Kisah Soeharto Sunat Umur 14 Tahun
Seperti lazimnya sunatan di Jawa, maka diikuti dengan syukuran. Namun karena keterbatasan dana, syukuran yang digelar sangat sederhana.
Soeharto agak malu juga karena sudah terbilang tua untuk sunat.
Kisah Soeharto Sunat Umur 14 Tahun
Soeharto bisa disebut sebagai orang paling berkuasa di Indonesia. 32 Tahun memimpin republik ini tanpa tergantikan hingga akhirnya ditumbangkan. Banyak kisah unik tentang Soeharto, termasuk saat Soeharto sunat.
Dari bayi hingga remaja, Soeharto kecil hidup berpindah-pindah. Kebanyakan menumpang pada keluarga atau kenalan ayahnya. Masa kecil Presiden Republik Indonesia ke-2 ini pun lekat dengan kemelaratan.
Setelah tamat sekolah rendah lima tahun di daerah Wuryantoro, Yogyakarta, Soeharto kemudian melanjutkan ke sekolah lanjutan rendah (schakel school) di Wonogiri. Dia dan Sulardi, sepupunya, menumpang hidup di rumah kakak perempuannya di Selogiri, 6 Km dari Wonogiri.Nah pada masa itu pula Soeharto disunat. Kira-kira tahun 1935, saat usianya sudah 14 tahun. Agak malu juga karena sudah terbilang tua untuk sunat.
"Terhitung sudah agak tua waktu saya disunat, yakni pada umur 14 tahun. Mungkin sebabnya cuma karena tidak gampang mengumpulkan biaya," kenang Soeharto dalam biografi 'Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya' yang ditulis G Dwipayana dan Ramadhan KH.
merdeka.com
Seperti lazimnya sunatan di Jawa, maka diikuti dengan syukuran. Namun karena keterbatasan dana, syukuran yang digelar sangat sederhana.
Peristiwa itu sangat berkesan untuk Soeharto.
"Bagaimana pun rasanya saya merasa gembira. Dan memang saya mesti bersyukur."
-Soeharto mengenang.
Setelah disunat, Soeharto merasakan pertumbuhan fisiknya melesat. Badannya tumbuh tinggi besar.
"Padahal apa yang disediakan untuk saya tetap sama. Makanan yang tersedia tidak bertambah," kenangnya.
Setelah disunat, Soeharto kembali harus berpindah tumpangan. Kakak perempuannya bercerai. Maka terpaksa Soeharto pindah ke Wonogiri dan menumpang pada teman ayahnya, seorang pensiunan pegawai kereta api bernama Hardjowijino.
Di rumah ini Soeharto ikut membersihkan rumah, belanja ke pasar, hingga menjual hasil kerajinan tangan Ibu Hardjo. Soeharto pun memasak saat sore hari atau saat tidak bersekolah.
"Saya tidak mengeluh. Saya mendapat didikan yang bermanfaat, sangat bermanfaat di rumah Pak Hardjowijono. Saya jadi pekerja, jadi tukang yang akan bisa berdiri sendiri jika keadaan memaksa.," katanya. "Dan rasa-rasanya saya bisa belajar dengan cepat melakukan hal itu," sambung Soeharto.