Dua Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Waduk Wiyung Surabaya
Merdeka.com - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan dua warga Surabaya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penjualan Waduk Wiyung seluas 21.812 meter persegi. Kerugian negara akibat perkara ini diperkirakan mencapai Rp11 miliar lebih.
Identitas kedua tersangka adalah SMT (50), warga Wiyung dan DLL (72), warga Karangpilang, Surabaya. "Bahwa yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kepemilikan secara tidak sah Aset Pemerintah Kota Surabaya Berupa Waduk Persil 39 Kelurahan Babatan di Jalan Raya Babatan – UNESA Kelurahan Babatan Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim, Mia Amiati, Senin (12/12).
Sementara Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim Fathur Rohman menambahkan, tersangka SMT selaku Ketua Panitia Pelepasan Tanah Waduk Babatan bersama-sama dengan almarhum GT (Lurah Babatan saat itu) dan almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan saat itu) menjual secara lelang setengah waduk sebelah barat seluas 11.000 persegi kepada AA, seorang pengusaha properti dengan harga Rp5,5 miliar.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi Bansos Jokowi? 'Kerugian sementara Rp125 milyar,' pungkasnya.
-
Apa kerugian negara akibat korupsi timah? Sebagaimana diketahui, sejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
-
Bagaimana Kejagung hitung kerugian negara? 'Hari ini temen-temen penyidik sedang berkomunikasi dengan BPKP dan ahli yang lain hari ini. Lagi dilakukan perhitungan, konfrontasi dan diskusi formulasinya seperti apa,' kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (3/4).
-
Bagaimana dampak korupsi bagi negara? 'Tambang ilegal misalnya, selain kerugian negara secara materil, juga ada hutan yang dibabat habis di sana. Ada tanah negara yang rusak di sana. Ada masyarakat yang tercemar polusi dan terganggu kesehatannya di sana.'
-
Kenapa kerugian negara akibat korupsi timah perlu dihitung? 'Nah itu, seharusnya menjadi bagian dari hak negara, itu sudah menjadi sumber dari kerugian negara kemudian bagaimana menghitung kerugian negaranya? Dampak eksplorasi ini kerusakan lingkungan yang begitu masif dan luas, kita hitung,' pungkas dia.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
Dia menambahkan, SMT dan tokoh-tokoh warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan pada tahun 2003 tanpa dasar hukum membentuk Panitia Pelepasan Waduk Persil 39 Kelurahan Babatan. "Saat itu menunjuk SMT sebagai ketuanya. SMT selaku ketua kemudian bekerja sama dengan almarhum GT (Lurah Babatan saat itu) dan Almarhum STN (Sekretaris Kelurahan Babatan saat itu) membuat surat-surat keterangan tanah yang isinya tidak benar atau palsu," ujar dia.
Modus Tersangka
Cara yang digunakan antara lain mencatut nama orang yang sesungguhnya bukan pemilik seolah-olah sebagai pemilik atas setengah waduk sebelah barat seluas 10.100 meter persegi yang kemudian digunakan untuk membuat akta perjanjian ikatan jual beli dan surat kuasa di kantor notaris-PPAT antara nama orang yang dicatut tersebut sebagai penjual dengan pembelinya. Uang hasil penjualan setengah waduk sebelah barat tersebut kemudian dibagi-bagikan.
Lurah Babatan saat itu, GK menerima Rp275 juta, Sekretaris Lurah Babatan saat itu, STN menerima Rp40 juta, tersangka SMT menerima Rp40 juta, masing-masing Ketua RT menerima Rp10 juta, dan warga per kepala keluarga menerima Rp2,5 juta.
"Setelah tersangka SMT berhasil menjual setengah waduk sebelah barat seluas 11.000 M2, tersangka DLL bersama dengan tokoh-tokoh warga RW 01 dan RW 02 membentuk Tim Pengurus Pelepasan Waduk ke-II dengan ketua DLL," kata dia.
Selaku ketua, DLL lalu bekerja sama dengan almarhum TS (Ketua LKMD saat itu), GT (Lurah Babatan saat itu) dan STN (Sekretaris Kelurahan Babatan saat itu) membuat dan menggunakan surat palsu yang menerangkan bahwa setengah waduk sebelah timur seluas 10.100 persegi dulunya merupakan hasil urunan warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan pada tahun 1957-1959. Alasannya saat itu, warga butuh tempat minum hewan ternak dan untuk mengairi sawah. Oleh karena sudah tidak dibutuhkan lagi untuk tempat minum hewan ternak dan sawah-sawah warga disekitarnya sudah menjadi lahan perumahan, maka warga RW 01 dan RW 02 Kelurahan Babatan meminta kepada Pemkot Surabaya agar waduk tersebut dikembalikan kepada warga.
Permintaan tersangka DLL tersebut ditanggapi oleh Asisten Tata Praja almarhum MS dengan mengirim surat jawaban yang isinya menyatakan Pemkot Surabaya tidak keberatan apabila warga meminta kembali waduk tersebut.
Surat itu pun dijadikan dasar tersangka DLL untuk Akta Pelepasan Hak Disertai Ganti Kerugian oleh DLL kepada pembeli di kantor Notaris/PPAT. Sebagai gantinya tersangka DLL menerima Rp2 miliar dari Rp5 miliar yang diperjanjikan karena Rp3 miliar digunakan untuk membiayai proses birokrasi pelepasan Waduk tersebut yang sedang berjalan.
"Dari perhitungan sementara, kerugian negara Rp11 miliar lebih. Dalam perkara ini, penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap obyek berupa sebuah waduk," tandasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Satu orang tersangka inisial B tidak ditahan bisa diproses hukum karena sudah meninggal dunia.
Baca SelengkapnyaKejagung terus mengusut kasus korupsi tata niaga timah wilayah IUP PT Timah Tbk di tahun 2015-2022.
Baca SelengkapnyaPutusannya telah Inkracht atau berkekuatan hukum tetap pada 5 Oktober 2023
Baca SelengkapnyaKerugian juga dapat dihitung dari total biaya kerusakan di kawasan hutan dan non-hutan.
Baca SelengkapnyaKejaksaan Negeri Batang menetapkan dua tersangka lantaran terlibat tindak pidana korupsi dalam proyek pelabuhan Batang tahun 2015.
Baca SelengkapnyaHelena Lim dan Harvey Moeis jadi dua pengusaha yang baru saja ditetapkan tersangka
Baca SelengkapnyaDua tersangka merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait pengadaan gerobak di Kemendag.
Baca SelengkapnyaAngka ini hasil koreksi dari perkiraan kerugian sebelumnya, yakni Rp271 triliun.
Baca SelengkapnyaSejauh ini nilai kerugian negara akibat korupsi tersebut senilai Rp271 triliun.
Baca SelengkapnyaAdapun angka rasuah yang ditaksir hingga Rp 271 triliun itu didapatkan dari hitungan kerugian perekonomian negara.
Baca SelengkapnyaSelain itu, ditemukan adanya aliran dana baik berupa suap atau gratifikasi ke beberapa pihak sejumlah Rp 25,6 miliar.
Baca SelengkapnyaPengumuman uang tersebut disampaikan sebagai hasil audit dari lembaga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Baca Selengkapnya