Jazilul Sebut Lukman Edy Bukan Lagi Kader PKB: Keterangannya di PBNU Tak Punya Legal Standing
Menurut Jazilul, pernyataan Lukman Edy justru memecah belah soliditas PKB.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengatakan, pernyataan yang disampaikan Lukman Edy saat berada di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada Rabu (31/7) kemarin tidak mewakili PKB.
"Lukman Edy sudah bukan anggota PKB lagi sehingga keterangannya tidak memiliki legal standing, tidak berhak membawa-bawa nama PKB," kata Jazilul saat dihubungi, Kamis (1/8).
Menurut Jazilul, pernyataan Lukman Edy justru memecah belah soliditas PKB.
"Pernyataannya sudah usang, menyesatkan dan motifnya ingin memecah belah soliditas PKB," ucapnya.
Jazilul menegaskan, kedatangan Lukman Edy ke PBNU juga tidak atau tanpa diketahui oleh Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB.
Sebelumnya, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy menjalani pemeriksaan di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta. Pemeriksaan ini terkait dengan kekisruhan yang kini melanda antara PKB dengan PBNU.
Lukman Edy mengaku kedatangan atau pemanggilan atas dirinya terkait masalah pribadi. Meskipun sampai saat ini masih menjadi kader PKB. Lukman Edy melakukan pertemuan dengan Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni dan beberapa orang lainnya.
"Pada dasarnya memang keinginan kuat dari PBNU untuk mengetahui sebenarnya substansi dari persoalan NU dan PKB ini apa sih, sehingga kemudian semenjak beberapa tahun terakhir ini, semenjak Pilpres, semenjak muktamar NU di Lampung kok terjadi hubungan komunikasi yang tidak baik antara PBNU atau NU dengan PKB," kata Lukman kepada wartawan di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (31/7).
Lukman Edy menambahkan, banyak komentar yang dianggap tidak bagus dari Muhaimin Iskandar alias Cak Imin serta politisi PKB lainnya.
"Kita semua sendiri tahulah ya komentar apa saja yang tidak bagus. Nah, saya menjelaskan bahwa memang secara sistematik ada problem yang sangat mendasar," sebutnya.
"Problem yang sangat mendasar itu adalah problem di mana PKB di bawah kepemimpinan Cak Imin ini secara sistematis mengurangi peran-peran dan kewenangan dari para kiai," tambahnya.
Salah satunya yakni dengan menghilangkan sebagian besar kewenangan dari Dewan Syuro saat Muktamar PKB yang digelar di Bali pada 2019 silam.
"Dewan Syuro itu memberikan persetujuan kalau ingin mengangkat ketua umum siapa, si A, si B, atau si C. Tapi semenjak Muktamar di Bali itu sebagian besar kewenangan Dewan Syuro itu dihapus di dalam anggaran dasar anggaran rumah tangga," jelasnya.
"Sehingga kita tidak melihat lagi peran Dewan Syuro itu dan itu di semua tingkatan, bukan saja di tingkat DPP, tapi juga di tingkat DPW dan tingkat DPC," tambahnya.
Selain itu, Lukman Edy mengungkapkan, Dewan Syuro sebelumnya juga ikut menandatangani surat-surat keputusan PKB. Namun, sekarang ini hal itu sudah tidak ada lagi.
"Dewan Syuro tidak lagi memberikan keputusan terhadap hal-hal strategis di partai. Artinya memang terjadi penghilangan eksistensi Dewan Syuro. Baik secara fundamental di dalam anggaran dasar rumah tangga, maupun secara teknis administratif di internal Partai Kebangkitan Bangsa," ungkapnya.
Akibat dari hilangnya kewenangan Dewan Syuro ini, katanya, kepemimpinan PKB tersentralisasi di ketua umum. Bahkan dalam anggaran dasar rumah tangga mengacu hasil muktamar PKB di Bali, secara eksplisit dikatakan ketua umum itu punya kewenangan yang luar biasa.
Bahkan, bukan saja menentukan kebijakan-kebijakan partai yang strategis. Akan tetapi, bisa memberhentikan DPW, DPC tanpa ada musyawarah wilayah maupun musyawarah cabang.
"Bahkan bisa menegasikan hasil musyawarah cabang dan musyawarah wilayah. Jadi kewenangan tersentralisasi di ketua umum dan itu juga berimplikasi kepada kebijakan di DPP, internal DPP, itu tersentralisasi juga di ketua umum, di Pak Muhammad Iskandar," pungkasnya.