Kematian Dokter PPDS Disimpulkan Tak Terkait Peundungan, BEM Undip Pertanyakan Proses Investigasi Kampus
BEM Undip mempertanyakan proses investigasi yang dilakukan dengan singkat dan tidak melibatkan perwakilan BEM. Hasilnya juga berbeda dengan pernyataan Kemenkes.
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang mempertanyakan hasil investigasi pihak kampus atas kematian dokter PPDS anestesi berinisial ARL. Hasil investigasi yang dinilai terlalu singkat itu mengundang pertanyaan karena berbeda dengan pernyataan Kemenkes.
Pihak kampus menyimpulkan bunuh diri yang dilakukan mahasiswi yang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi itu tidak terkait dengan perundungan.
"Kami sebetulnya cukup kaget dengan investigasi yang dilakukan dalam waktu singkat, maksudnya langsung didapatkan kesimpulan," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip Farid dalam keterangannya.
Dalam pelaksanaan investigasi internal, Undip tidak melibatkan perwakilan BEM. "Kami tidak dilibatkan. Dari pihak mahasiswa, dari pihak BEM, tidak dilibatkan," ungkapnya.
Pihaknya mempertanyakan keabsahan investigasi internal yang hanya diketahui pihak Undip. Sebab, rektorat Undip justru menyebut bahwa sang dokter meninggal dunia akibat sakit syaraf terjepit yang diderita sejak lama.
Sementara Kemenkes menyatakan kematian dokter ARL akibat mengalami perundungan alias bullying selama bertugas di bidang anestesi RSUP dr Kariadi Semarang.
"Jadi ini yang benar yang mana? Tentunya ini sangat membingungkan. Yang satu bilangnya meninggal karena sakit, sedangkan Kemenkes menyebutkan unsur kematian karena mengalami perundungan," ujarnya.
Pada Senin (19/8), BEM se-Undip telah menggelar aksi unjuk rasa simbolis menuntut kampus mengusut kasus kematian ARL. BEM se-Undip prihatin dengan kasus kematian ARL dan berbelasungkawa atas kematiannya.
"Jadi kami menyuarakan melalui aksi simbolik," ujarnya.
Dia berharap pihak-pihak berwenang mengusut tuntas kematian ARL. "Kalaupun iya ada hal-hal yang sekiranya betul perundungan, itu bisa dituntaskan dan tidak terjadi lagi. Kalaupun memang tidak ada, coba untuk diberikan rasionalisasi yang memang mungkin masuk akal," jelasnya.
Sebelumnya ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di daerah Lempongsari, Semarang, Jawa Tengah, pada Senin (12/8) malam. Berdasarkan keterangan polisi, ketika jenazahnya dievakuasi, ditemukan obat penenang.
Selain obat penenang, di kamar tersebut turut ditemukan buku harian atau diari ARL. Dalam buku itu terdapat cerita keluh kesah ARL selama melaksanakan PPDS di RSUP Dr Kariadi. Selain beratnya materi pendidikan, ARL juga mengeluhkan perlakuan para senior terhadapnya.