Dilema Eks Sekjen Kementan Terpaksa Patuh Perintah SYL: Tertekan Tapi Takut Kehilangan Jabatan
Selama adanya pengumpulan dana untuk kebutuhan SYL, Kasdi mengatakan situasi kerja di Kementan menjadi tidak kondusif.
Menurut Kasdi, ada beberapa pejabat Kementan yang dimutasi karena tidak mengikuti perintah SYL.
Dilema Eks Sekjen Kementan Terpaksa Patuh Perintah SYL: Tertekan Tapi Takut Kehilangan Jabatan
Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono mengakui mematuhi semua perintah Menteri Pertanian periode 2019–2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) untuk mengumpulkan dana dari para pejabat eselon I Kementan karena takut kehilangan jabatan.
Di sidang kali ini, Kasdi menjadi saksi mahkota (saksi sekaligus terdakwa) dalam sidang kasus SYL. Dalam kesaksiannya, dia mengaku dilema khususnya saat mengetahui adanya beberapa pejabat Kementan yang dimutasi karena tidak mengikuti perintah SYL.
"Semua eselon I Kementan mengalami dilema yang sama. Tentu kami merasa ada tekanan dan keterpaksaan untuk melaksanakan ini," ujar Kasdi pada sidang pemeriksaan saksi mahkota di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Demikian dikutip dari Antara, Rabu (19/6).
Kasdi menuturkan para pejabat eselon I Kementan pun mengupayakan segala cara untuk memenuhi kebutuhan yang diminta SYL. Termasuk menyisihkan uang perjalanan dinas hingga membuat surat pertanggungjawaban fiktif.
Dia juga menjelaskan berbagai inisiatif cara pengumpulan dana tersebut cenderung berasal dari para pegawai Kementan.
Kendati demikian, selama adanya pengumpulan dana untuk kebutuhan SYL, Kasdi mengatakan situasi kerja di Kementan menjadi tidak kondusif. Meskipun tidak ada penolakan secara langsung atas perintah SYL itu.
"Suasana jadi tidak enak karena banyak yang merasa terpaksa walau tidak diungkapkan secara narasi," ucapnya.
Kasdi merupakan Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan bersama SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan tahun 2023 Muhammad Hatta.
Keduanya didakwa sebagai koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL maupun keluarganya
Dalam kasus itu, SYL didakwa melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar dan terancam pidana pada Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.