Data dan Fakta: Program Makan Bergizi Gratis Berisiko Jadi Bancakan Korupsi
Meskipun ditujukan untuk memberikan manfaat sosial, pengadaan barang dan jasa membuat program ini berisiko mengalami penyimpangan.
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan salah satu inisiatif unggulan dari Presiden Prabowo Subianto memiliki potensi besar untuk disalahgunakan, termasuk dalam bentuk korupsi.
Peneliti dari Celios, Bakhrul Fikri, menyatakan, meskipun program ini bertujuan untuk memberikan manfaat sosial, keterkaitannya dengan pengadaan barang dan jasa membuatnya rentan terhadap penyimpangan yang dapat mengarah pada skandal korupsi.
"Makanan bergizi gratis ini berpotensi atau berujung pada skandal korupsi, karena bagaimana pun program makan bergizi gratis ini akan erat kaitannya dengan jenis program yaitu dalam pengadaan barang dan jasa," ungkap Fikri dalam diskusi publik, Senin (30/12).
Fikri menjelaskan bahwa dalam penelitian yang dilakukan oleh Celios mengenai program MBG, sekitar 46 persen responden mengungkapkan kekhawatiran terhadap ketidakefisienan dalam penyaluran program ini.
Berbagai faktor menjadi penyebabnya, mulai dari keterlambatan pengiriman makanan hingga adanya praktik korupsi dalam pengadaan bahan makanan dan jasa yang terlibat.
Kekhawatiran ini semakin meningkat seiring dengan penurunan anggaran yang dialokasikan untuk setiap porsi makanan dari waktu ke waktu. Misalnya, dana yang awalnya ditetapkan sebesar Rp15.000 per porsi kini dipangkas menjadi Rp10.000, dan ada kekhawatiran anggaran bisa berkurang lebih jauh lagi.
"Bahkan terakhir harusnya Rp15 ribu diturunkan menjadi Rp 12 ribu, sempat juga ada tanggapan bahwa nanti akan diturunkan menjadi Rp7.500 dan kemudian ditetapkan Rp15 ribu lagi, dan terakhir ditetapkan Rp10 ribu. Apa saja sih yang didapatkan dengan biaya Rp10 ribu," jelasnya.
Ketergantungan Birokrasi
Berdasarkan informasi dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sektor pengadaan barang dan jasa memiliki peran signifikan dalam kasus korupsi di Indonesia.
Pada tahun 2023, tercatat 791 kasus korupsi, di mana sekitar 39 persen di antaranya berhubungan dengan pengadaan barang dan jasa. Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini memang memiliki risiko tinggi terhadap praktik korupsi, termasuk dalam proyek infrastruktur dan non-infrastruktur yang sering kali melibatkan kasus suap serta mark-up harga.
Fikri menambahkan, ketergantungan pada birokrasi dalam penyaluran program MBG meningkatkan potensi terjadinya korupsi.
"Artinya, memang potensi dari program MBG untuk disalahgunakan nantinya dalam hal ke depan akan banyak potensi korupsinya akan sangat besar," ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa keberhasilan atau kegagalan program ini sangat tergantung pada efektivitas mekanisme birokrasi yang ada, serta sejauh mana pengawasan dilakukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan.
Tanpa adanya kontrol yang ketat, instansi yang terlibat dalam penyaluran program ini dapat menjadi 'lahan basah' untuk praktik korupsi.
Lebih lanjut, Fikri menegaskan bahwa "Bagaimana rantai birokrasi yang ditawarkan oleh Pemerintah dalam hal penyaluran program MBG akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana potensi kasus korupsi itu dan instansi terkait yang akan sangat besar kemungkinannya akan menjadi lumbung atau lahan basah korupsi.
"Dengan demikian, penting untuk memperkuat sistem pengawasan dan kontrol agar potensi korupsi dalam sektor ini dapat diminimalisir," katanya
Kata Badan Gizi Nasional
Baru-baru ini, Badan Gizi Nasional (BGN) mengeluarkan pernyataan terkait isu yang beredar mengenai organisasi masyarakat (ormas) yang mengklaim memiliki mandat resmi untuk melaksanakan program makan siang bergizi gratis (MBG).
Kepala Biro Hukum dan Humas, Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan Mahardan, menegaskan, pihaknya tidak pernah memberikan mandat atau Surat Keputusan (SK) kepada ormas manapun untuk program tersebut. Ia menilai klaim ini sebagai informasi yang salah dan dapat menyesatkan masyarakat.
Lebih lanjut, Lalu Iwan menyatakan keprihatinannya terhadap tindakan beberapa pihak yang dengan berani mengklaim bahwa mereka memiliki legalitas karena mendapatkan SK dari Badan Komunikasi Nasional Desa se-Indonesia (BKNDI), sambil mengaitkan nama BGN untuk memperkuat klaim tersebut.
"Ini bukan hanya membingungkan publik, tapi juga melukai nama baik institusi kami. Hal seperti ini tidak bisa kami biarkan," ungkapnya pada keterangan pers yang disampaikan pada Kamis (26/12).
Menanggapi situasi ini, Badan Gizi Nasional melalui Biro Hukum memastikan akan mengambil langkah hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kami tidak akan tinggal diam. Tindakan hukum diperlukan agar tidak ada pihak lain yang berani menyalahgunakan nama institusi resmi seperti ini," tegasnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada dan memverifikasi semua informasi, terutama yang mengatasnamakan institusi pemerintah.
"Kami sangat berharap masyarakat lebih kritis. Jangan mudah percaya pada klaim sepihak yang memanfaatkan nama besar lembaga resmi," pesan Lalu Iwan.
Ia menegaskan bahwa BGN akan terus menjalankan program-programnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta menjaga kredibilitas dan integritas lembaga.
"Kami tidak akan pernah main-main dengan tanggung jawab yang diamanahkan kepada kami," tambahnya.
Diperlukan 48 ribu Dapur
Sebelumnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat bahwa sebanyak 82 juta orang akan mendapatkan alokasi makanan bergizi gratis (MBG).
Target ini diharapkan dapat tercapai dalam waktu lima tahun ke depan. Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Bappenas, Rd Siliwanti, menjelaskan bahwa ada potensi besar untuk mencapai angka tersebut dalam program Makan Bergizi Gratis.
Untuk mencapai sasaran ini, diperlukan pasokan yang signifikan dari pusat-pusat pengolahan makanan atau dapur. Diperlukan setidaknya 48 ribu dapur agar dapat menjangkau 82 juta jiwa tersebut.
"Pada program MBG ini dibutuhkan saat ini, dan identifikasi setelah lengkap exercise adalah dibutuhkan sekitar 48 ribu dapur atau unit layanan untuk menyediakan makanan bergizi bagi total 82 juta jiwa dalam 5 tahun," ujar Siliwanti dalam Economic and Financial Report 2024 di Jakarta, Rabu (18/12).
Mengingat besarnya kebutuhan tersebut, Siliwanti melihat program MBG sebagai penggerak ekonomi nasional. Hal ini disebabkan oleh skala besar yang akan melibatkan rantai pasok yang juga cukup luas.
Dampak ekonomi dari program MBG diperkirakan akan mempengaruhi berbagai sektor, mulai dari petani, nelayan, hingga industri kecil dan menengah (IKM).
"Oleh karena itu program MBG ini berpotensi menjadi salah satu pengungkit perekonomian nasional dengan menciptakan rantai pasok makanan yang besar," ujarnya. "Mulai dari petani, peternak, nelayan, hingga IKM, sehingga sektor ketenagakerjaan juga akan terdampak positif," imbuh Siliwanti.