dan kehidupan ekonominya menengah ke bawah.
Hal ini juga tergambar, 70 persen korban mengakui problem mendasar-nya yakni, ekonomi. Menyandang status korban pelanggaran HAM berat, menambah kesulitan mereka melakukan aktivitas ekonomi. Akibat stigma sosial dan politik yang melekat.
Terkait harapan penyelesaian kasus, 50 persen responden menghendaki bantuan medis, rehabilitasi psikologis dan psikososial mereka dioptimalkan.
Sementara korban lainnya sebanyak 35 persen berharap adanya pengungkapan kebenaran, 10 persen berharap ada permintaan maaf dari pelaku dan 5 persen lagi mendesak pelaku dipidana.
Satu poin penting yang juga diharapkan para korban PHB yaitu kompensasi atau ganti rugi dari negara kepada korban. Kompensasi sebagaimana telah diperoleh korban terorisme masa lalu, yang diberikan tanpa putusan pengadilan tapi melalui LPSK.
Harapan ini pun beralasan apalagi bila merujuk waktu peristiwa dan durasi penderitaan korban PHB jauh lebih panjang, ditambah proses hukum yang tidak berjalan.
"Semoga negara terus bergerak maju dalam upaya penyelesaian PHB dan pemenuhan hak korban," ujar Edwin.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Awal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila.
Baca SelengkapnyaEks Bupati Langkat Divonis Bebas dalam Perkara Kerangkeng Manusia, Ini Respons LPSK
Baca SelengkapnyaAktivis kembali menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana untuk menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.
Baca SelengkapnyaLPSK memutuskan hanya tiga yang menjadi terlindung, yakni Panji Harjanto, HT, dan UN.
Baca SelengkapnyaIni sesuai keputusan dalam sidang Mahkamah Pimpinan LPSK tanggal 17 dan 22 Juli 2024.
Baca SelengkapnyaPemerintah memprioritaskan penanganan penyintas bukan hanya dari aspek fisik, melainkan juga psikis dan keberlanjutan finansial.
Baca SelengkapnyaAda 73 keluarga korban yang menuntut restitusi. Permohonan itu sendiri diajukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca SelengkapnyaDalam aksi tersebut mereka menekankan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) untuk semua serta menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Baca SelengkapnyaSetahun lalu, 1 Oktober 2022 peristiwa berdarah yang menewaskan ratusan orang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang. Hingga kini, korban belum dapat keadilan.
Baca SelengkapnyaLPSK memberikan perlindungan kepada 15 permohonan dalam kasus kematian Afif Maulana, remaja SMP yang tewas di Padang.
Baca SelengkapnyaSejak ditemukan, korban menjalani pemulihan baik fisik maupun psikologinya.
Baca SelengkapnyaSebanyak 22 penyintas yang menerima bantuan Pupuk Kaltim merupakan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia timur, seperti Kalimantan dan lainnya.
Baca Selengkapnya