Bawaslu: Hampir 400 TPS di Sulsel Sulit Dijangkau Karena Geografis & Cuaca
Tiga kategori tersebut yakni indikator TPS rawan paling banyak terjadi, banyak terjadi, dan tidak banyak terjadi tetapi perlu diantisipasi.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan melakukan pemetaan Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan pada Pilkada Sulsel. Pemetaan TPS rawan diambil dari 3.059 kelurahan/desa di 24 kabupaten/kota di Sulsel.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad menjelaskan pihaknya membagi tiga kategori yang menjadi indikator dalam pemetaan TPS rawan. Tiga kategori tersebut yakni indikator TPS rawan paling banyak terjadi, banyak terjadi, dan tidak banyak terjadi tetapi perlu diantisipasi.
"Ada tujuh indikator TPS rawan paling banyak terjadi. Kemudian 17 indikator yang banyak terjadi, serta satu indikator yang tidak banyak terjadi, namun tetap perlu diantisipasi," ujarnya kepada wartawan, Kamis (21/11)
Saiful menjabarkan tujuh indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi, pertama terdapat 7.955 TPS terdapat Pemilih Disabilitas yang terdaftar di DPT. Selanjutnya, 4.782 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat (meninggal dunia, alih status menjadi TNI/Polri).
"Ketiga, 4.267 TPS yang terdapat pemilih pindahan (DPTB). Keempat, 3.200 TPS yang terdapat penyelenggaraan pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas, kelima, ada 1.436 TPS yang terdapat potensi pemilih memenuhi syarat namun tidak terdaftar di DPT (potensi DPK)," urainya.
"Terus ada, 1.350 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS, dan yang ketujuh, ada 962 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu," imbuhnya.
Saiful melanjutkan terkait 17 indikator TPS rawan yang banyak terjadi. Indikator pertama, ada 530 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (max H-1) pada saat pemilu. Selanjutnya, 485 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana.
"Terus ada 399 TPS yang terdapat kendala aliran listik di lokasi TPS, 392 TPS sulit dijangkau (geografis dan cuaca), dan 337 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye disekitar lokasi TPS," tuturnya.
Indikator berikutnya yakni 278 TPS yang berada didekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon. Saiful menyebut ada 249 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu.
"239 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan. 233 TPS yang terdapat riwayat pemungutan suara ulang (PSU) dan/atau penghitungan surat suara ulang (PSSU). 161 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih," sebutnya.
"Selanjutnya, 143 TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri dan/atau Perangkat desa yang melakukan tindakan/ kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon. 122 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik. 102 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS," tambahnya.
Saiful juga mengungkapkan ada 63 TPS didekat wilayah kerja pertambangan atau pabrik, 34 TPS dilokasi khusus, dan 16 TPS yang terdapat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, antar golongan disekitar TPS.
"Terakhir ada 11 TPS yang terdapat petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon," sebutnya.
Saiful mengungkapkan adanya 1 indikator potensi TPS Rawan yang tidak banyak terjadi, namun tetap perlu diantisipasi. Kaitannya dalam hal ini, Saiful menyebut ada lima TPS yang mendapat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara.
"Pengambilan data dilakukan dari tanggal 10 sampai 14 November 2024," kata dia.
Saiful mengaku sudah menyiapkan strategi untuk pencegahan dan pengawasan terhadap pemetaan TPS rawan ini. Ia juga menyebut meningkatkan mitigasi bersama stakeholder.
"Bawaslu melakukan strategi pencegahan, di antaranya, melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan,
koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait," katanya.
"Sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau Pemilihan, pegiat kepemilaun, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online," sambungnya.