Anggota DPD Ngamuk Karena Petugas di Bandara Bukan Gadis Cantik Berbudaya Bali, Akhirnya Minta Maaf
Arya menyebut video yang viral terkait ucapannya saat rapat adalah potongan.
Video Arya mengamuk viral dia media sosial.
Anggota DPD Ngamuk Karena Petugas di Bandara Bukan Gadis Cantik Berbudaya Bali, Akhirnya Minta Maaf
Video merekam momen anggota DPD RI, Arya Wedakarna atau AWK mengamuk saat rapat dengan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cuka Bali Nusra, dan Kepala Kanwil Bea Cukai Ngurah Rai, serta dengan pengelola Bandara I Gusti Ngurah Rai viral di media sosial.
Perdebatan dipicu penampilan petugas frontline yang dianggapnya tidak menunjukkan ciri khas Bali.
Dalam potongan video yang viral di media sosial X, Arya Wedakarna mempermasalahkan petugas frontline tidak diisi gadis-gadis Bali. Justru petugas yang bagian kepalanya tertutup.
Video tersebut mendapat sorotan.
"Saya nggak mau yang frontline-frontline itu, saya mau gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan, terbuka. Jangan kasih yang penutup-penutup nggak jelas. This is not Middle East (Ini bukan Timur Tengah). Enak saja di Bali, pakai bunga kek, apa kek, pakai bije di sini. Kalau bisa, sebelum tugas, suruh sembahyang di pure, bije pakai."
Kata Arya, dikutip dari video yang beredar, Selasa (2/12).
Arya Minta Maaf
Pascavideonya viral, Arya memberikan klarifikasi.
Dia meluruskan apa pernyataannya saat rapat Komite I DPD RI utusan Provinsi Bali bersama jajaran Bandara Ngurah Rai, Bea-Cukai, dan juga instansi terkait di kantor Bandara Ngurah Rai pada tanggal 29 Desember 2023 lalu.
"Atas masukan daripada tokoh bangsa dan juga para pelingsir di Provinsi Bali, maka saya senator DPD RI, Arya Wedakarna dengan ini menyampaikan beberapa hal. Meluruskan dan mengklarifikasi terkait dengan beredarnya potongan dari acara rapat kerja kami Selaku Komite l Bidang Hukum DPD RI utusan Provinsi Bali."
Kata Arya dalam video klarifikasi yang diunggah di akun instagramnya @aryawedakarna.
Dia menjelaskan, rapat itu adalah bagian daeri kegiatan resesnya sebagai anggota DPD Bali. Rapat digelar pada 29 Desember 2023 lalu. Rapat dihadiri jajaran Bandara Ngurah Rai, Bea-Cukai, dan juga instansi terkait yang bertempat di kantor airport Ngurah Rai. Salah satu agenda dalam rapat itu adalah terkait pengawasan Undang-undang tentang Kepabeanan atau Bea Cukai.
Dia mengaku banyak mendapatkan laporan tentang adanya dugaan tindakan yang kurang menyenangkan khususnya kepada warga Bali yang diduga dilakukan oknum petugas Bea Cukai. Tindakan tak menyenangkan itu salah satunya tidak berprilaku ramah seperti atau perampasan paspor.
"Maka dari itu kami sebagai wakil rakyat Bali meminta klarifikasi kepada Bea Cukai terkait hal itu. Yang kedua, adalah pengawasan terkait undang-undang tentang transportasi, di mana salah satunya adalah aspirasi komponen warga desa adat yang ada di sekitar airport yang masih bermasalah dengan aplikator kendaraan online. Saat itu, hadir perwakilan pimpinan dari koperasi-koperasi transporstasi beserta juga dari perusahaan aplikatornya," ujar Arya.
Sementara soal video dirinya yang mempersoalkan tampilan petugas frontline, Arya menyebut unggahan yang beredar telah diedit dengan cara dipotong.
"Maka dari itu, saya ingin menyampaikan bahwa terkait dengan video viral yang beredar di masyarakat, bahwa video yang beredar adalah video yang telah dipotong oleh sejumlah media, maupun oleh orang yang tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Menurut dia, saat itu dirinya sedang memberikan arahan kepada pimpinan dan petugas Bea Cukai hadir. Dalam arahannya, dia meminta agar Bea Cukai Bali memprioritaskan putra-putri daerah menjadi staf di bagian terdepan atau frontliner yang menyambut para tamu setelah pesawat mendarat di Bandara Ngurah Rai.
"Saya kira hal ini yang sangat wajar siapa pun dan di mana pun tetap semangat putra daerah menjadi cita-cita dari semua wakil rakyat," ujarnya.
Arya menjelaskan kala itu alangkah lebih baik jika petugas frontline adalah muda mudi yang mengerti adat dan budaya Bali.
Salah satunya dengan memakai bija, beras suci. Sebenarnya, kata dia, kebijakan itu sudah diatur dalam Perda Bali bahwa seluruh komponen wisata di Bali adalah pariwisata yang dijiwai agama Hindu.
"Kami meminta kepada seorang karyawan atau karyawati yang kebetulan bersuku Bali hadir untuk dapat lebih mengedepankan ciri-ciri kebudayaan Bali di dalam proses menyambut selamat datang. Misalkan, kami menyarankan untuk dapat menggunakan bija atau beras suci yang biasanya didapat setelah bersembahyang."
Kata Arya.
@merdeka.com
Dia mengaku tak menyinggung agama apapun dalam penjelasannya di rapat bersama pimpinan Bandara Ngurah Rai. Justru, dalihnya, yang disampaikan berkaitan dengan Perda Bali No 2 Tahun 2012 Tentang Pariwisata Bali yang berlandaskan kebudayaan yang dijiwai oleh agama Hindu
"Maka dari itu, kami tidak ada menyebutkan nama agama apa pun, nama suku apa pun, dan juga kepercayaan apa pun. Bahwa hal tersebut sudah selaras dengan peraturan Perda Bali No 2 Tahun 2012," katanya.
Mengacu aturan itu, katanya, siapapun komponen pariwisata yang ada di Bali, termasuk airport dan pelayanan publik harus mengikuti aturan peraturan daerah yang di mana tegas bahwa pariwisata Bali adalah pariwisata yang di jiwai oleh budaya agama Hindu.
"Maka dari itu saya menyampaikan klarifikasi, dan juga seandainya jika ada pihak-pihak, komponen bangsa Indonesia yang merasa tersinggung dan merasa keberatan dengan apa yang kami sampaikan, dari lubuk hati yang paling dalam saya selaku wakil rakyat Bali di DPD RI memohon maaf dengan tulus," ujar Arya.
Tanggapan MUI Bali
Terpisah, Ketua Harian Bidang Hukum MUI Bali, Agus Samijaya mengatakan pihaknya masih berkoordinasi dengan pimpinan MUI terkait pernyataan yang dianggap rasis tersebut. Mereka mengecam ucapan Arya.
"Kami belum mengeluarkan sikap resmi dari MUI sebagai kelembagaan umat," kata Agus.
Menurutnya, selama ini tidak ada aturan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melarang tentang penggunaan menutup kepala pada saat bekerja.
"Sampai sekarang belum saya menemukan ada aturan pegawai BUMN kalau itu di Bea Cukai atau di Angkasa Pura yang melarang tentang adanya penggunaan jilbab pada saat dia berkantor. Tetapi perlu digarisbawahi sebagai umat muslim penggunaan hijab atau jilbab, bagi kaum wanita muslim itu wajib. Andaipun ada, sampai benar ada larangan penggunaan jilbab menurut saya itu sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah umat Islam atau dalam hukum Islam," ungkapnya.
Pihaknya juga menduga bahwa pernyataan yang dilakukan oleh Arya Wedakarna adalah perilaku rasis. Apalagi sebagai seorang senator.
"Dia seorang senator anggota DPD yang tidak pantas menurut saya, apapun alasannya mengeluarkan kalimat-kalimat seperti itu.
"Saya tidak mengerti motifnya ini apa. Saya sangat menyayangkan. Kalau hasil kajian kami itu sebuah pelanggaran hukum maka lebih elegan kalau itu kita proses secara hukum atau bisa juga misalnya sebagai senator itu bisa dilaporkan juga ke Badan Kehormatan DPD RI," ujarnya.