Kabur dari Kafe Kayangan, Korban Perdagangan Orang Wajib Bayar Rp1,5 Juta
Merdeka.com - Para anak korban perdagangan orang di Bar dan Kafe Kayangan, Penjaringan, Jakarta Utara sempat ingin kabur. Mereka tak berani, karena diancam akan diberi sanksi denda senilai Rp1,5 juta.
Kepala balai di lingkungan Kemensos, Neneng Heriyani mengatakan, korban sempat ingin pergi dari penampungan. Namun mendapat ancaman.
"Ada keinginan (melarikan diri) tetapi mereka mengatakan tidak berani dan mungkin juga ditakut-takuti dan diancam sehingga mereka tidak berani dan mereka juga harus mengganti uang satu juta setengah bila ingin keluar," ucap Neneng di kantor Kemensos, Bambu Apus, Jakarta Timur, Jumat (24/1).
-
Siapa yang menjadi korban tawuran pelajar di Jakarta? Dahulu, korbannya tidak hanya sesama pelajar, namun juga para guru juga rentan menjadi sasaran.
-
Dimana anak-anak dikorbankan? Sejauh ini, para peneliti baru bisa mengidentifikasi sisa-sisa 64 anak dari total 106 anak yang ditemukan pada 1967, di sebuah tangki air bawah tanah yang dikenal sebagai chultun, di situs Chichén Itzá, Meksiko Selatan.
-
Mengapa anak-anak dikorbankan? Pemakaman anak-anak di gundukan ini mungkin merupakan persembahan untuk memberi energi pada ladang,' kata Prieto, seperti dikutip Live Science.
-
Kenapa anak-anak dikorbankan? Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya atau dikorbankan untuk mendukung siklus pertanian jagung dan sebagai korban persembahan kepada dewa hujan oleh penduduk pada masa kejayaan Chichén Itza .
-
Bagaimana anak-anak dikorbankan? 76 anak-anak itu dibelah dadanya dan dalam keadaan telanjang dengan pakaian berada di sampingnya. Dada mereka telah dipotong terbuka dari tulang selangka hingga ke tulang dada. Tulang rusuk mereka dipaksa terbuka, yang kemungkinan untuk mendapatkan akses ke jantung mereka.
-
Mengapa pelaku memperdagangkan bayi? Motif ketiga pelaku memperdagangkan bayi-bayi malang itu hingga kini masih diselidiki.
Para korban kini ditangani oleh Kemensos dalam pemulihan psikologis dan juga kesehatannya. Selain itu, korban juga diberikan terapi mental keagamaan untuk mengingatkan kewajibannya.
"Kita memberi terapi mental keagamaan, itu paling penting karena selama ini mereka disana boro-boro ya melaksanakan ibadah karena tidak ada waktu," ucap Neneng.
Kemensos bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk dapat memberikan materi keagamaan dan juga mengingatkan para korban untuk tidak lagi kembali ke dunia malam.
"Bahwa ibadah merupakan suatu kewajiban, kemudian kita isi mentalnya diberikan pengajian setiap magrib, kita dampingi untuk mereka tetap sholat dan sholat tobat," lanjut Neneng.
Dijelaskan oleh Neneng, keadaan korban setelah kurang lebih delapan hari dititipkan kepada Kemensos jauh lebih tenang dan juga mereka mengatakan bahwa mereka merasa lebih aman sekarang ini.
"Mereka ada di sini kondisinya sudah berbeda dengan pertama datang, kecemasannya berkurang karena mereka sudah paham sudah jelas, maksud kita merehabilitasi mereka untuk apa dan mereka di sini diberi perlindungan," ucap Neneng.
"Saya juga tanya pada anak-anak kamu enak disini apa disana, mereka menjawab enak di sini kami gak usah melayani, tidak capek, tidak sakit dan sebagainya," sambungnya.
Diketahui, Diketahui, pada Senin (13/1) lalu Polda Metro menggerebek Kafe Kayangan. Ditangkap enam orang dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Para tersangka itu diketahui berinisial R atau biasa dipanggil mami A, mami T, D alias F, TW, A, dan E, semua tersangka ini telah ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya untuk diperiksa secara intensif. Sedangkan korbannya adalah anak berusia sekitar 14 sampai 18 tahun.
Kabag Bin Opsnal Dit Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Pujiyarto mengatakan, para korban dipaksa untuk melayani hubungan seksual dengan 10 laki-laki dalam semalam.
"Dalam menjalankan aksinya ini pelaku sangat sadis, setiap korban satu hari minimal harus melayani 10 kali, bila tidak mencapai akan mendapat denda," ucap Pujiyarto, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (21/1).
Para tersangka menjual anak-anak di bawah umur kepada laki-laki hidung belang sebesar Rp150.000 setiap kali melayani. Nantinya, uang senilai Rp90.000 diserahkan kepada tersangka yang biasa dipanggil mami. Sementara itu, uang senilai Rp60.000 menjadi uang penghasilan korban.
"Apabila enggak mencapai 10 kali (melayani para lelaki hidung belang), nanti didenda Rp50.000 per hari," kata Pujiyarto.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman penjara di atas 10 tahun penjara.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pelaku berinisial MF ditangkap polisi atas laporan menjual anak di bawah umur.
Baca SelengkapnyaTiga muncikari ditangkap terkait tindak perdangan orang ini.
Baca Selengkapnya4 Anak asal Sumsel diperbudak jadi pekerja seks komersial (PSK) dan dipaksa melayani tamu 10 sampai 20 orang per hari.
Baca SelengkapnyaPelaku berkomplot menjual korban kepada lelaki hidung belang dengan tarif berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp700 ribu melalui aplikasi media sosial MiChat.
Baca SelengkapnyaSalah satu korban mengaku diimingi kerja di klinik kecantikan oleh perekrut sebelum dijadikan PSK.
Baca SelengkapnyaLima tamu hotel di Kota Tangerang, Banten, menjadi korban pemerasan setelah keluar bersama wanita. Mereka diperas hingga Rp1 miliar.
Baca SelengkapnyaTersangka R memerintahkan korban agar meminta izin kepada orang tua bahwa pergi ke rumah nenek agar aksinya berjalan lancar.
Baca SelengkapnyaSatu korban dibuang di kawasan Ancol, Jakarta Utara.
Baca SelengkapnyaTerungkapnya kasus tersebut berawal dari laporan ke polisi pada 1 Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaDengan memasarkan dua anak tersebut, dua muncikari itu mendapat keuntungan Rp50 ribu-150 ribu.
Baca SelengkapnyaD pun menjual korban melalui berbagai aplikasi kencan (dating apps) dan aplikasi pesan singkat dengan harga Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu.
Baca SelengkapnyaTiga orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka menyuruh korbannya untuk menggadaikan asetnya dengan alasan kebutuhan proses administrasi.
Baca Selengkapnya