Bareskrim Ungkap Jaringan Perdagangan Orang WNI di Malaysia: Kisah Mengerikan Terungkap!
Setelah korban bekerja sebulan, ia menerima upah yang tak sesuai dengan kesepakatan awal.
Korban dijanjikan pekerjaan kuli bangunan dengan gaji RM 1.000.
Bareskrim Ungkap Kasus Perdagangan Orang WNI di Malaysia
Barerskrim Polri mengungkapkan modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menimpa warga negara Indonesia (WNI) dengan menjanjikan mereka bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia.
Kasus ini telah diadukan ke KBRI Kuala Lumpur pada awal April 2023. Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menjelaskan WNI yang melapor sebagai korban TPPO berinisial FBK.
Djuhandhani mengatakan, korban diajak bekerja dengan iming-iming upah 1.000 Ringgit Malaysia per bulan atau sekitar 3,3 juta rupiah oleh dua tersangka WNI berinisial IJ dan MR.
"Bahwa korban FBK direkrut oleh tersangka IJ dan MR yang sudah bekerja di Malaysia sejak tahun 1997 dengan dijanjikan bekerja sebagai kuli bangunan dengan gaji 1.000 RM per bulan," kata Djuhandhani dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/12).
Djuhandhani menerangkan, korban FBK tergiur dan menerima tawaran pekerjaan itu. Ia pun tak berangkat sendiri ke Malaysia, melainkan bersama tiga WNI lainnya berinisial EPL, MAS dan WA pada Maret 2023.
"Kemudian Pada Bulan Maret 2023, korban FBK bersama korban EPL, MAS dan WA berangkat ke Malaysia dan bertemu tersangka MR di Malaysia, dan kemudian disalurkan bekerja kepada majikan," jelas Djuhandhani.
Setelah korban bekerja sebulan, ia menerima upah yang tak sesuai dengan kesepakatan awal. Ternyata upah para korban dipotong oleh tersangka MR. Korban hanya mendapat upah seperempat dari yang dijanjikan, atau hanya 250 RM.
"Namun setelah bekerja di majikan, ternyata gaji yang diterima oleh para korban dipotong 750 RM oleh tersangka MR. Kemudian pada tanggal 6 April 2023, para korban mengadukan ke KBRI Kuala Lumpur terkait peristiwa yang dialami korban," ucap Djuhandhani.
Berangkat dari aduan korban tersebut, KBRI berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Umum karena menduga adanya unsur perdagangan orang. Para korban pun selanjutnya dipulangkan ke Tanah Air.
"KBRI Kuala Lumpur kemudian berkoordinasi dengan penyidik Dittipidum Bareskrim, dan pada tanggal 11 April 2023 para korban dipulangkan ke Indonesia, dan langsung diterima oleh Penyidik Bareskrim bersama dengan penyidik Polda Jawa Tengah," jelas Djuhandhani.
Tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jawa Tengah berhasil menangkap dan menahan tersangka IJ dan MR tiga hari setelah kepulangan para korban ke Indonesia. Namun para korban meminta kasus dihentikan dengan alasan sudah berdamai dengan kedua tersangka.
"Kemudian, Penyidik Polda Jawa Tengah melakukan penyidikan dan berhasil melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka IJ dan MR pada tanggal 14 April 2023," kata Djuhandhani.
"Pada tanggal 17 April 2023, korban FBK mengajukan surat permohonan pencabutan Laporan Polisi, dengan alasan bahwa di antara korban dan tersangka telah terjadi perdamaian, dan keluarga tersangka mengajukan surat permohonan restorative justice kepada penyidik Polda Jawa Tengah," sambungnya.
Meski demikian, Djuhandhani menegaskan bahwa TPPO bukanlah tindak pidana yang bisa diselesaikan secara restorative justice. Sebab, TPPO merupakan kejahatan transnasional dan kejahatan kemanusiaan. Penanganan kasus yang semula di Polda Jawa Tengah, kemudian dilimpahkan ke Bareskrim Polri.
"Pada tanggal 9 Mei 2023, dilakukan Gelar Perkara oleh Dittipidum Bareskrim Polri dan Polda Jawa Tengah. Dengan hasil bahwa Perkara TPPO merupakan kejahatan transnasional dan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta merupakan salah satu perkara pidana yang tidak dapat diselesaikan melalui proses restorative justice," kata Djuhandhani.
"Kemudian perkara tersebut dilimpahkan penanganannya ke penyidik Dittipidum Bareskrim Polri," tambah dia.
Djuhandhani menyampaikan perkara ini masih dalam tahap penyidikan. Penyidik masih melakukan pemanggilan terhadap para korban dan saksi-saksi untuk memperkuat alat bukti.
"Untuk perkara sampai dengan saat ini masih dalam proses penyidikan. Penyidik masih berupaya melakukan pemanggilan terhadap korban dan saksi saksi terkait untuk memenugi alat bukti," ucap Djuhandhani.
Untuk tersangka MR dan IJ, keduanya dijerat dengan Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau Pasal 81 Jo Pasal 69 dan atau Pasal 83 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan minimal 3 tahun penjara.
"Dalam waktu dekat berkas perkara akan segera kami kirimkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah," pungkasnya.