Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya
Arkeolog Temukan Sisa Kerangka Ratusan Anak Yang Jadi Tumbal Pengorbanan 1000 Tahun Lalu, Ada Anak Kembar dan Mayoritas Laki-Laki
Sekitar abad ke-7 hingga abad ke-12 masehi ratusan anak-anak dan remaja dieksekusi secara ritual.
-
Siapa yang menemukan kuburan anak-anak? Kuburan ini ditemukan saat penggalian berlangsung di kota kuno Tenedos, Bozcaada, tenggara Dardanelles.
-
Bagaimana artefak di kuburan anak-anak ini dibuat? 'Jika dilihat dari ciri-ciri umum artefak, cara berpakaiannya, motif dewi menunjukkan kepercayaan yang berlaku pada masa ini dan penghormatan terhadap anak yang dikuburkan pada usia muda terkait dengan pencapaian Tuhan.
-
Apa yang ditemukan arkeolog? Arkeolog Dikejutkan dengan Penemuan Fosil Dinosaurus Bertangan Mungil Menariknya tangan dinosaurus ini lebih kecil dibandingkan T-Rex. Tyrannosaurus rex dikenal sebagai dinosaurus buas yang memiliki tangan kecil. Kini, kelompok dinosaurus dengan karakteristik seperti itu mendapat anggota baru dengan ditemukannya sebuah spesies dinosaurus baru di Formasi La Colonia, Patagonia, Amerika Selatan.
Arkeolog Ungkap 1000 Tahun Lalu Ratusan Anak Jadi Tumbal Pengorbanan untuk Dewa Hujan, Ternyata Ini Tujuannya
atau dikorbankan untuk mendukung siklus pertanian jagung dan sebagai korban persembahan kepada dewa hujan oleh penduduk pada masa kejayaan Chichén Itza .
Sebagai pusat kekuasaan utama di Mesoamerika pra-Hispanik, Chichén Itzá terkenal dengan tradisi berdarahnya, penduduk masa ini juga mengorbankan kerabat termasuk saudara kandung khususnya laki-laki.
Sejauh ini, para peneliti baru bisa mengidentifikasi sisa-sisa 64 anak dari total 106 anak yang ditemukan pada 1967, di sebuah tangki air bawah tanah yang dikenal sebagai chultun, di situs Chichén Itzá, Meksiko Selatan.
Hasil identifikasi tersebut mengungkap mayoritas dari mereka adalah anak laki-laki, beberapa dari mereka merupakan kerabat dekat, termasuk dua pasang kembar identik.
“Karena kembaran seperti itu terjadi secara spontan, hanya pada 0,4% pada populasi umum, kehadiran dua pasang kembar identik
dalam chultún jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan secara kebetulan,” tulis para peneliti.
Analisis isotopik terhadap sisa-sisa kerangka mengkonfirmasi pasangan kembar yang dikorbankan memiliki pola makan yang sama dan menunjukan mereka mungkin tinggal di rumah yang sama.
Anak laki-laki dan perempuan menjadi sasaran pembunuhan ritual pada masa itu, namun karena sebagian besar korban adalah remaja, para peneliti kesulitan untuk menentukan jenis kelamin yang tepat.
Anak-anak tersebut diperoleh secara lokal melalui penculikan, pembelian dan penukaran hadiah.
Dilansir dari IFLScience, tulang-tulang itu berasal dari abad ke-7 dan ke-12, sebagian besar darinya disimpan pada masa kejayaan Chichén Itzá selama 200 tahun, sekitar tahun 800 hingga 1000 M.
Para peneliti masih belum mengetahui alasan mengapa saudara kembar tersebut dipilih untuk pengorbanan, meskipun para peneliti mencatat bahwa saudara kembar memiliki peran penting dalam mitologi Maya kuno.
Secara khusus, Kitab Suci K'iche' Mayan Council atau Popol Vuh, menceritakan kisah "Pahlawan Kembar" Hunahpu dan Xbalanque, yang bertempur melawan para dewa melalui siklus pengorbanan dan kebangkitan yang berulang-ulang, dan pembantaian anak laki-laki kembar di Chichen Itzá mungkin merupakan ritual pemberlakuan petualangan mitos ini.
Sementara itu, kesinambungan genetik antara anak-anak kuno dan masyarakat Maya saat ini menunjukkan para korban adalah penduduk setempat dan bukan orang asing.
Pada saat yang sama, peneliti memperoleh wawasan tentang
dampak jangka panjang dari epidemi penyakit yang disebabkan oleh kontak awal dengan penjajah Eropa.
Diperkirakan wabah ini selama abad ke-16 telah menghancurkan populasi penduduk asli, dengan penurunan hingga 90 persen di beberapa tempat.
Yang paling parah adalah pandemi cocoliztli 1545, yang disebabkan oleh patogen Salmonella enterica Paratyphi C.
Dengan membandingkan genom suku Maya modern dengan DNA anak laki-laki yang dikorbankan, para peneliti menemukan bukti adanya seleksi positif pada gen yang berhubungan dengan kekebalan yang memberikan perlindungan terhadap Salmonella.
Dengan kata lain, seperti yang dikatakan oleh penulis utama Rodrigo Barquera: "Suku Maya masa kini membawa bekas luka genetik dari wabah era kolonial."
Hal ini menyiratkan orang-orang yang selamat dari pandemi era kolonial ini mungkin telah beradaptasi secara genetis untuk bertahan dari penyakit tertentu, yang kemudian mewariskan gen yang ada di mana-mana di antara generasi mendatang.