Gara-Gara Beda Keyakinan, Slamet Ditolak Mengontrak Rumah di Bantul
Merdeka.com - Satu keluarga mendapatkan penolakan dari pengurus kampung saat akan mengontrak rumah di Padukuhan Karet RT 8, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Keluarga yang dikepalai oleh Slamet Jumiarto (42) ini mendapat penolakan karena adanya aturan padukuhan yang melarang warga beda keyakinan untuk tinggal di sana.
Aturan padukuhan itu tertuang dalam surat keputusan bernomor 03/Pokgiat/Krt/Plt/X/2015. Dalam surat itu warga Padukuhan Karet ini sepakat tidak mengizinkan warga yang berbeda keyakinan untuk bermukim di wilayahnya. Kesepakatan ini berlaku sejak surat itu disahkan pada 19 Oktober 2015.
Slamet mengaku saat mengontrak rumah di Padukuhan Karet sejak 29 Maret 2019, dia tak tahu jika ada peraturan tersebut. Dia baru tahu saat melaporkan kepindahannya ke Ketua RT pada hari pertama kepindahannya.
-
Kenapa warga tidak boleh membangun rumah berdempetan di Desa Kondangjajar? Dari cerita tokoh setempat, sosok ini meminta area dikosongkan karena merupakan jalur perlintasan kalangan tak kasat mata.
-
Kenapa warga Desa Mliwang dilarang bangun rumah menghadap utara? Alasan Warga Desa Mliwang yakin jika mereka membangun rumah menghadap ke utara, maka keluarga tersebut akan mendapatkan sial, bahkan bisa berujung kematian.
-
Siapa yang menghuni kampung tersebut? Pasalnya di sini, seluruh penghuninya merupakan perempuan dan tidak ada laki-laki sama sekali.
-
Kenapa penduduk kampung mati petir meninggalkan kampung tersebut? Saat itu habis maghrib anak saya mainan marmut tiba-tiba didatangi sosok orang memakai blangkon. Orang itu kakinya tidak menapak di tanah. Orang itu mengajak anak saya keliling-keliling. Tiba-tiba saja dia terbang dan berubah wujud menjadi Mak Lampir,' kata Pak Priyono.
-
Apa alasan warga Kampung Mati pindah? Pada zaman dulu, ada sekitar 20 KK yang tinggal di kampung itu. Namun kehidupan di sana sungguh sulit. Selain berada di zona rawan longsor, hasil pertanian di sana sering menjadi serangan monyet ekor panjang. Hal inilah yang membuat warga tidak betah dan akhirnya memilih pindah.
-
Bagaimana warga di kampung itu? Selain memiliki pemandangan yang indah dengan hamparan rumput, warga di kampung tersebut dikenal ramah.
Saat itu Slamet membawa surat-surat seperti KTP, Kartu Keluarga (KK) dan buku nikah kepada Ketua RT. Ketua RT yang melihat keterangan agama Slamet pun keberatan.
Keberatan dengan penolakan dari Ketua RT, Slamet mencoba menemui ketua kampung. Saat bertemu, Slamet mendapatkan penolakan yang serupa. Ketua kampung mengaku jika penolakan itu berdasarkan kesepakatan warga sejak tahun 2015.
"Kemudian paginya saya ketemu ketua kampung itu pun juga ditolak kemudian saya pingin ketemu Pak Dukuh (dusun) cuma waktu kemarin belum tahu rumahnya belum tahu namanya. Mungkin karena saya terlalu emosi dengan hal ini, kemudian saya langsung melaporkan hal ini ke sekretaris Sultan HB X (Hamengku Buwono X)," ujar Slamet di kontrakannya, Selasa (2/4).
Mendapat penolakan karena alasan berbeda keyakinan, Slamet pun mengadukan masalahnya ke Sekretaris Sultan HB X. Laporan ini kemudian diteruskan ke Pemerintah Kabupaten Bantul. Setelahnya kemudian digelar mediasi antara Slamet dengan pengurus Padukuhan Karet, tokoh masyarakat dan pengurus Desa Pleret.
Dalam mediasi itu, keinginan Slamet untuk tetap mengontrak di Padukuhan Pleret pun tetap ditolak. Slamet pun sempat bersikeras untuk tinggal, karena dia telah membayar uang kontrakan sebesar Rp 4 juta dan pemilik kontrakan tak keberatan jika rumah itu dikontrak Slamet.
Mediasi pun kembali digelar pada Senin (1/4) malam. Dalam mediasi itu sempat muncul usulan agar Slamet diizinkan tinggal selama 6 bulan, sedangkan 6 bulan sisanya akan dikembalikan dalam bentuk uang.
"Kalau tidak satu tahun saya mending minta uangnya lagi full satu tahun kepada saya. Kalau hanya 6 bulan kan buat apa. Sama aja penolakan secara halus kepada saya. Kalau memang boleh ya boleh, kalau enggak ya enggak gitu aja," papar pria yang berprofesi sebagai seniman ini.
Usai mediasi itu, Slamet pun melunak. Dia siap pindah asalkan uang kontrak yang telah dibayarnya dikembalikan utuh. Meskipun demikian, Slamet berkeras agar aturan yang dianggapnya diskriminatif itu dihapus.
"Saya mengalah asalkan surat (aturan) mereka direvisi karena bagi saya itu bertentangan dengan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Aturan itu mengharuskan supaya warga pendatang yang ngontrak atau tinggal harus beragama Islam itu tertulis di dalam di surat peraturan. Itukan enggak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945," tegas Slamet.
Kepala Dukuh Karet, Iswanto membenarkan terkait aturan yang disepakati oleh warga yang melarang warga non-Muslim untuk tinggal di wilayahnya. Aturan itupun telah disepakati oleh warga dan pengurus Padukuhan.
"Aturannya itu intinya, penduduk luar Karet yang beli tanah itu tidak diperbolehkan yang non-Muslim. Sudah kesepakatan warga masyarakat," tutup Iswanto.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Satpol PP bersama tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) menyegel satu unit bangunan di Garut, Jawa Barat, Rabu (3/7).
Baca SelengkapnyaMasyarakat di Desa Margopatut Nganjuk memiliki tradisi Ngalor Ngulon terkait dengan syarat seseorang yang akan menikah.
Baca SelengkapnyaAsal-usul Desa Mertelu dibuktikan dengan adanya petilasan Migit Tiban yang berasa di Dusun Beji, Desa Mertelu.
Baca SelengkapnyaKepercayaan masyarakat itu ke bermula dari cerita seorang wanita nernama Ambarwati yang telah disakiti hatinya oleh pejabat tinggi Belanda di awal abad 19.
Baca SelengkapnyaDulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.
Baca SelengkapnyaSigit mengimbau dalam menyelesaikan masalah ini pihaknya juga akan mendorong adanya musyawarah. Sehingga kejadian bentrokan, seperti hari ini bisa dicegah.
Baca SelengkapnyaSaat musim hujan tiba, kampung itu benar-benar terisolir karena jalan ke sana terhalang aliran air sungai yang deras
Baca SelengkapnyaMasyarakat desa ini punya tujuh pantangan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat
Baca SelengkapnyaVideo pemindahan rumah viral di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat ratusan orang membantu mengangkat rumah tersebut secara bersama.
Baca SelengkapnyaAcara Munas Ahmadiyah rencananya diadakan pertengahan November mendatang dengan mengundang ribuan peserta seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaSelain itu, mereka juga mempertanyakan siapa yang akan menghuni Kampung Susun Bayam jika warga pindah ke Rusun Nagrak.
Baca Selengkapnya"kita sudah dapat SK calon penghuni, sudah dapat nomor unit, terus mau ngapain di pindahkan ke Nagrak? terus kampung susun yang sudah jadi buat apa?”
Baca Selengkapnya