Catatan Sejarah Gempa dan Tsunami di Bali Hingga 2019
Merdeka.com - Terjadinya gempa bumi yang berkekuatan 5,8 magnitudo di Bali, pada Selasa (16/7) lalu, menambah daftar sejarah gempa bumi di Bali dan ada juga yang menimbulkan tsunami.
Kabid Manajemen Operasi Seismologi Teknik, Geofisika Potensial dan Tanda Waktu, BMKG Ariska Rudyanto menjelaskan, di Bali ada tiga sumber utama potensi gempa yang memicu tsunami yang pernah terjadi yaitu berada di bagian utara laut Bali, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng dan bagian selatan Bali.
"Ada tiga sumber utama potensi gempa dan tsunami di Bali," kata Ariska di Kantor BMKG Wilayah III Denpasar, Kuta, Bali, Senin (22/7).
-
Bagaimana gempa Bali terjadi? Hasil analisa BMKG menunjukkan gempa bumi yang terjadi jenis dangkal akibat aktivitas sesar aktif di darat. Jenis itu diketahui setelah memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya.
-
Kapan gempa di Bali terjadi? Gempa terjadi pukul 08.51 WITA dan getarannya terasa hingga beberapa detik.
-
Kapan gempa Bali terjadi? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mencatat kerusakan ringan dampak gempa berkekuatan 4.9 magnitudo di Kabupaten Gianyar. Getaran gempa sempat membuat penghuni hotel berhamburan meninggalkan gedung.'Kerusakan ringan, tembok retak dan genteng jatuh,' kata Kepala BPBD Made Rentin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/9).
-
Berapa kekuatan gempa di Bali? Gempa 4,9 Magnitudo mengguncang Bali, Sabtu (7/9).
-
Dimana gempa Bali terjadi? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mencatat kerusakan ringan dampak gempa berkekuatan 4.9 magnitudo di Kabupaten Gianyar.
-
Kapan gempa di Indonesia terjadi? Tercatat 161 kali gempa bumi terjadi di Indonesia antara tahun 1990 dan 2022.
Ariska menjelaskan, dari catatan sejarah kolonial Belanda, gempa diikuti tsunami pernah terjadi di Bali Utara, diperkirakan tanggal 22 tahun November 1815 yang dengan berkekuatan Magnitudo 7.
"Pertama itu di utara Bali, namanya ada Sesar Naik flores. Menurut catatan sejarah dari kolonial Belanda ada ribuan orang meninggal di utara Bali," ujarnya.
Kemudian, gempa kedua pada tanggal 13 Mei 1857 wilayah Bali Utara kembali diguncang gempa bumi berkekuatan M = 7,0. Gempa bumi kuat dengan episenter di laut ini dilaporkan memicu tsunami yang menyebabkan sebanyak 36 orang meninggal dunia.
Selanjutnya pada tahun tangga 14 Juli tahun 1976 berkekuatan M=6,5 populer disebut sebagai gempa di Seririt. Gempa yang dipicu oleh aktivitas sesar ini menyebabkan kerusakan parah di Buleleng dan Negara, Kabupaten Jembarana.
Dari catatan sebanyak 573 orang meninggal dunia di Buleleng, Jembrana, dan Tabanan. Sementara 4.000 orang lainnya luka-luka dan sekitar 450.000 orang kehilangan tempat tinggal.
"Gempa bumi ini dilaporkan memicu tsunami kecil di pantai utara Bali," ujar Ariska.
Selanjutnya, gempa pada tanggal 21 Januari tahun 1917 yang terjadi di tenggara Pulau Bali. Gempa ini dikabarkan menyebabkan longsoran hebat di sejumlah wilayah di Bali. Sebanyak 1.500 orang dikabarkan meninggal. "Gempa ini memicu tsunami di Kabupaten Klungkung dan Benoa setinggi 2 meter," jelas Ariska.
Lalu, gempa bumi yang terjadi pada tanggal 13 Oktober tahun 2011 di bagian selatan Bali dengan kekuatan 6,8 Magnitudo. Episenter terletak di 143 km arah barat Nusa Dua. Gempa ini juga dirasakan di Yogyakarta, Mataram dan Malang. Puluhan orang dikabarkan mengalami luka-luka.
"Ini tidak menimbulkan tsunami tetapi menimbulkan beberapa kerusakan banyak bangunan di Denpasar, Kuta dan Nusa Dua bahkan melebar atau meluas sampai ke Banyuwangi sampai Jember ada banyak kerusakan ringan," ujarnya.
©2019 Merdeka.com/Moh KadafiKemudian, masih pada pusat yang sama, tahun 2019, Selasa (16/7) lalu, gempa kembali terjadi dengan magnitudo 5,8. BMKG mencatat sebanyak 14 kali gempa susulan dengan magnitudo 2,4 hingga 3,5. "Gempa bumi ini merupakan bagian dari rangkaian gempa bumi Bali akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia," ujar Ariska.
Ariska juga meminta masyarakat tetap tenang dan selalu waspada. Terutama, dalam diri kita sendiri, keluarga dan Pemerintah.
"Mari kita bersama-sama mewaspadai ini. Harus terus diupayakan dan ditanamkan bahwa kita bisa selamat dari kira sendiri," ujar Ariska.
"Ibaratnya sama dengan di jalan, di jalan itu kita ketabrak bisa mati. Itu potensi tertinggi. Tapi kalau kita siap siaga mau ke tabrak pun kita aman. Hal-hal seperti itu yang sebenarnya kita harus tanamkan ke masyarakat," ujar Ariska.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gempa tektonik dengan kekuatan 5,8 magnitudo mengguncang wilayah Laut Bali sekitar pukul 07.16 Wib, pada Sabtu (9/9).
Baca SelengkapnyaBerdasarkan analisis tim BMKG, rentetan gempa tersebut tersebar di beberapa titik yang berlokasi di darat Kalimantan Timur.
Baca SelengkapnyaRentetan gempa Tuban sejak Jumat pagi dipicu sesar aktif di Laut Jawa.
Baca SelengkapnyaGempa bumi yang terjadi jenis gempa bumi menengah akibat adanya aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia.
Baca SelengkapnyaHingga pukul 13.10 WIB, ada delapan kali gempa susulan.
Baca SelengkapnyaGetaran gempa cukup kuat dirasakan karena terjadi di darat.
Baca SelengkapnyaDari catatan Badan Meterorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika kelas II Pasuruan, gempa bumi susulan Bawean sudah mencapai 229 kali.
Baca SelengkapnyaDampak gempa bumi berdasarkan laporan masyarakat berupa guncangan dirasakan di wilayah Gianyar
Baca SelengkapnyaGempa susulan terjadi pascagempa yang mengguncang sejumlah kawasan di Jawa Timur, Jumat (22/3).
Baca SelengkapnyaHasil analisis menjelaskan, sesar aktif tersebut mengalami pergeseran.
Baca SelengkapnyaGempa magnitudo 6,4 terjadi pada Selasa (24/9) pukul 02.51 WIB.
Baca SelengkapnyaGempa itu terjadi hari ini, Sabtu (14/9) pukul 00.19 WIB.
Baca Selengkapnya