Duduk Perkara Kasus Penerbitan SHM Lahan Mangrove di Kuri Lompo Maros, Sudah Ada yang Jadi tersangka
AM ditetapkan sebagai tersangka kasus pembabatan hutan Mangrove Kuri Lompo.

Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Maros menetapkan seorang warga inisial AM (64) dalam kasus pembabatan mangrove pesisir Pantai Kuri Lompo untuk dijadikan tambak. Polisi menjadwalkan AM menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Kamis (6/2).
Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Maros Inspektur Dua A Marwan Afriady membenarkan penyidik telah menetapkan AM sebagai tersangka kasus pembabatan hutan Mangrove Kuri Lompo.
"Iya, sudah ada (tersangka). Sudah dilayangkan pemanggilan tersangka atas nama AM dan dijadwalkan pemeriksaan hari ini," ujarnya melalui pesan WhatsApp, Kamis (6/2).
Sementara Kepala Satreskrim Polres Maros Inspektur Satu Aditya Pandu mengatakan hutan mangrove yang dibabat oleh AM merupakan lahan kawasan yang dilindungi seluas 6 Ha. Usai ditebang, AM membuat tambak.
"Jadi berawal dari informasi masyarakat yang kami dapatkan bahwa telah terjadi pengerusakan kawasan mangrove di seputar Pantai Kuri Lompo, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu. Kemudian kami tinjau ke TKP melakukan serangkaian penyelidikan selama tiga bulan," ujarnya.
Dalam penyelidikan kasus ini, pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi ahli. Berdasarkan keterangan saksi ahli tersebut, kata Pandu, terungkap adanya pengerusakan pohon bakau jenis api-api.
"Saksi ahli lingkungan hidup yang menyatakan bahwa benar telah terjadi pengerusakan atas mangrove jenis api-api seluas kurang lebih 6 Ha," tuturnya.
Aditya mengaku warga yang diduga melakukan pengerusakan mangrove tersebut inisial AM. AM memotong pohon bakau di Hutan Mangrove dengan menggunakan mesin senso.
"Mangrove yang ditebang bertujuan untuk membuat tambak atau empang. Kasus ini sudah masuk penyidikan dan dua gergaji mesin kita amankan," sebutnya.

Sementara itu AM mengakui menebang pohon bakau di Hutan Mangrove Kuri Lompo. AM menebang mangrove tersebut bukan tanpa alasan, karena mengaku sejak tahun 2009 sudah memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas lahan yang dijadikan mangrove tersebut.
"Kalau saya pikir ini berani menebang atau merintis, karena ada sertifikatnya saya pegang. Saya tidak tahu apakah dilarang kalau kayu ini ditebang. Saya tidak tahu pak, maaf mulai dari ujung kaki sampai di ujung kepala, saya minta maaf. Karena saya tidak tahu ada dilarang jangan ditebang ini pohon mangrove," kata dia.
AM mengaku buta huruf sehingga dirinya tidak tahu jika ada larangan menebang pohon bakau di mangrove.
"Saya tidak tahu menulis, saya tidak tahu membaca begitu. Bukan saya (duluan menebang), tapi pemerintah yang duluan," ungkapnya.
AM mengaku pemerintah membabat mangrove untuk dijadikan lahan. Karena melihat pemerintah membabat mangrove, sehingga dirinya juga ikut menebang.
"Saya mengurus SHM ini dari desa sampai kecamatan dan diakui jika lahan itu adalah lahan saya," kata dia.
Ia pun mengaku kaget saat polisi menyita mesin senso atau gergagi besi disita oleh polisi.